Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pak Dhe, "Branded" dan Barter

4 Januari 2018   11:22 Diperbarui: 4 Januari 2018   11:25 709
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepatu lapangan I Foto dokumentasi pribadi

"Kakak, Pak Dhe, pakai sepatu kets merah," teriak temanku yang sedang istirahat di pondok kebun*).

"Memangnya kenapa?" teriakku.

"Mintalah ke istrimu untuk belikan sepatu lapanganmu," katanya sambil keluar dari pondok setinggi satu setengah meter itu.

Aku yang lagi berkalang tanah dan memegang cangkul tersenyum. Temanku berlari dan memberikan telepon pintarnya. Aku menolak karena tanganku penuh dengan tanah. Akhirnya dia yang menunjukkan dan menggeser-geserkannya agar aku bisa membaca beritanya.

Usai membacanya. Aku kembali tersenyum.

Aku menanami pinggiran kebun dengan cabai rawit, kemangi, laos, daun sop dan daun bawang. Kangkung dan bayam pun ada. Aku berharap agar setiap jengkal tanah ini bermanfaat tidak saja untukku tetapi juga teman-teman yang sudah bergotong royong untuk mewujudkan mimpi kami punya kebun. Kalaupun ada warga sekitar yang membutuhkan kami berikan.

Jelang siang kami beristirahat. Nasi yang ditanak dengan kayu bakar sudah matang. Makan dengan dadar telur pedas dan rebusan kangkung plus kerupuk terasa nikmat.

Aku pun mengirim  link  berita tersebut ke istri melalui WA. Sekitar sejam kemudian baru ada balasan.

"Terus maksudnya apa," tanya istriku.

"Maksudku apakah aku sudah bisa dibelikan sepatu baru. Sepatu casual yang ada sudah dua kali dijahit. Kulitnya juga sudah terkelupas. Sepatu lapangan juga sudah dijahit"

"Kamu itu seperti Kakak, Kevin dan Kayla. Kalau keinginan belum tercapai belum menyerah"

Membaca balasan WA istriku membuatku tersenyum. Kubalas...

"Sepatuku rusak. Sepatu sekarang kebutuhan. Bukan keinginan apalagi gengsi"

"Ya, ya, ya. Kalian semua branded"

"Upss.. Sandal dan sepatumu itu Scholl. Jangan bilang branded lagi ya kalau belum baca tulisan Gustaaf" **)

Tak ada jawaban. Sepertinya itu pukulan telak. Sore baru ada balasan.

"Awet itu. Dan buktinya sampai sekarang masih dipakai ke mana-mana"

"Oke... Nanti aku beliin. Tapi dengan satu syarat"

"Apa?"

"Kau motivasi Kakak agar dia tidak ceroboh lagi. Disiplin bangun pagi. Disiplin buang sampah rumah. Disiplin bantuin adik-adiknya belajar"

"Oke"

"Aku beliin ini sebenarnya adalah urusan keawetan barang. Urusan ketenagaankerjaan. Urusan ekonomi makro. Aku bersyukur kalau branded itu dibuat di Indonesia. Artinya trickle down effect nya luas sekali bagi tenaga kerja Indonesia. Bukan gaya"

"Siap Bu SMI"

"Deal ya, kau urus Kakak"

"Deal"

"Artinya sepatumu aku beliin setelah mid semester. Itu baru kelihatan kinerjanya Kakak khan"

"Ampuun DJ...."

Aku pastikan istriku akan tersenyum dengan penuh kemenangan karena masih bisa ngulur waktu. Tapi terserahlah yang paling penting aku dibelikan sepatu baru. Itu yang penting.

Untuk urusan Kakak,  aku harus putar otak. Lelaki yang sudah beranjak dewasa ini memang pintar, masuk tiga besar di kelas tetapi agak sembrono.

Sore itu aku  video call  dengan Kakak dan kutunjukkan ayamnya di kebun yang sudah menetas. Jumlah ayamnya sekarang jadi 6 ekor. Kakak pun teriak kegirangan.

Aku jelaskan kalau libur semester depan mau ke kebun lagi, tidur di tenda dan ada api unggunnya serta makan ubi bakar ada syaratnya.

Syaratnya seperti yang istriku sampaikan padaku bahwa dia harus disiplin. Kakak pun setuju. Apalagi disampaikan kalau nanti akan diajak ke kebun teh di Gunung Dempo.

"Kakak, mohon kerjasamanya ya. Kalau ayah sedang tak ada di rumah, Kakak lah lelaki utama di rumah, menggantikan ayah menjaga Ibu dan adik-adik".

"Siap Ayah. Ayah baik baik saja di kebun  ya. Jangan sering-sering melirik  badai pegunungan".

Aduh... itu pesan istri padaku setiap dia akan meninggalkan kebun atau ketika aku akan ke kebun, kok Kakak bisa ikut ngomong.  Wakkkkk.

Malam ini aku di kebun tidur nyenyak. Sekitar pukul 03.38 dini hari aku terbangun.

Minum air putih dan duduk ditemani suara jangkrik dan suara-suara khas perkebunan di Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra. Aku lupa menanyakan merek sepatu yang akan dibelikan.

Kok puzziing. Yang penting gratis, barter memotivasi Kakak dan dapat sepatu. Lihat WA, Kakak minta beliin hammock dan pengen tidur di kebun di antara pepohonan saat libur nanti. Ini baru  angin ributbagi kantong. He he he.  Upss.  Kalau anak disiplin kan aku juga yang untung dan keren bergengsi waktu ambil raport.  Jiaaahhhhh.

Sudahlah nggak usah pusing mikirin merek. Paling penting dibeliin, sepatu baik yang bermerek maupun yang tidak bermerek. Semahal apapun sepatu kan tetap diinjak juga bukannya ditenteng untuk dipamerin mereknya.

Salam dari Puncak Punggung Bukit Barisan Sumatra

Tulisan ini tidak ada kaitan dengan siapapun. Nama ataupun kejadian hanyalah rekaan belaka, berita menginspirasi untuk penulisan cerpen dan membuka pikiran menambah pengetahuan dan wawasan.

logo-kompal-baru-5a4da9cdb9850c45555fd802.jpg
logo-kompal-baru-5a4da9cdb9850c45555fd802.jpg
http://nasional.kompas.com/read/2018/01/02/12464921/resmikan-kereta-bandara-ini-alasan-jokowi-pakai-kaus-dan-sepatu-kets

https://www.kompasiana.com/gustaafkusno/salah-kaprah-soal-istilah-branded_54f75a33a3331145338b4644

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun