Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Benarkah Guru yang Belum Menikah Jauh "Lebih Gesit"?

4 Agustus 2020   13:22 Diperbarui: 6 Agustus 2020   04:06 661
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Guru Muda dan Belum Menikah. Gambar oleh Andrea Piacquadio dari Pexels.

Selalu begitu?
Kadang-kadang Begitu?
Jarang begitu?
Atau, tidak benar begitu?

Duh, sampai harus melemparkan skala Likert untuk menjawab pertanyaan yang tertera pada judul tulisan ini. Tapi, tidak perlu sampai begitu lah, ya. Tapi lagi, kalaulah di suatu hari pertanyaan ini akan sampai kepada Anda, Anda akan jawab apa?

"Benarkah guru yang belum menikah lebih gesit daripada yang telah berkeluarga?"

Jika pertanyaan ini hinggap di kalangan guru-guru muda yang belum menikah, yang sering "dipuji-puji" oleh guru senior dengan kalimat "engkau anak muda, engkau lebih gesit" maka bisa jadi anggapan bahwa para pendidik muda lebih gesit itu benar adanya.

Secara, guru-guru senior barangkali sudah nyaman, sudah betah dengan keadaannya hari ini. Ruang kerja dan ruang kehidupannya sudah lebih luas bahkan lebih lebar dibandingkan guru-guru muda yang belum menikah.

Jika guru-guru muda masih mampu jalan-jalan setelah kerja, masih sering begadang dan nonton bola, maka jelaslah guru-guru senior langsung kalah telak. Mereka sangat jarang bisa keluyuran setelah kerja, apalagi sampai begadang dan nonton bola. Apa nanti kata keluarga?

Para guru yang sudah berkeluarga harus punya manajemen waktu dan tenaga yang luar biasa. Mereka tak bisa lagi bersikap seperti anak muda yang suka berleha-leha, apalagi sampai melakukan kegiatan yang tak terlalu berguna. Ngumpul-ngumpul dengan teman semasa kuliah, hari ini sudah tambah susah.

Guru-guru senior sudah berpikir tentang mau makan apa mereka esok pagi, bagaimana caranya mendapatkan uang lebih karena anak-anak mereka mau sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Maka dari itulah, cukup wajar kiranya jika mereka para guru yang sudah berkeluarga ini suka memberikan cap "gesit" kepada guru-guru muda yang belum menikah.

Tapi, apakah anggapan ini selalu benar? Coba kita lemparkan pertanyaannya sekali lagi:

"Benarkah guru yang belum menikah lebih gesit daripada yang telah berkeluarga?"

Jika pertanyaan ini hinggap di kalangan guru-guru muda yang belum menikah, kemudian mereka sering melihat gerak-gerik para guru senior yang luar biasa hingga mau menjadikannya salah satu inspirasi kerja, maka bisa dipastikan bahwa kegesitan bukanlah milik mereka yang belum menikah saja.

Terang saja, tidak semua guru-guru yang berkeluarga cukup betah dengan karier mereka hari ini, tidak semua guru betah dengan "kenyamanan" posisi hari ini, serta tidak semua guru betah bila harus berlelet-lelet ria.

Artinya? Ada integritas di hati mereka. Ada prinsip yang kuat dan mungkin sudah tertanam di hati, jauh sebelum mereka menjadi guru dan kemudian berkeluarga. Inilah guru-guru yang layak untuk dijadikan panutan.

Baik yang tua maupun yang muda, baik yang sudah berkeluarga maupun yang belum menikah, semua berhak menginspirasi serta menebarkan teladan yang baik hingga ke ujung dunia.

Jawabannya: Tidak Semua Guru yang Belum Menikah Itu Gesit, dan Tidak Semua Guru yang Sudah Berkeluarga Itu Lelet

Guru muda dan guru yang belum menikah, darahnya mungkin masih panas, mengalir deras, dan menggelora. Yang membuat darah itu panas adalah ambisi, yang membuatnya mengalir deras adalah mimpi, dan yang membuatnya menggelora adalah peningkatan karier yang lebih tinggi.

Ketika ambisi, mimpi dan keinginan untuk meningkatkan karier ke jenjang yang lebih tinggi disatukan, maka lahirlah kata "gesit".

Penting bagi seorang guru yang belum menikah untuk mendapatkan "esteem" dari para seniornya yang sudah berkeluarga. Dari sana, uji coba kerja yang dilakukan akan menjadi sebuah pengalaman, dan pengalaman itu akan berbuah pengakuan.

Apa enaknya diakui? Apa enaknya mendapat label "guru muda dan guru yang belum menikah itu lebih gesit"?

Wuih, enak dong. "Sense of Participation" mereka akan terpenuhi. Sense of Participation adalah kebutuhan akan perasaan diikutsertakan. Saat kebutuhan ini sudah terpenuhi, akan ada dampak psikologis positif yang bisa ia dapatkan.

Misalnya tentang keyakinan diri, menghargai pengalaman dan kerja keras diri, hingga menguatkan tanggung jawab diri. Bukankah hal-hal ini penting untuk peningkatan karier seorang guru ke depannya?

Tapi, sayangnya tidak semua guru yang belum menikah mau bergesit-gesit ria. Ada pula sebagian dari mereka memilih menjadi guru gara-gara tidak ada pekerjaan lain yang sesuai dengan ijazahnya. Ada pula sebagian guru yang mengajar, tapi bukan pada bidangnya.

Temuan-temuan seperti ini sungguh telah menghambat kegesitan seorang guru. Bagaimana tidak terhambat, pandangan tentang karier akan semakin sempit karena susahnya mendapat pekerjaan yang pas di hati. Tambah lagi jika gajinya tidak sesuai. Bisa semakin "angin-anginan".

Kalau sudah seperti ini, bagaimana? Yang jelas, jangan patah arang. Terkadang, kita perlu menyakini adanya "Kekuatan Doa". Doalah yang bisa menjawab keringat, kerja keras serta usaha. Toh, masih muda, kan? Darahnya masih panas, mengalir deras, dan menggelora.

Nah, apakah darah yang masih panas karena kegesitan hanya milik guru-guru muda yang belum menikah saja? Tentu saja tidak. Guru-guru yang sudah berkeluarga dan mendekati usia senja juga banyak yang gesit. Mereka tidak mau berlelet-lelet ria menikmati rasa aman dan nyaman.

Retno menggendong Fakhri saat mengajar (foto: Sindo TV/Rustaman Nusantara) via Okezone.
Retno menggendong Fakhri saat mengajar (foto: Sindo TV/Rustaman Nusantara) via Okezone.

Buktinya? Ada banyak. Kalau tidak percaya, cobalah amati guru-guru senior di sekolahmu. Pasti ada, karena di sekolah saya pun ada. Walaupun tidak semua.

Pasti ada di antara mereka yang kalau datang ke sekolah selalu tepat waktu, mengumpulkan administrasi pembelajaran selalu nomor satu, dan saat dimintai solusi pasti langsung unjuk jari lebih dahulu.

Karena "ulah" mereka, guru muda yang belum menikah akan semakin terpacu untuk menjadi pribadi yang lebih gesit. Ya iyalah. Malu dong! Masih muda tapi terkesan berlelet-lelet ria. Pasti langsung bergelojak hatinya. Hohoho

Sejatinya, kita selalu bangga dengan orang-orang yang mau dan berusaha berbuat lebih baik dari hari kemarin. Mereka sebenarnya sudah mendapat rasa aman, sudah mendapat pengakuan. Tapi, aktualisasi dirinya seakan tidak pernah habis.

Tambah lagi jika kita berkisah tentang pengabdian. Ternyata, status bukanlah halangan bagi mereka untuk mengibarkan teladan pengabdian ke seluruh tiang-tiang penopang pendidikan di negeri ini.

Darinya, pasti ada rasa bangga yang menyelimuti pikiran kita. Bangga telah mengenal mereka, dan bangga untuk menjadi orang-orang seperti mereka.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun