Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menantu-Mertua Berdamai di Hari Raya Idul Adha

20 Juli 2021   12:58 Diperbarui: 20 Juli 2021   13:41 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keluarga Nabi Ibrahim memberikan teladan dalam pengurbanan. Tak ada cinta tanpa pengurbanan. Makin besar cintanya, makin besar pula pengurbanannya.

Pengurbanan Mertua dan Menantu

Pada Hari Raya kurban ini, hendaklah mertua dan menantu memberikan kurban terbaik. Sebuah kurban untuk membangun hubungan penuh kedamaian dan keharmonisan. Mengurbankan ego dan harga diri, yang membuat konflik sering terjadi.

Sebuah survei di Indonesia belum lama ini menunjukkan mayoritas istri mengaku sempat kesulitan menjalin hubungan baik dengan mertua. Ketidakcocokan sifat menjadi alasan utama munculnya konflik menantu dan mertua.

Survei tersebut diinisiasi oleh Teman Bumil dan Populix, melibatkan 995 responden di seluruh Indonesia. Responden adalah perempuan yang berstatus sebagai istri atau ibu. Ditemukan hasil, sebanyak 32 % responden mengaku ketidakcocokan sifat dan perilaku kerap memunculkan konflik dengan mertua.

Selain itu, ditemukan beberapa penyebab konflik yang lainnya. Responden menyatakan beberpa penyulut ketidakharmonisan dengan mertua, antara lain intervensi mertua dalam urusan rumah tangga (17 %), intervensi mertua dalam mengurus anak (14 %), kritik mertua dalam proses kehamilan (7 %), serta berbagai penyebab lainnya (3 %).

Penyebab terbesar adalah ketidakcocokan sifat dan perilaku. Menantu perempuan kerap mendapatkan sifat-sifat ibu mertua yang tidak menyenangkan. Bukan saja soal beda usia atau beda generasi, namun juga perbedaan kebiasaan dan kultur kehidupan, perbedaan pendidikan dan pergaulan.

Jika dicermati, ketidakcocokan sifat dan perilaku, pada dasarnya adalah hal lumrah saja dalam hubungan antar manusia. Tidak perlu menjadi bahan konflik dan pertengkaran di antara mereka. Setiap manusia itu unik, berbeda dengan yang lainnya. Pasti akan dijumpai ketidakcocokan.

Misalnya antara suami dengan istri, mereka adalah dua pribadi yang pasti memiliki sisi ketidakcocokan. Maka tugas dalam pernikahan adalah mengelola ketidakcocokan tersebut. Mengubah konflik menjadi cinta dalam rumah tangga. Inilah dinamika cinta, selalu ada sisi ketegangannya.

Demikian pula antara orangtua dengan anak, pasti ada sisi ketidakcocokan di antara mereka. Tidak mungkin akan bisa cocok 100 % dalam semua hal. Jika hubungan di antara orang-orang yang sangat dekat --dalam sebuah keluarga inti---saja, memiliki sisi ketidakcocokan, bagaimana dengan orang-orang yang datang belakangan?

Menantu dan mertua itu "datang belakangan". Yang ada sebelumnya adalah ayah, ibu dan anak, dalam sebuah keluarga inti. Setelah anak menikah, datanglah menantu di keluarga itu. Sedangkan ayah dan ibu berubah menjadi mertua. Ini adalah status yang datang belakangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun