Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Selfie Bisa Saja Merusak Keharmonisan Keluarga Anda

2 Februari 2016   07:18 Diperbarui: 2 Februari 2016   13:31 2058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi dari jokergameth.com"][/caption] 

Anda suka narsis? Anda punya tongsis? Anda suka meng-upload foto-foto selfie anda ke jejaring sosial? Berhati-hatilah, jangan sampai tindakan selfie merusak keharmonisan serta kebahagiaan keluarga anda.

Salah satu berita hangat di awal 2016 adalah perceraian yang disebabkan oleh karena perilaku selfie. Kasus yang terjadi di Ukraina ini ramai dibicarakan netizen. Gara-gara sering mengunggah foto selfie seksi di media sosial, Alena Politukha digugat cerai suaminya, Alexandr Politukha. Perempuan 32 tahun itu senang mengunggah sejumlah foto selfie dengan pakaian minim melalui Twitter. Hal itu membuat gerah suaminya.

Alena adalah istri Alexandr, seorang politikus sekaligus kepala Dewan Distrik Dergachevsky, Kharkiv Oblast, Ukraina. Sebagai tokoh nasional, Alexandr merasa gerah karena dia tidak ingin istrinya menjadi sorotan publik. Alexandr yang juga dikenal sebagai pengusaha dan donatur tentara Ukraina itu meninggalkan Alena dan anaknya tanpa memberikan tunjangan. Bahkan Alexandr memproses perceraian dengan Alena.

"Saya sedang mengalami masa sulit sekarang. Saya seorang ibu. Suami dan saya punya seorang anak. Kami menikah selama 10 tahun. Tiba-tiba suami saya meninggalkan saya tanpa penjelasan akhir tahun lalu. Dia tidak meninggalkan materi untuk kelangsungan hidup kami," tulis Alena di Twitter.

Ini merupakan salah satu corak persoalan masyarakat cyber. Perkembangan teknologi komunikasi dan infoirmasi yang luar biasa cepat telah membawa sejumlah perubahan signifikan pada perilaku manusia. Di ruang konseling, kami sering menjumpai konflik suami istri yang bermula dari penggunaan teknologi komunikasi yang tidak tepat.


Mengapa Selfie?

Istilah “selfie” sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia akhir-akhir ini. Selfie (swafoto) juga dikaitkan dengan istilah narsisisme (bahasa Inggris) atau narsisme (bahasa Belanda). Selfie dipahami sebagai aktivitas foto yang diambil sendiri dengan menggunakan kamera digital, kamera smartphone atau kamera gadget. Di Korea, istilah yang digunakan adalah selca (self camera). Selfie biasanya dilakukan menggunakan kamera yang diarahkan kepada diri sendiri dengan objek hanya pelaku selfie atau beberapa orang yang bisa dijangkau oleh fokus kamera.

Narsisisme atau narsisme merupakan perasaan cinta terhadap diri sendiri yang berlebihan. Orang yang mengalami gejala ini disebut narsisis (narcissist) atau narsis (narsist). Istilah ini digunakan dalam dunia psikologi oleh Sigmund Freud, mengambil dari tokoh dalam mitos Yunani, Narkissos (Narcissus). Tokoh ini dikutuk karena mencintai bayangannya sendiri di kolam. Rasa cinta terhadap diri sendiri dan rasa percaya diri yang berlebihan, telah menjadi penyakit dan berdampak negatif bagi diri maupun orang lain.

Pada masyarakat secara umum, foto diri digunakan untuk hal-hal yang wajar dan lumrah, seperti untuk identitas dalam komunikasi di dunia maya. Misalnya, dipasang sebagai foto profil untuk memberikan pesan bahwa akun itu memang milik dirinya, semacam foto diri pada KTP, SIM ataupun paspor. Atau selfie digunakan untuk dokumentasi keluarga, supaya keluarga memiliki album kenangan yang bisa mereka buka kembali pada waktu yang akan datang. Dalam contoh seperti ini, selfie menjadi aktivitas yang lumrah dan normal saja.

Berbeda dengan selfie yang dilakukan oleh orang yang mengidap gejala narsis. Seorang narsis biasanya memiliki rasa percaya diri yang sangat kuat, memiliki kecenderungan untuk meninggikan dirinya di hadapan orang lain, menjaga harga dirinya dengan merendahkan orang lain pada saat orang lain memiliki kemampuan atau hal yang lebih baik darinya, bahkan tidak segan untuk mengasingkan atau “mematikan” orang lain yang dianggap rival. Tentu saja ini adalah suatu penyakit kejiwaan yang harus diobati atau dikendalikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun