Mohon tunggu...
Sahyul Pahmi
Sahyul Pahmi Mohon Tunggu... Masih Belajar Menjadi Manusia

Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan. Email: fahmisahyul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Motor Ayah, Saksi Pernikahan dan Jalan Pulang ke Rumah Nenek

9 Juli 2025   00:15 Diperbarui: 9 Juli 2025   16:12 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Dokumentasi Pribadi Hasil Generate AI/chatgpt.com

Zahira, kamu kini sudah memasuki bulan keempat usiamu. Waktu seperti berlari, tapi tawamu membuat segalanya terasa berjalan perlahan.

Dua kali sudah kamu saya bonceng naik motor ke rumah nenekmu di Maros. Dua kali pula dada saya dipenuhi antara takut dan lega.

Takut karena membonceng bayi mungil di tengah jalanan Makassar yang kadang seperti arena balap liar. Tapi juga lega, karena saya ingin kamu tahu sejak dini, bahwa dunia ini tidak hanya berupa mainan gantung dan lagu pengantar tidur.

Saya ingin kamu mengenal jalan raya.

Jalan yang tidak selalu ramah. Jalan yang berlubang dan macet. Jalan yang kadang jadi metafora kehidupan. Dan jalan itu pula yang telah menjadi saksi dua hal: perjalanan hidupmu, dan sejarah kecil ayahmu dengan motor yang menggendongmu.

Mungkin kamu belum tahu, Nak. Tapi motor yang kau duduki itu bukan sembarang motor. Ia bukan hanya alat transportasi. Ia adalah saksi bisu pernikahan saya dan ibumu.

Tepat dua hari setelah kami menikah, saya mencicil motor itu. Sebuah keputusan impulsif tapi penuh keyakinan, seperti kebanyakan keputusan laki-laki yang baru saja menyandang gelar suami.

Bayangkan, baru saja selesai mencuci baju sisa resepsi, saya sudah duduk di dealer motor, menandatangani surat cicilan dengan wajah penuh optimisme, meski rekening tabungan seperti perut sedang puasa.

Tapi saya yakin, motor itu akan menjadi kendaraan bukan hanya fisik, tapi juga simbolis. Ia akan mengantar saya ke tempat kerja, ke pasar, ke rumah mertua, ke puskesmas, ke masjid, dan ke banyak titik dalam hidup saya yang baru: rumah tangga.

Dan hari ini, motor itu membawa kamu. Anak dari perempuan yang dulu saya bonceng pertama kali sebagai istri. Ada keharuan yang tak bisa diucapkan ketika saya melihat kamu tertidur di boncengan depan, kepala mungilmu bersandar ke dada saya, seolah mengatakan: "Ayah, lanjutkan. Aku percaya."

Kamu mungkin belum paham, Nak. Tapi di setiap kilometer yang kita tempuh, ada cerita yang ikut bergerak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun