Mohon tunggu...
FN
FN Mohon Tunggu... Sekretaris - Desa

_

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

M.U.S.I

15 Mei 2024   19:35 Diperbarui: 18 Mei 2024   16:29 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taman Benteng Kuto Besak (BKB), tempat yang dulu aku datengin buat nongki rame-rame. Tapi malam ini beda, aku kesini sendirian.

Duduk di kursi paling deket sungai, aku bisa bebas ngeliatin Jembatan Ampera yang bermandikan cahaya. Vibesnya masuk, bikin aku gampang tenggelam dalam lamunan. Angin yang sepoi, gerak lembut air Sungai Musi, background musik gitar dengan lagu Geisha, "Terpaksa aku sendiri, melamun di pinggir kali." Wait, loh kok? Ternyata lagu dari pengamen yang lalu "Ehm!" ngedehemin aku. Pas tangan aku menolak karena gak punya uang kecil, dia malah bilang lirih, "Lanjutin bengongnya broo,". Langsung aku tatap tajam pengamen bergitar buntung itu tapi eh dia malah nyengir sambil menjauh. Hish rasanya pingin ngebuntungin juga mulut mancungnya. "Sabar bray, masalah kamu udah segunung, ngapain nyari gunung lain lagi? Udah di rem ajah," Aku nyoba nenangin diri sendiri sambil berdesah panjang.

Di sekitar aku tambah banyak yang makan sambil cuap-cuap. Mereka dari berbagai circle dan usia, tapi kebanyakan masih ABG. Kadang di tengah lamunanku, ada obrolan mereka yang aku denger dan relate sama kondisi aku sekarang. 

"Hampir purna, Bupati ini malah hadapi segudang masalah,"

"Pejabatnya naik dilantik, kemiskinan gak turun digarap,"

"Pasar digusur gegara barter politik. Ish, gue jadi muak sama politik,"

Pada setiap obrolan itu, batin aku rasanya ketindih batu segede gunung. Paling cuma nikotin yang bisa jadi temen peringan masalah-masalah itu saat ini. Itupun aku sudah berjanji, selepas malam ini aku bakal berhenti merokok.

Duh gak bawa korek lagi. "Permisi, boleh pinjam koreknya Bang?," pintaku pada cowok berbadan gede yang duduk agak jauh dibelakangku. Lelaki sangar bertato ini naruh rokoknya lalu ngerogoh sakunya, tapi koreknya malah jatuh, "Eh copot copot!" latahnya yang bikin aku shock. Korek pinknya buruan aku pakai lalu kembalikan "Makasih," tanpa aku bilang Bang lagi.

Angin kembali berhembus sepoi. 

Ketika aku pandangi menara Jembatan Ampera, memoriku kembali pada mereka yang selama ini sangat aku kangeni. Mereka yang pergi tanpa pamit sebelum aku berikan hadiah spesialku. Mereka yang sudah bertahun-tahun tak pernah berkirim kabar. Mereka yang... ah sudahlah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun