Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kasih PR Tidak Boleh, Ranking Juga: Apa Benar Ini Sekolah?

8 September 2019   13:48 Diperbarui: 10 September 2019   06:14 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengerjakan PR. (Gambar dari The Rowans School--rowans.org.uk)

Kalau tidak ada PR, kapan siswa bisa "terpaksa" mengulang pelajaran? 
Kalau tidak ada ranking, bagaimana siswa bisa bersemangat belajar?

Sudah setahun lebih Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan semua guru di Indonesia untuk tidak lagi memberikan PR kepada siswa. 

Alasannya sejalan dengan revisi Kurikulum 2013 yang ingin menerapkan pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas yang bermakna guru harus menyelesaikannya cukup di sekolah saja.

Di lansir dari jpnn.com, pada 20 Juli 2018 lalu Muhadjir Effendy meminta seluruh guru di Indonesia untuk tidak lagi memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada siswa. Guru diminta menuntaskan pelajarannya di sekolah tanpa membebani siswa lagi.

PR dianggap oleh Mendikbud telah membebani siswa dan juga menghambat siswa dalam belajar tuntas. Mendikbud bahkan menyebutkan alternatif PR yang dianjurkan presiden, seperti membantu orang tua ataupun menjenguk temannya yang sakit.

Sepertinya, semakin kesini semakin banyak kesenjangan pada Kurikulum 2013. Pada awal-awal diterapkannya Kurikulum 2013 pula seperti itu. Contohnya pada tahun 2014, saat Kurikulum 2013 diberlakukan. 

Saat itu sistem ranking dihapuskan, karena dianggap akan menjadikan siswa egois, sombong, dan tidak mau berbaur dengan teman.

Pertanyaannya sekarang: Jika siswa egois, sombong, tidak mau bergaul dan berbaur dengan temannya, apakah guru akan rela memberikan ranking 1 kepada siswa itu?

Tentulah tidak. Biarpun siswa itu tinggi nilai akademiknya, jika tak punya adab terhadap ilmu maka tidaklah pantas baginya mendapat ranking. Saya rasa semua guru pasti setuju. Apalagi dengan unsur-unsur penilaian Kurikulum 2013 yang ruang lingkupnya tidak terbatas pada aspek akademik saja.

Seperti yang kita ketahui, aspek penilaian Kurikulum 2013 ada 4 yaitu aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap sosial, dan aspek sikap spiritual. Dari sini, mestinya Kurikulum 2013 adalah dasar terbaik dari guru dalam menentukan ranking.

Siswa yang mendapat ranking tertinggi, nilai keempat aspek ini tentu harus tuntas. Jika hanya tinggi pada aspek pengetahuan dan keterampilan saja, sedangkan nilai sosial dan spiritualnya rendah, maka tidak layak siswa itu mendapat ranking.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun