Mohon tunggu...
Oshie Aisyah
Oshie Aisyah Mohon Tunggu... -

menulis bagiku adalah panggilan jiwa

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Harmonisasi BI dan OJK

23 November 2013   16:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:46 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak disahkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tanggal 11 November 2011, terjadilah gonjang ganjing di dunia bisnis dan perbankan. Hal ini terkait dengan adanya rumusan yang membahas tentang pengaturan dan pengawasan sektor perbankan yang tidak lagi berada pada Bank Indonesia (BI),  namun dialihkan kepada OJK, yaitu sebuah lembaga independen yang mempunyai fungsi, tugas dan wewenang untuk melakukan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan terhadap industri jasa keuangan di Indonesia. Dengan demikian seluruh kegiatan jasa keuangan sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya ada dalam kewenangan OJK.Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa ide pembentukan OJK ini muncul setelah terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997 – 1998, yang mana BI kemudian dinilai gagal dalam mengawasi perbankan yang mendominasi industri jasa keuangan di Indonesia. Ditambah lagi dengan kolapsnya Bank Century pada tahun 2008 seiring dengan terjadinya krisis keuangan global saat itu. Maka pelajaran yang dapat diambil disini adalah, meskipun Bank Indonesia selaku Bank Sentral memiliki otoritas pengawasan perbankan, tetap saja dianggap gagal mencegah terjadinya krisis.

Namun, kita tentunya tidak ingin larut dalam situasi saling salah menyalahkan, dan perdebatan mengenai perlu tidaknya OJK, rasanya juga sudah tidak relevan. Karena yang harusnya menjadi fokus perhatian kita selanjutnya adalah solusi konkrit yang membantu agar OJK mampu menjawab kekurangan yang ada pada model pengawasan lama. Dan sedikit yang perlu menjadi catatan kita bersama adalah ada sekitar 40% dari negara di dunia yang berhasil memisahkan fungsi pengawasan dari bank sentralnya. Namun, tidak sedikit pula yang gagal dalam pengaturan pemisahan itu, salah satu contohnya adalah Inggris. Rontoknya Northern Rock Bank menunjukkan adanya kelemahan dalam skema pembagian tugas dan kurangnya akses informasi antara Bank of England (BoE) danFinancial Sevices Authority (FSA) selaku pengawas perbankan independen.

Menilik catatan penting di atas, bahwa adanya kejelasan yang tegas dalam pembagian tugas dan koordinasi yang baik antara BI dan OJK kelak akan sangat diharapkan, demi mencegah terjadinya kesalahan serupa. Dengan terciptanya harmonisasi antara kedua lembaga maka kelemahan-kelemahan yang selama ini dipermasalahkan akan dapat di atasi. Terkhusus membahas kelemahan pengawasan perbankan, terpencarnya otoritas pengawasan di beberapa institusi sangat berpotensi membuka celah dan ketidakkonsistenan dalam pengawasan. Dari beberapa kasus yang terjadi, jelas menunjukkan kelihaian oknum pemilik dan pengelola bank memanfaatkan celah pengawasan yang ada. Yaitu antara perbankan oleh BI dan pasar modal oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BapepamLK). Dengan modus memindahkan dana nasabah bank ke instrument reksadana yang sama sekali tidak terdaftar di BapepamLK dan penggunaan lembaga pembiayaan (leasing) atau BPR yang relative lebih longgar.

Di dalam UU OJK juga diamanatkan terkait sistem keuangan micro prudential dan macro prudential. Micro prudential merupakan penilaian atas tingkat kesehatan dari sebuah individu bank, yang dinilai berdasarkan CAMEL. Dalam hal ini, kondisi kesehatan individu bank menjadi tanggung jawab manajemen bank yang bersangkutan. Sementara macro prudential merupakan penilaian atas tingkat kesehatan dari sistem perbankan secara keseluruhan, yang dinilai berdasarkan dampak sistemik. Dan konsidi kesehatan makro perbankan menjadi tanggung jawab Bank Indonesia.

Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa yang dibutuhkan adalah adanya rumusan secara clearmengenaikedudukan dan kewenangan antara pemerintah, BI dan OJK agar akuntabilitas masing-masing pihak menjadi jelas. Dan juga butuh itikad baik masing-masing lembaga dalam koordinasi dan berbagi informasi demi mencapai perbaikan kedepannya.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun