Berbagai kegiatan manusia terjadi setiap hari. Ada kegiatan perorangan, kelompok dan komunitas.Â
Secara pribadi, aktifitas harian memerlukan jeda sesaat. Bekerja di ladamg sejak pagi, seorang petani rata-rata melakukan break sejenak dari aktifitasnya pada rentang pukul 09-10 pagi. Momen break ini terulang lagi di jam 2.30-3.30 sore. Jika kegiatan berlangsung hingga malam, mama break di malam hari pun ada.Â
Kegiatan yang dilakukan oleh kelompok dan komunitas pun tak lepas dari break serupa dan pada waktu yang identik. Rapat kepala sekolah dengan wakasek, MGMP mata pelajaran, KKG, FGD, hingga kegiatan sekelas seminar dan workshop.
Mengapa harus ada coffee break? Mengapa tidak ada tea break atau milk break? Saya pun tak tahu jawabannya. Kok setiap ada sesi break untuk minum di sela-sela bekerja, rapat, dll disebut coffee break. Padahal minumnya bukan hanya kopi, masih ada teh, susu, kopi susu dan air putih ditambah makan kue/snack.
Terlepas dari keunikan penggunaan nama coffee break, menurut saya sesi ini adalah sesi yang sangat bermanfaat bagi tubuh. Bekerja atau duduk ikut dua-tiga jam kadang membuat jenuh. Fisik mulai kurang stabil, pikiran pun demikian.Â
Nah, dengan adanya "tradisi" coffee break ini, bagi saya perannya adalah sebagai booster bagi fisik dan pikiran kita. Ketika pikiran sudah lemas, coffee break memulihkannya kembali.Â
Lewat coffee break pula, kadang Kala menjadi penemuan solusi dan penyelesaian masalah. Suasana coffee break yang santai turut menyumbang hal-hal positif untuk tubuh dan pikiran.
Sejak tadi malam saya mengikuti kegiatan Seleksi dan Pengembangan Guru Smart School tahun 2023. Kegiatan ini berupa seminar, talk show dan wawancara. Sudah tiga kali sesi coffee break kami jalani.Â
Jadi, entah coffee break minum kopi atau cuma minum teh dan air putih, coffee break, sengaja atau tidak adalah pemecah suasana kejenuhan.
Apakah Anda sepakat? Hehehehe