Kelahiran Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) diperingati setiap 29 November. Itu sebabnya, guru dan karyawan di sekolah tempat saya mengajar diperintahkan mengenakan seragam Korpri (baru) pada hari tersebut.Â
Momen ini sekaligus mengingatkan saya terhadap sebuah artikel saya mengenai Korpri. Yang, kebetulan belum pernah saya publikasikan. Saya kemudian mencarinya dalam kumpulan file tulisan saya. Dan, saya menemukannya. Berikut ini artikel itu setelah ada sedikit perubahan.
Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia tidak bisa terlepas dari perubahan yang bersifat global. Perubahan yang terjadi di belahan bumi bagian yang lain berdampak juga di Indonesia, negeri kita.
Pun demikian kalau di negeri kita sedang terjadi sesuatu berdampak pula di negara lain. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dari globalisasi yang meniscayakan negara satu dengan negara yang lain seakan tanpa batas ruang dan waktu.
Negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lebih banyak menerima daripada memberi dampak. Dampak positif tentu berkontribusi terhadap pembangunan bangsa dan negara. Sedangkan, dampak negatif menghambat pembangunan bangsa dan negara. Bahkan, bukan mustahil berpotensi merusak eksistensi ibu pertiwi.
Apalagi ibu pertiwi memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang melimpah, sekurang-kurangnya, yang ada di darat, laut, dan perut bumi, yang boleh jadi memikat pihak lain. Kenyataan tersebut sudah terbukti. Yaitu, ratusan tahun negeri kita pernah dijajah bangsa lain. Sekarang pun negeri kita masih sangat kaya.
Tidak hanya kaya SDA, tetapi juga sumber daya manusia (SDM). Berdasarkan data 2022 Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, misalnya, Indonesia berpenduduk 273 juta jiwa.
Hanya, penduduk sebesar itu, yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dari Sabang sampai Merauke; dari Rote hingga Morotai, dalam keberagaman budaya, suku, agama, dan golongan, sangat rentan terhadap perpecahan.
Dan, perpecahan itu sudah pernah terjadi. Baik perpecahan budaya, suku, agama, maupun golongan. Akibatnya, merugikan negeri ini dan kita sendiri. Dan, bukan tidak mungkin, kalau kita tidak hati-hati, perpecahan itu terulang kembali.
Jelas bahwa dalam konteks masa kini, tantangan besar yang dihadapi ibu pertiwi adalah dampak globalisasi dan keberagaman eksistensi negeri. Kasus yang berkaitan dengan kedua hal tersebut dapat menjadi isu yang semakin sensitif kalau diembuskan melalui teknologi informasi komunikasi secara tidak arif.