“Sabar...”.
“Kau yang lagi jatuh cinta, enak-enak bae. Kami yang nak masuk kuliah pagi ini yang susah,” katanya sambil masuk ke kamar mandi. Ketika aku melewati kamar mandi lainnya ternyata ada 2 kamar mandi yang kosong. “Dasar tidak suka lihat orang senang,” rutukku dalam hati.
Hari ini tepat tiga bulan aku menyatakan perasaanku pada penari. Hari ini juga aku merasa nelangsa karena penari tak memberi jawabannya. Bahkan sudah 3 bulan aku tak bisa menjumpainya walau telah ku ubek-ubek kampus FK setiap hari. Dia menghilang.
Sambil mematut diri aku memakai baju biru lengan panjang yang kugulung. Satu-satunya baju kerajaan alias yang terbaik yang aku punyai. Ah...benar kata Raja Oma, 1 hari tak bertemu hatiku rasa rindu, apalagi ini sudah 3 bulan.
Aku pun berjalan dengan gontai hari ini. Sapaan Santi untuk sarapan dulu di bulan tua ini tak kuhiraukan. Dengan celana jeans belel tambalan dari Cihampelas aku menyeberangi jembatan dan memilih melompati pagar kampus daripada harus berjalan memutar melalui pintu gerbang. Ada rasa nelangsa yang syahdu hari ini.
Ketika aku sedang mengobrol dengan teman-teman lainnya di depan jurusan mengenai rencana KKN, tiba-tiba seorang perempuan berbaju hijau muda sambil memegang jas putih mendatangi kami. Perempuan ini berjalan cuek ketika mendapat siulan. Sampai di kerumunan si perempuan langsung memberikan satu amplop berwarna putih kepada diriku.
“Dari Prameshwari. Bacalah sekarang”.
Jantungku berdetak kencang. Mukaku pun memerah. Tanganku bergetar memegang surat putih. Sang mahasiswi berbaju hijau muda itu dengan tenang berdiri di depanku walau sebenarnya dia tahu kalau tubuhnya seperti ditelanjangi dengan mata oleh teman-temanku.
Di dalam secarik kertas itu cuma ada tulisan “Temui aku dalam satu jam!”.
Jantungku makin kencang. Mataku lalu melihat ke si pembawa berita.
“Sudah! Aku pergi dulu untuk mengambil obat-obatan. Kami akan melakukan sunatan dan pengobatan massal,” ujarnya sambil membalik badan meninggalkan kami.