Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menghadapi Anak yang Gagal dalam Cita-cita, Bagaimana Menyikapinya?

28 Januari 2022   14:40 Diperbarui: 29 Januari 2022   01:00 1743
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak murung karena gagal meraih cita-citanya. Sumber: iStockphotos/KatarzynaBialasiewicz via Bobo.grid.id

Hanya, itu tak selalu dilakukan oleh setiap anak. Sebab, ada juga anak-anak, sekalipun sudah sekolah menengah, belum memiliki kemampuan untuk mendapat pengetahuan secara luas. Apalagi mereka yang tertutup. Mereka yang malas. Mereka masih membutuhkan bantuan untuk mengerti hal-hal tertentu, lebih-lebih hal yang detail.

Ketika si sulung gagal masuk jurusan Sosiatri di salah satu PT, ia sangat terbeban. Seperti, yang sudah saya ceritakan di bagian lain catatan ini. Sekalipun ia tak mengucapkan bahwa tak ada pilihan lain, saya membaca di pikirannya bahwa Sosiatri adalah pilihan satu-satunya. Tak ada lagi  pilihan lain yang diingini. Itu terlihat jelas dari reaksinya setelah ekspektasinya tak bisa terpegang.

Itu sebabnya, ketika suasana (hati) si sulung sudah membaik, saya komunikasikan "pilihan lain" yang tak jauh-jauh dari jurusan Sosiatri. Ketika itu logika sederhana saya memaknai Sosiatri sebagai ilmu yang berhubungan dengan problem masyarakat. Sementara itu, Psikologi merupakan ilmu yang berhubungan dengan problem manusia. Kedua ilmu itu sedikit-banyak memiliki hubungan.

Maka, saya menyarankannya untuk mengambil jurusan Psikologi. Tak harus di PT yang sama. Di PT yang lain yang memiliki jurusan Psikologi yang sudah terkenal, tak bakal merugikan. Saya sungguh bersyukur, sebab akhirnya si sulung setuju.

Ya, betapa pun pendampingan dibutuhkan saat anak sedang mengalami problem. Sesederhana apa pun pendampingan memiliki arti bagi anak. Sebab, bukan mustahil dalam pendampingan, anak menemukan sesuatu yang berbeda dan mengubahnya.

Buktinya, si sulung lantas mendaftar lewat jalur prestasi dan diterima. Bahkan, berada di urutan kedua, yang berarti diterima lewat jalur prestasi peringkat kedua. Dan, posisi ini berdampak terhadap pengurangan uang pembangunan hingga 75%. Kenyataan tersebut  membuatnya mulai tampak ceria. Dan, kami pun merasa bangga.

Memahaminya dan mengikuti proses

Hanya, menjelang memasuki perkuliahan, si sulung bilang bahwa dirinya akan mengikuti seleksi PT lagi di tahun berikutnya jika  indeks prestasi semester satu tak sesuai target. Saya memahaminya. Sebab, Psikologi bukan pilihannya. Sejak awal ia memilih Sosiatri. Kemauannya memasuki Psikologi mungkin sebagai pilihan yang lebih baik daripada hanya "menunggu".

Hal seperti itu boleh jadi dialami oleh anak-anak yang lain. Seharusnya ingin masuk di sekolah A, tapi ternyata terjaring di sekolah B. Seharusnya ingin kuliah di PT A, tapi tak lolos dan akhirnya hanya kursus.  

Harapan yang tak terkabul kadang membuat anak kehilangan semangat. Tapi, kalau si anak ternyata masih mau menjalani keadaan yang diterimanya (walaupun tak sesuai angan), orangtua semestinya patut  bersyukur.

Sebab, "mau menjalani keadaan yang diterimanya" menandakan anak tersebut masih mau beraktivitas. Masih produktif dan berproses. Tidak menganggur dan kita tahu menganggur  memungkinkan anak mudah kena pengaruh (negatif).

Apalagi kalau "dalam menjalani keadaan yang diterimanya" anak memiliki target. Dan, target umumnya merujuk ke ukuran yang terbaik.   Cara ini merupakan sikap yang positif. Maka, harus didukung secara penuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun