Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Heinrich Boll, Mengubah Dunia dengan Kata-kata

4 Januari 2023   12:31 Diperbarui: 5 Januari 2023   06:32 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumen pribadi, by canva

Kemaren (Selasa 3 Januari 2023), komunitas Wedangan BBG menggelar Diskusi Sastra Budaya, sekaligus mangayubagyo atas kelulusan salah satu anggota grup dari studi S3. Pak Akbar K. Setiawan --yang akrab dipanggil Iwan Akbar, adalah dosen Sastra Jerman di UNY. Ia baru saja dinyatakan lulus studi S3 di UNY, dengan disertasi bertema Heinrich Boll.

Dalam diskusi tersebut, pak Iwan Akbar memaparkan hasil-hasil studinya yang telah diujikan di sidang terbuka maupun sidang tertutup. Kini dirinya telah sah menyandang gelar doktor bidang sastra Jerman. Gelar lengkapnya Dr. Akbar K. Setiawan, M.Hum.

"Apa yang menarik dari seorang Boll, sehingga Anda menjadikan sebagai bahan studi disertasi?" tanya saya selaku moderator forum tersebut.

"Sangat banyak hal menarik dari Boll dan bisa menjadi inspirasi bagi kita semua", jawabnya.

Menurut pak Iwan, Boll adalah sosok manusia yang produktif. Sebagaimana diketahui, Heinrich Boll (1917 - 1985) adalah salah satu sastrawan besar asal Jerman dan pemenang Hadiah Nobel Sastra pada 1972.

"Sejak kecil ia telah bercita-cita menjadi penulis. Waktu ditanya ibunya, Boll menjawab ingin menjadi penulis", ungkap Iwan Akbar.

Pada tahun 1937 Boll bekerja magang di toko buku. Di tempat ini ia banyak membaca buku dan memiliki kesempatan untuk mengembangkan imajinasi sastranya. "Ini adalah cara Boll untuk mengembangkan habitus. Dari sini kemampuan sastra Boll terus bertumbuh", sambung pak Iwan.

Pada tahun 1939, Boll  belajar sastra Jerman di kota Koelhn. Namun harus terputus karena wajib militer. Ia bergabung bersama tentara Jerman dalam Perang Dunia II. Pada 1945 Boll menjadi tahanan perang Amerika.

Bangsa Amerika "mendidik" tahanan Jerman agar bisa berlaku demokratis. Maka mereka mendorong para tahanan untuk mengembangkan bakat menulis. Sejak itu, Boll dan beberapa penulis muda lainnya mendirikan "Group 47".

Boll menulis banyak karya sastra bernuansa kritik sosial. Tema utamanya adalah pembebasan manusia dari penindasan jalan hidup oleh kekuatan konservatif, peperangan, dan berbagai masalah yang ditimbulkan oleh Nazi. Di antara novel monumental karya Boll adalah Der Zug War Pnktlich (The Train Was on Time); Gruppenbild mit Dame (Group Portrait with Lady) dan puluhan lainnya.

https://www.boell.de/en
https://www.boell.de/en

Salah satu modalitas Boll sebagai penulis, menurut Iwan Akbar, adalah pengalaman kehidupan. Sempat ditempa oleh kemiskinan keluarga, terlibat menjalani perang, menjadi tawanan, kondisi keagamaan di gereja serta perilaku Nazi, telah menjadi modalitas sangat kuat untuk dikembangkan dalam karya sastra.

Boll memiliki kebiasaan menulis sejak belum masa perang, selama menjadi tahanan perang, dan seusai dari peperangan saat kembali menjadi rakyat sipil. "Boll terus menulis sampai akhir hidupnya", ujar Iwan Akbar. "Salah satu pernyataan yang memotivasi dirinya adalah, 'Saya ingin mengubah dunia melalui kata-kata".

Berhasilkah? "Paling tidak, Boll dianggap berhasil menciotakan banyak perubahan di Jerman melalui kritik sosial yang dituangkan dalam karya sastra", ujar Iwan Akbar.

Hadir dalam diskusi budaya BBG tersebut senator DPD RI pak Cholid Mahmud, budayawan sekaligus politisi Boedi Dewantoro, calon anggota DPD RI Ahmad Khudhori, politisi M. Wajdi Rahman, ustadz Nur Ahmad, ustadz Dwibudi Utomo, konsultan pendidikan pak Arief Rahman Hakim, arkeolog Agus Sukristiono, dan sekitar 15 pegiat BBM lainnya.

Boedi Dewantoro menegaskan pentingnya membaca karya. "Tidak mungkin kita bisa mengkritik atau menilai orang dengan objektif jika tidak pernah membaca karya-karyanya". Ia memberi contoh, banyak orang mengkritik Quraesy Syihab namun belum membaca semua karyanya. Ini menjadi tidak objektif.

"Pak Iwan Akbar telah membaca lebih dari 30 buku sastra karya Boll sebelum menulis disertasi. Wajar jika ia bisa menulis dengan detail", lanjut Boedi. Ia berharap semua aktivis Wedangan bisa banyak membaca untuk membuka cakrawala pemikiran

Diskusi sastra budaya bertempat di "Tempuran Space" Bantul tersebut merupakan salah satu agenda rutin komunitas Wedangan BBG.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun