Rasanya, kita tak perlu terlalu bingung dengan keadaan hari ini. Kita juga tak perlu galau gara-gara Kurikulum Darurat melahirkan banyak opsi. Hadirnya opsi malah memungkinkan para guru untuk lebih fleksibel dalam mengajar.
Begitu pula dengan orang tua siswa. Sebagai "Penonton" aksi KPAI, kitalah yang sesungguhnya lebih mengerti dengan kurikulum. Mengapa kok begitu?
Sejenak, cobalah kita lihat rumah, kita amati keluarga. Tanpa kita sadari, keluarga beserta segenap lingkungannya adalah Kurikulum Pertama bagi anak-anak kita.
Bersama orang tua, anak telah belajar membaca, belajar berperilaku, serta belajar menjadi sosok yang berkarakter. Jadi, orang tualah yang pertama kali menciptakan Kurikulum.
Nah, orang tua saja sudah mampu menciptakan dan menjalankan Kurikulum Pertama, apalagi guru?
Di sekolah, guru yang paling mengerti apa-apa saja kebutuhan siswa, guru yang lebih paham seperti apa karakter mereka, dan guru pula yang lebih mengerti bagaimana sesungguhnya kondisi sekolah tempat mereka mengajar.
Dari sini saja, kita sudah boleh mempunyai anggapan bahwasannya akan lebih baik bila guru itu sendiri yang memilihkan kurikulum untuk siswanya. Terlebih lagi jika ada kolaborasi antara guru dan orang tua, kiranya kurikulum itu lebih bagus lagi.
Dan sayangnya, Bu Retno malah melemparkan kegelisahan bin kegalauan kepada para penonton. Padahal, seharusnya jangan begitu. Sebagai lembaga yang mengurusi hak-hak anak terutama di bidang pendidikan, KPAI sesungguhnya perlu memberikan pengertian dan pencerahan.
Seperti halnya Kurikulum Darurat yang baru saja diluncurkan ini, jangan langsung disalahkan hanya gara-gara tidak dijadikan alternatif. Selain karena kondisi hari ini yang sedang darurat dan pandemi, para juga juga perlu dibebaskan untuk memilih kurikulum yang terbaik sesuai kondisi.
Yang jelas, kemarin kita sudah menanti-nanti hadirnya Kurikulum Darurat. Bahkan ada sebagian orang yang sampai berkirim surat terbuka untuk Mas Menteri.
Artinya, jelaslah oleh kita tentang apa yang dibutuhkan hari ini, kan?
Seperti kata Kompasioner bang Bayu Samudra, mengingat situasi dan kondisi, saat ini harus ada dan memang diperlukan suatu Kurikulum Pendidikan Jarak Jauh. Kita jatuh, kita merangkak lagi. Dunia pendidikan kehilangan porosnya. Jalani dan Enjoy Aja.