Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Wahai Mertua, Jangan Menjadi "Monster-In-Law"

15 Juli 2021   06:46 Diperbarui: 15 Juli 2021   12:51 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mertua galak. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Sarah Ellis (2019) menyatakan, kepercayaan adalah pilar terpenting dari hubungan yang sukses. Rasa saling percaya memungkinkan dua orang untuk terbuka satu sama lain, merasa yakin bahwa mereka dapat berbagi diri mereka yang paling otentik tanpa takut akan penilaian atau rasa malu.

Jika mertua dan menantu memiliki rasa saling percaya, mereka akan leluasa dalam mengungkapkan pemikiran dan perasaan satu dengan yang lain. Suasana ini mendorong terjalinnya hubungan yang akrab di antara mereka.

Kedua, Sikap Saling Terbuka 

Dampak dari adanya rasa saling percaya, akan menumbuhkan sikap saling terbuka. Satu dengan yang lain bisa mengekspresikan keinginan dan harapan. Mertua dan menantu tidak menyimpan hal-hal yang mengganjal, yag bisa merusak hubungan.

Apabila mertua dan menantu memiliki sikap saling terbuka, keduanya akan mampu menilai pesan yang diterima secara objektif. Sering terjadi, pesan diterima secara emosional, sehingga semakin memperluas medan konflik. Pembicaraan yang baik-baik saja, bisa berbuntut kebencian, karena tidak mampu menilai pesan secara objektif.

Saling terbuka dalam hubungan, tampak pada kemampuan membangun canda tawa, tidak jaim dalam berinteraksi, serta tidak menyimpan banyak rahasia. Meskipun tetap ada etika, tatakrama dan sopan santun, namun keterbukaan menjadi pilar penting kebaikan hubungan mertua -- menantu.

Ketiga, Sikap Positif 

Mertua dan menantu harus berusaha mengembangkan sikap positif dalam interaksi sehari-hari. Sikap positif yang dimaksud meliputi cara pandang yang positif, memilih perspektif positif, memilih kata dan kalimat positif, respon positif, serta memilih tindakan positif.

Sebagai contoh, ketika menantu melakukan tindakan yang kurang disukai mertua, hendaknya disikapi dengan baik. Bukan disikapi dengan permusuhan, kebencian dan kekerasan. Sikap negatif mertua, akan memengaruhi menantu untuk membalas dengan negatif. Muncullah kebencian menantu atas sikap mertua. Medan konflik semakin luas.

Ada kalanya menantu melakukan tindakan yang tidak menyenangkan hati mertua. Pada kondisi seperti ini, mertua tengah diuji apakah mampu bersikap positif? Jika mertua bersikap positif, ia akan memilih untuk memandang tindakan menantu itu dalam perspektif positif, menyampaikan teguran dan nasihat dengan pilihan kalimat yang positif, serta mengambil tindakan bijak lainnya.

Mertua tidak layak mengumbar aib menantu kepada teman, tetangga, apalagi melalui medsos. Tindakan menceritakan atau menyebarluaskan aib menantu, akan sangat memukul perasaan dan harga diri menantu. Ini contoh sikap yang tidak positif mertua ketika menghadapi masalah dengan menantu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun