Mohon tunggu...
OSTI  LAMANEPA
OSTI LAMANEPA Mohon Tunggu... Mahasiswa - DEO GRATIA (RAHMAT ALLAH)

MAHASISWA FILSAFAT DAN TEOLOGI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resume Kristologi Abad Pertengahan hingga Kristologi Kristen Reformasi Abad IX-XX

12 Mei 2021   11:35 Diperbarui: 18 Mei 2021   16:32 2703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melalui katekese ajaran itu masuk dalam kesadaran umat. Para skolastisi besar seperti Thomas Aquinas, Bonaventura, Scotus dan lain-lain memperlunak pendekatan Anselmus yang terlalu yuridis, namun toh meneruskan pendekatan itu. Tetapi seluruh pendekatan itu kurang meyakinkan dan kurang cocok dengan pendekatan Perjanjian Baru. 

Dalam pandangan Anselmus Allah dan Yesus Kristus sendiri adalah Allah yang nampak sebagai seorang ppenguasa mutlak yang demi keadilan menuntut hak-Nya. Hubungan timbal balik antara Allah dan manusia dipikirkan melalui jalur hukum, hak, dan keadilan. Yesus Kristus sebagai Allah juga nampak sebagai seorang raja feudal yang pertama-tama mesti dihormati, dilayani, dan yang menegakkan tata hukum dan keadilan. Antara penghinaan dan silih mesti ada keseimbangan. Karya penyelamatan Yesus Kristus hampir saja secara esklusif diletakkan dalam kematian-Nya di salib sebagai korban penyilih dosa.

Menurut Aquinas, berkaitan denga kodrat-Nya, sebagai manusia, Kristus mempunyai tiga jenis pengetahuan yakni visio betifica atau pandangan kesmpurnaan surgawi dengan mana Ia dapat melihat Allah seperti yang dialami oleh para kudus di surga. Yang kedua scientia infusa yakni pengetahuan yang ditanamkan dari Allah sehingga Dia menegtahui semua apa yang diketahui oleh pikiran manusia, dan yang terakhir scientia esperimentalis yakni pengetahuan yang diperoleh dari pembelajaran atau pengalaman. Dalam diskusi kristologis, Thomas Aquinas seringkali membuat acuan pada teladan Yesus. Misalnya dia mengatakan bahwa Kristus lapar atau haus untuk memberikan contoh kepada kita untuk menahan derita. Kristus merupakan contoh moral bagi kita untuk kita tiru ( Diktat Kuliah Rm.Gregorius Pasi SMM, hlm, 66).

 Thomas Aquinas menyempurnakan karya St. Agustinus. Dengan mengembangkan sistem Trinitaris,yang amat logis, pertama-tama ia bertolak dari apa yang menyatukan tiga Pribadi itu yakni hakikat mereka. Dengan begitu sejak dini dia memberi jaminan ciri ilahi dari kesatuan hakikat dari Pribadi-Pribadi (Leonardo Boff, Allah Persekutuan, Ajaran tentang Allah Tritunggal, Maumere: Ledalero, 1999, hlm, 68-69). Thomas Aquinas justru mendefinisikan pribadi-pribadi ilahi sebagai hubungan yang bereksistensi dalam dirinya sendiri, sebagai relationes subsistentes.

Boleh dikatakan bahwa pada zaman berikutnya yakni zaman skolastik abad XIII-XV kristologi pada dasarya tidak berkembang. Pemikiran tinggal dalam kerangka yang dipasang dalam konsili khalkedon, konsili konstantinopolis III serta arah yang ditentukan Agustinus dan Anselmus, khususnya sehubungan dengan soteriologi yang terutama berpusatkan pada soteriologi subjektif, rahmat.

Catatan kritis dari kristologi abad pertengahan ini menurut hemat saya mesti dillihat dalam kerangka pemikiran Thomas Aquinas. Thomaslah yang memulai membedakan pertama kalinya soteriolgi dan kristologi. Pembahasan Kristologi dalam arti sempit dan karya keselamatan ditempatkan terpisah satu sama lain dalam summa theologiae. Dia juga yang memulai memandang penting tidak hanya inkarnasi dan sengsara Yesus, tetapi juga hidup yesus. Relevansinya untuk saat ini yakni ajaran Agustinus sampai sekarang masih relevan terutama dalam hal inkarnasi dan kehiduppan Yesus. Umat beriman saat ini tetap mengakui adanya inkarnasi dan kehidupan Yesus secara nyata dahulu di tanah palestina dan karya, serta misiNya di Yerusalem. Thomas Aquinas menambahkan bahwa Allah menjadi manusia karena Allah adalah kebaikan mutlak. Sebagai kebaikan mutlak, Ia tidak tertutup dalam diri-Nya sendiri, tetapi bersau dengan manusia sebagai ciptaan-Nya demi keselamatan manusia.


2.2. Kristologi Abad XIX-XX, Kristen Reformasi Abad IX-XX, dan Kristen Katolik Abad XIX-XX, Catatan Kritis, dan Relevansinya Untuk Masa Sekarang

Masuknya Pengaruh Filsafat Dalam Abad Moderen

Kristologi pada abad IX-XX ini dipengaruhi juga oleh pengaruh metafisik Yunani yakni zaman Skolastik, Plato, dan metafisik Aristoteles. Metafisik Yunani merupakan suatu usaha memahami dan menjelaskan secara rasional dunia yang dialami dan diamati manusia dan yang nampaknya serba majemuk dan berubah-ubah. Dalam metafisik Yunani ini, Yesus Kristus dipahami sebagai unsur ilahi, logos ilahi atau cerminan atau gambaran sempurna Allah Bapa sendiri. Logos yang ilahi dan kekal mengandung dalam diri-Nya seluruh realitas berupa cita-cita, yang tercermin dalam dunia yang diamati. Logos itu tampil di bumi ini dengan Yesus Kristus guna mengilahikan dunia khususnya manusia gambar Allah yang rusak. Bertitik tolak dari logos ilahi itu, segala sesuatu dapat dipahami dan dijelaskan. 

Dalam rangka metafisik Aristoteles, mulai abad IV tapi terutama sejak abad XIII, orang berusaha memahami Yesus Kristus yang memang hanya seorang menjadi serentak manusia dan Allah. Bagaimana yang satu dan sama itu mempersatukan di dalam dirinya yang ilahi dan yang mausiawi. Bahkan Yesus di sebut juga sebagai kodrat ilahi. Orang berusaha memahami Yesus Kristus yang diwartakan tradisi dengan bertitik tolak dari filsafat yakni apa yang menyebabkan. Apa yang membuat Yesus Kristus yang memang hanya seorang menjadi serentak manusia dan Allah. Sedangkan prinsip pemersatu ialah diri atau pribadi (persona, hypostasis) Dalam masa ini juga diperdebatkan masalah yang sungguh-sungguh murni Kristen. Masalah bagaimanakah yang ilahi dan yang insani saling berhubungan dalam pribadi yang satu. 

Persoalan itu bukan saja dari mereka yang bertemu dengan Yesus Kristus atau dari mereka yang mau mengungkapkan imannya bahwa Yesus Kristus adalah manusia sejati tetapi juga pada pihak lain Allah sendiri hadir dalam Dia, bahkan Dia sendiri adalah Allah (Bernhard Lohse, Epochen der Dogmengeschichte, di terjemahkan oleh A. A Yewangoe, Pengantar Sejarah Dogma Kristen, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1989, hlm, 91). Akhirnya alam pikiran Yunani ini merosot juga dan diganti dengan alam pikiran baru yakni alam pikiran Antropo-sentris yakni pada abad XVIII-IX ( Rm. Gregorius Pasi SMM, hlm, 72-74).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun