Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Bulan Madu Telah Berlalu

15 Agustus 2016   06:34 Diperbarui: 15 Agustus 2016   07:17 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam menjalani kehidupan berumah tangga, suami dan istri melewati berbagai fase yang selalu berbeda-beda. Pada awal masa pernikahan, suasana keindahan masih mendominasi kehidupan mereka. Namun seiring perjalanan waktu, suasana indahnya bulan madu mulai hilang dan akhirnya mereka berada dalam suasana kehidupan yang  “senyatanya”. Pada titik ini, mulai muncul kekecewaan, pertengkaran, konflik, tangisan, dan berbagai peristiwa sedih lainnya.

Pada pengantin baru, mereka dengan mudah bisa mengabaikan faktor perbedaan dan ketidakcocokan. Keduanya berusaha untuk saling menyesuaikan dengan pasangan. Keduanya berusaha untuk lebih dalam memahami kehidupan pasangan. Suasana mabuk cinta pada kedua insan yang baru saja mengikat janji suci di KUA, membuat toleransi itu sangat tinggi. Kekurangan dan kelemahan pasangan tidak menjadi hal yang diributkan dan dipersoalkan, semua serba bisa dimaklumi. Tapi ini hanya kondisi di awal saja.

Ada masa dimana kekurangan dan kelemahan pasangan itu demikian mengganggu, bahkan dalam batas tertentu sampai ke tingkat yang diangap tidak bisa lagi ditoleransi. Di saat seperti inilah, kekecewaan mulai mengemuka, kekurangan dan kelemahan pasangan menjadi sangat dipersoalkan tanpa ada toleransi sama sekali. Konflik mulai terjadi, pertengkaran bisa muncul sepanjang hari. Suami dan istri saling melihat pasangannya sebagaimana adanya, bukan lagi sebagai pasangan yang dimabuk cinta. Mereka telah “bangun”, setelah melewati masa “jatuh” cinta.

Kapankah pertengkaran suami istri mulai terjadi? Beberapa situasi ini bisa menuntun kita memahami suasana yang terjadi dalam kehidupan pernikahan.

1.Ketika Akhir Masa Jatuh Cinta Telah Tiba

Jatuh cinta adalah masa yang bersifat sementara. Beberapa kalangan ahli menyatakan, rata-rata masa jatuh cinta hanyalah bertahan 3,5 tahun saja. Bisa kurang dari itu, atau lebih sedikit dari itu. Seseorang yang tengah mengalami jatih cinta, segala sesuatu adalah tentang si dia. Luar biasa, si dia telah menginfeksi semua kehidupannya. Pikirannya, perasaannya, kesedihan dan kebahagiaannya, bangun dan tidurnya, semua tentang si dia. Pada saat seperti ini, mereka berdua tidak pernah melihat sesuatu yang cela pada diri kekasihnya.

Semua tampak indah, semua tampak mempesona, semua tampak menyenangkan dalam jiwa. Berbagai kekurangan dan kelemahan, mudah diterima. Berbagai hal yang cela, mudah tertutup oleh sisi lainnya. Kata-kata negatif orang lain tentang si dia, dengan mudah bisa ditepiskan dan dibantahnya. Tiba-tiba ia menjadi pembela yang sangat luar biasa, tiba-tiba ia menyediakan diri untuk berkorban apa saja, demi si dia. Inilah situasi yang “abnormal”, layaknya orang yang tengah sakit jiwa. Ada reaksi kimia, biologi dan fisika pada orang jatuh cinta yang tidak dipahami oleh orang lainnya. Reaksi itu sedemikian rupa, membuat suasana serba berbunga-bunga.

Ketika masa jatuh cinta sudah mencapai batas akhirnya, maka segalanya tampak menjadi biasa saja. Perempuan yang dulu tampak begitu cantik, menarik dan menggoda, kini tampak sebagai seorang istri yang cerewet, bawel dan tidak bisa diajak bercanda. Lelaki yang dulu tampak demikian dewasa, sangat perhatian dan sangat pengertian, kini tampak sebagai seorang suami yang cuek, tidak peduli dan tidak bisa diajak bicara. Pada titik seperti ini, pertengkaran mulai terjadi, kekecewaan mulai mengemuka, konflik mulai terbuka.

2.Ketika Bulan Madu Telah Berlalu

Jatuh cinta bisa terjadi pada siapa saja, namun bulan madu biasanya dilekatkan pada pasangan yang telah melaksanakan akad nikah dan hidup berumah tangga. Masa jatuh cinta pada pasangan yang mengawali pernikahan dengan pacaran, akan bersambung dengan bulan madu setelah mereka menikah. Namun ingat, waktu anda terbatas. Jika masa jatuh cinta selama 3,5 tahun sudah dihabiskan saat pacaran, maka setelah menikah sudah tidak memiliki kenikmatan bulan madu, karena semua sudah dihabiskan di masa pacaran. Kalaupun menikmati masa bulan madu, tinggal sisa-sisanya saja.

Bagi mereka yang tidak mengawali pernikahan dengan pacaran, maka masa 3,5 tahun itu utuh bisa mereka nikmati dalam bulan madu yang menggebu. Pengantin baru bisa menghabiskan masa-masa indah berdua dalam suasana yang memabukkan dan serba menyenangkan. Pada masa pengantin baru, semua tampak indah, itu karena masih berada dalam suasana bulan madu. Berbagai kekurangan dan kelemahan pasangan mudah dimaafkan, mudah dimengerti, mudah dipahami. Bahkan kadang dianggap sebagai sesuatu yang unik menyenangkan. Hal-hal yang menjadi perbedaan dengan mudah diselesaikan dengan saling mengalah atau toleransi.

Pada saat masa bulan madu itu telah berlalu, maka segala sesuatu tampak seperti apa adanya, dan diterima sebagaimana adanya. Kekurangan dan kelemahan pasangan, benar-benar terlihat sebagai kekurangan dan kelemahan yang mengecewakan. Tidak lagi tampak sebagai hal yang unik apalagi menyenangkan, namun tampak menjengkelkan dan menyengsarakan. Berbagai perbedaan yang dulu mudah dielesaikan dengan saling mengalah, kini menjadi runcing dan tidak bisa mendapatan titik temu yang melegakan.

3.Ketika Penyesuaian Diri Tidak Kunjung Selesai

Pada pengantin baru, kedua belah pihak saling belajar dan saling berusaha menyesuaikan diri. Hidup berumah tangga menuntut adanya penyesuaian yang sangat banyak, pengorbanan yang sangat besar, pembelajaran yang sangat panjang. Pihak laki-laki tengah belajar menjadi suami yang baik, bertanggung jawab, tegas namun selalu mesra dan romantis. Pihak perempuan tengah belajar menjadi istri yang baik, melayani suami, mesra dan keibuan. Mereka berdua belajar untuk terus menerus mengerti dan menyesuaikan diri dengan harapan pasangan.

Namun ada kalanya penyesuaian diri itu tidak membuahkan hasil. Ada kalanya upaya pembelajaran sebagai suami dan sebagai istri tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan. Sudah sekian lama hidup bersama, namun tetap seperti orang asing, yang tidak saling mengerti, tidak saling memahami, tidak saling menerima kekurangan maupun kelebihan masing-masing. Pada situasi seperti itu, suami dan istri mulai merasakan kekecewaan, mulai merasakan kelelahan dan kejenuhan. Hidup berumah tangga yang semula dibayangkan penuh dengan keindahan, ternyata lebih banyak penderitaan dan pengorbanan.

Mulailah muncul saling menyalahkan, saling menuduh, saling menganggap pasangannya tidak mau mengerti, menuduh pasangannya tidak mau peduli. Pertengkaran mewarnai kehidupan berumah tangga, karena gagal menemukan saling pengertian dan penyesuaian diri setelah melewati tahun-tahun awal dalam pernikahan. Mereka bertanya, sampai kapan rumah tangga kita akan seperti ini? Apakah masa yang mereka lewati nantinya ada jaminan akan ada perubahan untuk lebih saling mengerti dan saling menyesuaikan diri?

4.Ketika Ego Tidak Bisa Ditundukkan

Pelajaran penting sekaligus berat dari suami dan istri pada masa awal hidup berumah tangga adalah bab menundukkan ego. Mereka memiliki ego yang masih sama-sama tinggi. Suami merasa perlu menjaga gengsi dan harga diri, maka ia tidak mau tampak lemah di hadapan istri. Istri merasa perlu menjaga gengsi dan harga diri, maka ia tidak mau menjadi pihak yang selalu disalahkan. Keduanya memenangkan egonya sendiri, dan tidak mau mengalah untuk semua kondisi. Di mata mereka, pasangannyalah yang salah dan harus berubah.

Pada saat kehidupan berumah tangga melewati usia yang tidak lagi muda, sementara ego keduanya tetap tidak bisa ditundukkan, maka konflik dan pertengkaran adalah akibat yang tidak bisa dihindari. Kekecewaan akan muncul dengan sangat kuat karena menganggap pasangannya tidak mau berubah menyesuaikan diri. Suami menganggap hanya dirinya yang rela berkorban, istri menganggap hanya dirinya yang melakukan perubahan demi membahagiakan suami. Keduanya saling merasa benar, dan pasangannyalah yang salah.

Ego yang sangat tinggi membawa suami istri selalu berada dalam keadaan tekanan berlebihan. Mudah tersinggung, mudah emosi, mudah terbakar kemarahan, dendam, dan kecemburuan. Pada saat seperti inilah kekecewaan bisa bertumpuk-tumpuk tanpa ada penyelesaian. Pertengkaran bisa mudah meledak tanpa ada penuntasan.

5.Ketika Hadir Pihak Ketiga Yang Menggoda

Pada awalnya, hidup berumah tangga tampak demikian kuat ikatannya. Suami dan istri berjanji untuk selalu setia sehidup semati. Seakan mereka tidak bisa saling dipisahkan satu dengan yang lainnya. Kemana-mana selalu berdua, diwarnai canda dan tawa, semua hal menjadi indah mempesona. Namun seiring perjalana usia pernikahan, situasi keindahan itu bisa berkurang dan kekuatan ikatan pun bisa memudar. Ibarat pegangan tangan, yang semula demikian kuat tak terpisahkan, lama-lama menjadi kendor dan mudah terlepaskan.

Pada situasi seperti itu, mudah muncul pihak ketiga yang menggoda kesetiaan. Istri yang kecewa kepada suami mudah curhat kepada sahabat lama, atau kepada seseorang istimewa lainnya. Mulanya hanya sekedar saling sapa, saling cerita, saling curhat biasa, lama-lama bisa berkembang menjadi jebakan suasana yang berbeda. Persahabatan mereka menjadi semakin istimewa dan membuat makin menjauh dari pasangannya. Jika tidak segera menarik diri, istri akan semakin jauh berinteraksi dengan pihak ketiga tersebut.

Suami yang mengalami kejenuhan dalam hubungan dengan istri, bisa mencari hiburan dan kesenangan dengan teman-teman perempuan di sekitarnya. Awalnya sekedar interaksi biasa saja, namun lama-lama bisa berkembang menjadi interaksi yang sangat istimewa. Pada situasi seperti ini, ia mulai menjauh dan melupakan pasangannya. Ia tergoda pihak ketiga karena mendapatkan sahabat yang mengerti dirinya dan bisa diajak bekerja sama.

Saat tautan hubungan dengan pihak ketiga ini diketahui oleh pasangan, pasti akan meledak menjadi api kemarahan, pertengkaran, konflik dan kecemburuan yang bisa berkepanjangan. Kekecewaan bisa terjadi dalam masa yang panjang dan dengan intensitas yang mendalam. Kekecewaan yang tidak mudah untuk dilupakan dan dinetralisir dengan berbagai bentuk permintaan maaf dari pasangan. Dari sini, satu persatu kekurangan dan kelemahan pasangan seperti terbuka dan tertampakkan di depan mata. Semua terlihat dengan sangat jelas tanpa bisa ditutupi lagi.

Pihak ketiga ini tidak selalu terkait dengan PIL atau WIL, namun juga bisa berupa intervensi pihak lain seperti keluarga besar. Misalnya intervensi orang tua atau mertua dalam kehidupan keluarga muda yang dianggap belum mandiri dan belum mampu menyelesaikan masalah hidup mereka sendiri. Intervensi ini ketika mendapatkan tempat pada satu pihak, akan membuat kecewa pihak lainnya. Misalnya, istri yang selalu menurut orang tuanya namun tidak menurut suami, akan menimbulkan kekecewaan pada suami, demikian pula sebaliknya.

Mengelola Rasa Kecewa

Pasangan suami istri hendaknya melewati tahun-tahun awal pernikahan dengan hati-hati, agar bisa menumbuhkan saling mengerti, salig memahami, saling menyesuaikan diri dengan pasangan. Berbagai situasi, suka dan duka, bahagia dan derita, tawa dan airmata, hendaknya selalu dihadapi bersama. Ada banyak seni dan manajemen untuk mengelola fase-fase krisis dalam kehidupan suami istri, yang harus dimengerti dan dijalani oleh suami dan istri secara bersama.

Kecewa adalah tanda cinta. Tidak akan ada kecewa jika tidak saling cinta. Maka yang paling penting adalah kedewasaan sikap dari suami dan istri dalam menghadapi semua fase kehidupan mereka. Hadapi saja, nikmati saja, karena selalu ada celah untuk bahagia, sepanjang kita mampu mengelola dengan cara dewasa.

Bahan Bacaan :

Cahyadi Takariawan, Wonderful Couple : Menjadi Pasangan Paling Bahagia, Era Adicitra Intermedia, Solo, 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun