Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

17 Oktober 59 Tahun Lalu, Angkatan Darat Mengepung Istana Negara

15 Oktober 2011   03:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:56 3554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ada sebuah peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 17 Oktober 1952, limapuluh sembilan tahun dari sekarang. Peristiwa itu adalah pengepungan Istana Negara oleh Angkatan Darat dibawah pimpinan AH Nasution. Ada sejumlah konflik di internal militer, ada pula konflik antar elit pemimpin negara dan antar lembaga negara. Ada ketidakpercayaan terhadap lembaga legislatif, namun juga ketidakpercayaan terhadap Presiden Soekarno.

Pada tanggal 17 Oktober 1952 terjadi demonstrasi di Jakarta. Semula massa mendatangi gedung parlemen, kemudian mereka menuju Istana Presiden untuk mengajukan tuntutan pembubaran parlemen dan menggantinya dengan parlemen baru serta tuntutan segera dilaksanakan pemilihan umum. Penyebab utama dari peristiwa ini adalah terlalu jauhnya campur tangan kaum politisi terhadap masalah intern Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI).

Demonstrasi ini direncanakan Markas Besar Angkatan Darat atas inisiatif Letnan Kolonel Sutoko dan Letnan Kolonel S. Parman. Pelaksanaannya diorganisasi oleh Kolonel dr. Mustopo Kepala Kedokteran Gigi Angkatan Darat dan Perwira Penghubung Presiden, dan Letkol Kemal Idris, Komandan Garnisun Jakarta. Seksi Intel Divisi Siliwangi mengerahkan demonstran dari luar Ibukota dengan menggunakan kendaraan truk militer.

Pada waktu itu, Pasukan Tank muncul di Lapangan Merdeka, dan beberapa pucuk meriam diarahkan ke Istana Presiden. Peristiwa 17 Oktober 1952 ini diupayakan diselesaikan melalui pertemuan Rapat Collegial (Raco) tanggal 25 Februari 1955 yang melahirkan kesepakatan Piagam Keutuhan Angkatan Darat yang ditandatangani oleh 29 perwira senior Angkatan Darat.

Saat Abdurrahman Wahid menjadi Presiden RI, berulang-ulang mengingatkan peristiwa itu di berbagai kesempatan. Mungkin itu dilakukan sebagai warning pada Militer bahwa ia tidak takut sejarah akan berulang. Presiden Wahid berujar bahwa BungKarno tidak gentar menghadapi ancaman tentara begitupun dirinya. Pesan yang ingin disampaikan kurang lebih, ia tidak akan mundur atau mengundurkan diri dari jabatannya sebelum tahun 2004, apapun resikonya. Namun ternyata Gus Dur berhenti sebelum masa kepemimpinannya berakhir.

Peristiwa Spontan

Menurut Harry Kawilarang, peristiwa 17 Oktober 1952 adalah suatu gerakan spontan dalam bentuk demonstrasi yang dimotori sejumlah perwira AD. Demonstrasi diikuti ribuan massa sempat memasuki dan mengobrak-abrik ruang sidang Parlemen. Mereka lalu berkumpul di depan Istana Merdeka. Di sana sudah siap pasukan kavaleri dan artileri Angkatan Darat lengkap dengan kendaraan lapis baja. Laras meriam dari pasukan artileri diarahkan ke Istana.

Para demonstran mengajukan tuntutan agar Presiden membubarkan Parlemen, karena dinilai tidak membawakan aspirasi rakyat. Agar diadakan pemilihan umum untuk menentukan anggota Parlemen baru. Berbagai spanduk bertuliskan "Bubarkan Parlemen," "Adakan Segera Pemilihan Umum," "Pergunakan Pasal 84 Undang-undang Dasar Sementara," dan sebagainya.

Presiden Soekarno menyatakan tidak akan membubarkan Parlemen, karena tak mau menjadi diktator. Sebagai orator ulung, Soekarno berhasil membubarkan para demonstran. Kolonel Nasution diberhentikan. Bahkan posisi KSAP dihapuskan, untuk mendepak Simatupang.

Catatan Berulang: Tidak Kompak

Ternyata carut-marut antar lembaga penyelenggara negara sudah terjadi sejak zaman Soekarno sampai zaman Susilo Bambang Yudhoyono. Konflik di tubuh militer, dari dulu sudah ada. Konflik antara Pemerintah dengan legislatif, dari dulu juga sudah ada. Ketidaknyamanan militer kepada lembaga legislatif, dari dulu sudah ada. Catatan sejarah hanya berulang, dan kita gagal menghentikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun