Jika tidak, keesokan harinya suasana ruang kerja akan berkecamuk, tidak lagi kondusif, dan tidak pula nyaman untuk ditempati. Umpatan pula tak akan segera berhenti, dan mirisnya mereka akan masing-masing menjauhkan diri. Jika pun mereka berdekatan di ruang kerja, mereka tidak mau berkomunikasi, berjabat tangan, ataupun sekadar saling lirik.
Keadaan ini sungguh menyedihkan dan menambah kesusahan hidup. Terlebih lagi jika pihak pengumpat membutuhkan bantuan pihak yang kena umpat, maupun sebaliknya. Putusnya komunikasi dan silaturahmi akibat umpatan akan mengecilkan "jarak pandang".
Karena keterbatasan jarak pandang, hal yang sebenarnya baik akan selalu ternilai buruk. Apalagi hal yang buruk, meskipun itu kecil malah akan dibesar-besarkan hingga seluas langit. Padahal kesalahan kecil sejatinya bisa dengan mudah dihapuskan dengan senyum. Tapi, apalah daya jika hati sudah tergores dan tertusuk umpatan.
Bina Sikap Dalam Ruang Kerja
Dalam bekerja, kita harus pandai-pandai bersikap, mengambil sikap, dan memutuskan sikap. Perseteruan di ruang kerja memang kadang kala susah untuk dihindari, tapi itulah kenikmatan dalam bekerja. Terlebih jika sedang menghadapi tekanan tinggi, sontak mulut ini bisa memuntahkan virus dan bakteri ketersinggungan.
Adegan selanjutnya adalah bagaimana kita mengambil sikap. Mau makan hati dengan menelan muntahan virus dan bakteri tadi, atau tetap memakan roti sambil berpaling dari ketersinggungan. Hal ini akan terus terjadi semasa kita bekerja, dan butuh kontrol diri untuk menghadapinya.
Ruang kerja pun tidak mau ada keributan dan ketersinggungan. Apalagi jika isi ruang kerja itu hanya terdiri dari beberapa orang saja. Tentu ruang kerja akan senantiasa berteriak "kenapa di sini sepi ya? Mana temanku? Kenapa tak terlihat lagi tegur sapamu? Kenapa hadirmu yang bersama nyatanya tak ada kebersamaan? " dan sebagainya.
Kita perlu memahami etika dalam bekerja. Baik pimpinan kerja, pegawai tetap, maupun pegawai kontrak sudah punya tugas dan kamplingannya masing-masing.Â
Pimpinan, secara formal memang lebih tinggi dibandingkan pegawai tetap maupun kontrak, namun itu hanyalah titipan Tuhan saja, yang bisa diambil dan ditarik kapanpun Tuhan mau.
Maka darinya, pimpinan tetaplah bekerja layaknya teladan bagi para pegawai, bukan malah memanfaatkan pegawai dengan sesuka hatinya. Bukan pula "unjuk-unjuk" diri memamerkan derajatnya dengan menghinakan. Dan bukan pula dengan berjalan angkuh sambil menepis saran.
Pegawai tetap dan kontrak pun demikian. Jangan hanya karena sudah pegawai tetap, bisa bersikap lalai dan memandang rendah orang lain.Â