Di tengah arus deras teknologi dan digitalisasi yang melanda generasi muda, muncul sebuah pemandangan yang kontras namun menyegarkan: anak-anak berlarian di lapangan atau pinggir jalan sambil menerbangkan layang-layang. Warna-warni layangan menghiasi langit sore, membawa kembali kenangan masa kecil yang mungkin telah lama hilang. Namun, apakah tren ini merupakan bentuk kemajuan sebuah reorientasi nilai budaya di kalangan anak muda atau justru cerminan dari keterbatasan akses dan ketimpangan sosial?
Fenomena anak-anak bermain layang-layang yang kembali marak di berbagai daerah Indonesia menarik perhatian di tengah dominasi gadget dan teknologi digital. Aktivitas ini tak hanya menghadirkan nuansa nostalgia, tetapi juga membawa manfaat nyata bagi tumbuh kembang anak. Bermain layang-layang dapat mendorong perkembangan fisik, motorik kasar, serta keterampilan sosial anak-anak. Penelitian menunjukkan bahwa permainan tradisional seperti ini berperan dalam membentuk karakter seperti kejujuran, kerja sama, dan tanggung jawab. Selain itu, kreativitas anak juga diasah saat mereka membuat atau menghias layangan sendiri. Di sisi budaya, permainan ini merepresentasikan warisan lokal yang secara alami diturunkan dari generasi ke generasi.
Sebuah pertanyaan, dilema atau kebanggaan?Â
Kembalinya tren bermain layang-layang di kalangan anak muda membawa rasa nostalgia bagi orang-orang di zamannya. Namun, tren ini tak sepenuhnya mencerminkan kemajuan. Di beberapa wilayah, meningkatnya permainan layang-layang justru terjadi karena keterbatasan akses terhadap teknologi atau hiburan digital. Kurangnya sinyal internet, pemadaman listrik, dan ekonomi keluarga yang belum stabil membuat anak-anak kembali memilih permainan luar ruang. Sayangnya, aktivitas ini sering dilakukan di tempat yang kurang aman, seperti pinggir jalan atau dekat kabel listrik. Kasus layangan tersangkut di jalur kereta cepat dan penggunaan benang gelasan tajam menunjukkan bahwa tanpa pengawasan dan regulasi, permainan ini bisa membahayakan. Hal ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat.
Meski demikian, tren ini tetap menyimpan potensi besar jika diarahkan dengan benar. Festival layang-layang, pelatihan membuat layangan di sekolah, hingga penyediaan ruang bermain khusus bisa menjadikan permainan ini sarana edukatif sekaligus pelestarian budaya. Pemerintah daerah dan sekolah sebaiknya mendorong permainan tradisional sebagai bagian dari kegiatan pembentukan karakter anak. Dengan pendekatan yang tepat, layang-layang tak hanya menjadi simbol hiburan murah meriah, tetapi juga alat pembelajaran dan pelestarian nilai-nilai lokal yang relevan di era digital.
---
Manfaat Bermain Layang-Layang bagi Anak
Permainan layang-layang bukan hanya sekadar hiburan. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa permainan tradisional seperti ini membawa manfaat besar dalam tumbuh kembang anak.
1. Perkembangan Sosial dan Emosional:
Dr. Rosi Tunas Karomah dari UIN Sunan Kalijaga menyebutkan bahwa permainan tradisional seperti dayakan (dan layang-layang termasuk di dalamnya) dapat meningkatkan kemampuan sosial, seperti kerja sama, sportivitas, dan kontrol emosi.
2. Perkembangan Motorik dan Kognitif:
Bermain layang-layang mengharuskan anak berlari, mengontrol arah, dan memperhatikan kondisi angin. Ini mendukung koordinasi motorik kasar dan keterampilan pengambilan keputusan secara langsung.
3. Nilai Budaya dan Karakter:
Penelitian oleh Nova Helvana dan Syarip Hidayat (UPI Bandung) menyatakan bahwa permainan tradisional mengajarkan kejujuran, tanggung jawab, dan nilai-nilai budaya lokal yang tidak bisa diperoleh dari game digital.