Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Catatan Akhir Tahun 2018, Belum Ada Perbaikan Ketahanan Keluarga

31 Desember 2018   10:25 Diperbarui: 31 Desember 2018   23:06 3965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, Keharusan Pembinaan Keharmonisan Keluarga

Bukan hanya pembinaan pranikah yang tidak berjalan, pembinaan setelah menikah pun juga tidak berjalan. Padahal, pada setiap usia pernikahan selalu ada tantangan baru yang harus mereka hadapi. 

Berbeda kondisi antara pasangan pengantin baru yang masih melewati masa bulan madu, dengan pasangan yang sudah memiliki anak. Berbeda pula antara pasangan yang baru memiliki satu anak bayi dengan pasangan yang anak-anaknya sudah remaja dan dewasa.

Berbeda pula tantangan yang dihadapi saat anak-anak belum masuk sekolah dengan saat anak-anak mulai masuk bangku pendidikan. Berbeda lagi nanti saat anak-anak sudah bekerja dan menikah. 

Demikian seterusnya, hidup berumah tangga itu dinamis dan selalu ada tantangan baru yang harus dihadapi dengan bijak dan tepat. Untuk itu harus ada program pembinaan yang spesifik pada setiap fase kehidupan berumah tangga. Pihak pemerintah, swasta, kelompok masyarakat, tokoh agama, ormas, parpol, LSM, semua harus berperan dalam upaya pembinaan kehidupan berumah tangga.

Ketiga, Keharusan Mediasi Saat Menghadapi Konflik

Tingginya angka perceraian salah satunya disebabkan oleh kurang adanya pihak yang mampu menjadi mediator saat pasangan suami istri mengalami konflik. Perceraian banyak terjadi dalam situasi emosi, ego yang sangat tinggi, sehingga kurang kendali diri. 

Padahal apabila pasangan suami istri bersedia melakukan bimbingan, konseling atau mediasi, hal ini akan sangat membantu mereka untuk menemukan solusi. Budaya melakukan bimbingan, konseling dan mediasi ini belum terbentuk pada masyarakat kita, sehingga keputusan cerai seringkali bercorak terlalu sentimentil atau emosional.

Diperlukan pihak ketiga yang dipercaya untuk memediasi konflik mereka sehingga bisa menemukan jalan keluar yang bijaksana. Selain Pemerintah, diperlukan pula keterlibatan pihak swasta, ormas, LSM serta tokoh masyarakat untuk menjadi konselor sosial atau mediator yang terpercaya dalam membantu mengurai persoalan rumah tangga. 

Keberadaan lembaga konseling profesional belum cukup memadai dari segi jumlah maupun jangkauan area yang bisa ditangani. Rata-rata hanya ada di kota-kota besar. Itulah sebabnya diperlukan konselor sosial untuk membantu memediasi persoalan hidup berumah tangga.

Dengan tiga upaya ini, berbagai dinamika hidup berumah tangga diharapkan tidak akan membuat biduk keluarga menjadi pecah dan karam. Berbagai persoalan dan konflik mampu dicarikan jalan keluar dengan tepat dan bijak, bahkan mampu menjadi penguat keharmonisan rumah tangga. Semoga kita memasuki tahun baru 2019 dengan kondisi ketahanan keluarga yang semakin membaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun