Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku Pakaianmu, Engkau Pakaianku

13 Maret 2020   22:11 Diperbarui: 13 Maret 2020   22:09 1224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : www.pinterest.com

Salah satu ungkapan super romantis dalam AL Qur'an adalah, ketika mengibaratkan pasangan suami isteri sebagai libas atau pakaian. Mari kita perhatikan kembali firman Allah berikut:

"Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka" (QS. Al-Baqarah: 187).

Mari coba kita gali, mengapa Al-Qur'an mengibaratkan pasangan suami istri seperti libas atau pakaian? Kitab Tafsir Jalalain memberikan penjelasan, setidaknya ada tiga makna pakaian.

Pertama, pakaian itu melekat

Pakaian selalu melekat dan menempel dengan badan. Hal ini mengisyaratkan kedekatan suami istri, tanpa jarak. Coba perhatikan pakaian yang anda kenakan sehari-hari. 

Terlepas apapun corak, bahan, model dan kualitasnya, namun ada satu hal yang pasti, bahwa anda selalu memilih pakaian yang memberikan kelekatan yang nyaman saat anda kenakan.

Anda tidak akan mau mengenakan pakaian yang saat anda pakai membuat sesak bernafas, atau membuat gatal di kulit, atau membuat tidak nyaman karena terlalu sempit ataupun terlalu longgar. Semahal ataupun semewah apapun pakaian, anda tidak akan mau memakai apabila membuat tubuh anda tersiksa dengan mengenakannya.

Maka suami istri harus saling memberikan kelekatan yang nyaman. Bukan kelekatan yang menyesakkan, bukan kelekatan yang menyakiti, bukan kelekatan yang melukai. Suami istri akan selalu hidup bahagia apabila mampu saling memberikan kelekatan yang nyaman. Persis seperti sifat pakaian.

Ibnu Katsir menyatakan:

"Tidak ada kedekatan antar dua ruh yang lebih besar dibandingkan antara suami dan istri".

Kedua, pakaian itu merangkul 

Pakaian yang tengah melekat ke tubuh manusia, seperti aktivitas saling merangkul dan merengkuh. Maka hendaknya suami istri selalu berada dalam suasana saling merangkul dan saling merengkuh satu sama lain. 

Merangkul adalah aktivitas fisik, namun juga hati dan pikiran. Bisakah anda nyaman merangkul pasangan anda, saat anda tengah marah dan kecewa dengannya? Ini mengisyaratkan, suami istri harus menciptakan suasana kejiwaan yang positif. Membangun rasa cinta, kasih rasa sayang, bahagia, juga saling percaya satu dengan yang lain.

Suami istri adalah belahan jiwa yang nyaman saat bersama, rindu saat berpisah, damai saat kekasih hati berada di sisi. Hati mereka saling merangkul dan merengkuh. Jiwa mereka saling berdekapan. Pikiran mereka saling bertautan. Sebagaimana layaknya pakaian, mereka berdua saling berangkulan di saat suka maupun duka, dan menjadi tempat bersandar yang menenangkan di kala kesedihan melanda.

Ketiga, pakaian itu kebutuhan

Anda mengenakan pakaian, apakah suatu keterpaksaan atau kebutuhan? Jika manusia telah dewasa, akan memiliki rasa malu jika tidak berpakaian. Bahkan pada masyarakat primitif sekalipun, mereka tetap mengenal pakaian. Mereka membutuhkan pakaian. 

Demikian pula antara suami dan istri, corak interaksi di antara mereka berdua adalah saling membutuhkan. Keberadaan suami adalah kebutuhan bagi istri, pun keberadaan istri adalah kebutuhan bagi suami. Bukan keterpaksaan.

Jika suami dan istri sudah merasa saling terpaksa, itulah pertanda mereka tidak lagi seperti pakaian. Keluarga akan mulai dilanda petaka apabila suami dan istri tidak lagi saling membutuhkan. 

Pada saat itu, mereka mulai saling menjauh dan tidak peduli lagi dengan pasangan. Hendaknya suami istri selalu saling menjaga satu dengan yang lain, selalu merasa saling membutuhkan satu dengan yang lain, serta saling tergantung satu dengan yang lain.

Seperti Legenda Mimi dan Mintuna

Maka dalam budaya Jawa, suami istri diibarakan sebagai "mimi lan mintuna" ---bahwa mereka berdua saling bergantung satu dengan yang lain. Sejatinya, mimi dan mintuna adalah jenis hewan beruas (artropoda) yang menghuni perairan dangkal wilayah paya-paya dan kawasan mangrove. 

Masuk dalam keluarga Limulidae dan menjadi wakil dari bangsa Xiphosurida yang masih bertahan hidup. Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Horseshoe Crab, atau dalam bahasa Indonesia disebut Belangkas. Panjang tubuhnya kira-kira 51 cm atsu 20 inchi, berwarna coklat kehijauan.

Mimi adalah nama dalam bahasa Jawa untuk yang berkelamin jantan dan mintuna adalah untuk yang berkelamin betina. Menurut cerita, mimi dan mintuna adalah hewan ajaib. Kedua hewan tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. 

Jika pasangan ini dipisahkan maka keduanya akan segera mati. Keunikan lain, jika hewan ini dimasak tidak bersamaan maka akan beracun, tetapi jika dimasak bersamaan menjadi sehat dan enak dikonsumsi manusia.

Bahan Rujukan:

Cahyadi Takariawan, Wonderful Couple, Era Adicitra Intermedia, 2017

Jalaluddin Muhammad Al-Mahalli dan Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi, Tafsir Jalalain, Penerbit Elba, 2018

Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Penerbit Pustaka Imam Syafii, 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun