Mohon tunggu...
Syauqi Ulun
Syauqi Ulun Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Money

Distribusi dalam Perspektif Islam

12 Oktober 2016   20:56 Diperbarui: 12 Oktober 2016   21:05 3204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

اَسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِوَبَرَكَاتُهُ

Salam sejahtera buat para pembaca, masih ingatkah dengan saya. Kalau tidak ya sudahlah, hehe... Baiklah, langsung pada inti pembuatan artikel ini. Disini saya akan membahas tentang distribusi dalam pandangan Islam, artikel ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Hadits Ekonomi.

Distribusi Dalam Perspektif Islam

Pengertian distribusi menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah penyaluran (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau ke beberapa tempat; pembagian barang keperluan sehari-hari (terutama dalam masa darurat) oleh pemerintah kepada Pegawai Negri, penduduk, dsb.

Sedangkan menurut beberapa pakar-pakar ekonomi mengartikan distribusi berbeda-beda antara lain:

  • Menurut Winardi (1989:299), Saluran distribusi merupakan suatu kelompok perantara yang berhubungan erat satu sama lain dan yang menyalurkan produk-produk kepada pembeli.
  • Menurut Warren J. Keegan (2003), Saluran Distribusi adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai industri.

Dapat diambil kesimpulan dari beberapa pendapat diatas kalau distribusi secara umum adalah proses penyaluran suatu hasil produksi barang atau jasa dari produsen ke konsumen untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan distribusi menurut perspektif Islam memiliki makna yang lebih luas cangkupannya, mulai mengikuti dari peraturan atau cara kepemilikan dalam distribusi, unsur-unsur produksi, dan sumber-sumber barang atau jasa.

Secara umum Islam mengajarkan tata cara atau mekanisme berbasis moral dalam pemeliharaan keadilan dan kesejahteraan sosial dalam bidang ekonomi, terutamanya dalam bidang distribusi. Meskipun Islam itu memberi kewenangan kebebasan kepada manusia untuk memiliki dan melakukan semua apa yang disuka dan apa yang diinginkan dengan menggunakan cara yang mereka kehendaki. Namun, dalam tanda kutip “Jangan sampai membuat atau merusak kesejahteraan kehidupan orang lain” karena hidup kesejahteraan manusia tidak hanya pada hasil produksi, melainkan juga pada distribusi atau penyaluran yang benar.


Sebagaimana telah diketahui bahwasanya Nabi Muhamad SAW. terlahir dari keluarga pedagang dan beristrikan seorang pedangan yaitu Siti Khatijah ra., saat beliau belum menikah dengan Khatijah ra. beliau merupakan salah satu bawahan Siti Khatijah ra. yang paling dikagumi oleh Siti Khatijah ra. pada masa itu karena teknik pemasaran beliau. Pada saat itu Nabi Muhamad SAW. telah mengajarkan dasar-dasar nilai pendistribusian yang benar yaitu dengan kejujuran dan ketekunan.

Syari’at Islam sangat konsen terhadap anjuran dalam berpegang teguh terhadap nilai-nilai kejujuran dalam bertransaksi. Firman Alloh SWT. dalam QS. al-‘Ahdzab ayat 70 dan 71 yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh, dan katakanlah perkataan yang tepat – benar (dalam segala perkara). Supaya Ia memberi taufik dengan menjayakan amal-amal kamu, dan mengampunkan dosa-dosa kamu". (QS. al-‘Ahdzab: 70-71)

Prinsip yang dibangun diatas nilai moral Islam dalam distribusi Negara adalah keadailan. Objektivitas distribusi berbasis Islam pada level Negara terkait dengan penjaminan level minimum kehidupan bagi mereka yang berpendapatan dibawah kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar. Negara wajib bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan materi bagi lingkungan sosial maupun individu dengan memaksimalkan pemanfaatan atas sumber daya yang tersedia. Karena itu, Negara dan penguasa wajib mengaluarkan kebijakan yang mengupayakan stabilitas ekonomi, pembangunan sosial ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang merata dll.

Secara umum sistem distribusi dalam Islam merealisasikan tujuan umum syari’at Islam, diantarnya:

  • Tujuan Dakwah
  • Tujuan Pendidikan
  • Tujuan Sosial
  • Tujuan Ekonomi
  • Etika dalam distribusi yang baik:
  • Selalu menghiasi amal dengan niat ibadah dan ikhlas.
  • Transparan dan kondisi barangnya halal serta tidak membahayakan.
  • Adil dan tidak mengerjakan ha-hal yang dilarang dalam Islam.
  • Tolong menolong, toleransi dan sedekah.
  • Tidak melakukan pameran barang yang menimbulkan persepsi.
  • Tidak pernah lalai ibadah karena kegiatan distribusi.
  • Larangan ikhtikar sebab akan menyebabkan kenaikan harga.
  • Mencari keuntungan yang wajar.
  • Distribusi kekayaan yang meluas.
  • Kesamaan sosial.

Islam telah melarang penimbunan atau hal-hal yang menghambat pendistribusian barang sampai ke konsumen. Menimbun adalah membeli barang dalam jumlah yang banyak kemudian menyimpannya dengan maksud untuk menjualnya saat atau dengan harga tinggi. Penimbunan dilarang dalam Islam hal ini dikarenakan agar supaya harta tidak hanya beredar di kalangan orang-orang tertentu. Seperti dalam sebuah Hadits riwayat Muslim:

عن مَعْمَرِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ» (رواه مُسْلِمٌ)

Artinya: “Dari Ma’mar ia berkata, Rasul SAW. bersabda: barang siapa yang menimbunbarang, maka ia bersalah (berdosa)” (HR. Muslim).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun