Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Bulan Mulia Bersama Keluarga

14 Mei 2018   12:53 Diperbarui: 14 Mei 2018   13:13 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foto : Gamze Bozkaya - Unsplash.com

Ketiga, Momentum Kebersamaan

Hal yang sangat berkesan dalam kehidupan keluarga selama Ramadhan adalah kebersamaan yang sangat kuat. Dalam suasana spiritual yang tinggi, hendaknya keluarga membiasakan diri dengan kebersamaan di antara semua anggotanya. Rencanakan berbagai kegiatan yang bisa meningkatkan serta menguatkan rasa kebersamaan, seperti berbuka puasa bersama seluruh anggota keluarga, menyiapkan makan sahur hingga melaksanakan sahur bersama, shalat tarawih bersama, tadarus Al Qur'an bersama, menghadiri majelis ilmu bersama, dan lain sebagainya.

Jadikan Ramadhan sebagai momentum yang menguatkan dan menyegarkan kebersamaan di antara suami, istri serta anak-anak. Kesibukan kerja, kuliah, sekolah, organisasi, bisnis dan lain-lain di luar bulan Ramadhan, kadang membuat ikatan kebersamaan menjadi memudar. Maka saat memasuki bulan Ramadhan, hendaknya dioptimalkan untuk kembali memperkokoh kebersamaan dengan semua anggota keluarga.

Di Indonesia, sangat banyak tempat yang menyajikan dan menyelenggarakan buka puasa (ifthar) bersama masyarakat. Setiap hari, jika mau, semua warga bisa mengikuti kegiatan buka puasa di masjid atau di pusat komunitas. Namun jangan sampai semua waktu habis untuk buka puasa bersama masyarakat, namun tidak memiliki waktu untuk buka bersama keluarga. Demikian pula, walaupun di setiap masjid menggelar Tarawih bersama warga, namun sempatkan waktu untuk melaksanakan shalat Tarawih di rumah bersama seluruh anggota keluarga.

Kebersamaan yang dibangun selama bulan Ramadhan akan memberikan dampak positif bagi keluarga pada bulan-bulan lainnya, karena kebersamaan yang mereka bangun berada dalam bingkai ibadah dan ketaatan kepada Allah. Sangat berbeda dengan keluarga yang melakukan aktivitas bersama, namun dalam hal yang bernilai maksiat serta mungkar. Kebersamaan dalam hal dosa dan kemaksiatan justru akan melemahkan bahkan menghancurkan kebahagiaan keluarga.

Keempat, Momentum Regulasi Emosi

Hal yang sangat kuat dibentuk dengan berpuasa Ramadhan adalah regulasi emosi. Kita berlatih kesabaran, berlatih disiplin, berlatih menahan diri, selama sebulan. Misalnya, sepanjang waktu berpuasa kita dilatih untuk tidak marah dan tidak emosional, tidak berkata-kata kotor, tidak melakukan perbuatan dosa dan tercela. Hal ini menjadikan kita memiliki kemampuan regulasi emosi yang stabil. Terbiasa mengendalikan diri, mengendalikan lisan, mengendalikan emosi, mengendalikan keinginan. Sungguh sebuah pelatihan yang sangat efektif untuk proses regulasi emosi.

Dalam kehidupan sehari-hari, sangat banyak masalah yang muncul dari ketidakmampuan melakukan regulasi emosi. Suami mudah marah kepada istri, sebagaimana istri mudah emosi kepada suami; orang tua mudah marah kepada anak, sebagaimana anak mudah emosi terhadap orang tua. Ledakan emosi dan kemarahan dalam kehidupan keseharian, kerap menjadi pemicu keretakan hubungan.

Suami sakit hati karena sering dimarahi istri,  sebagaimana istri sakit hati karena sering dimarahi suami. Anak-anak memiliki luka batin yang mendalam jika sering dimarahi orang tua. Kondisi ini membuat hubungan dalam keluarga menjadi renggang dan semakin menjauh.

Ramadhan melatih kita semua untuk disiplin dan mengendalikan keinginan. Sahur adalah bentuk pengendalian diri, puasa adalah bentuk pengendalian diri. Kita disuruh makan pada jam yang kita tidak ingin dan tidak enak untuk makan. Kita dilarang makan pada waktu-waktu yang kita sangat ingin untuk makan. Kita menahan diri dari berbagai keinginan syahwat selama berpuasa, hingga menunggu waktu Maghrib tiba. Selapar apapun, sehaus apapun, sementara ada banyak makanan lezat dan minuman segar di hadapan, kita tidak boleh untuk menikmatinya.

Kelima, Momentum Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun