Mohon tunggu...
Yosep Mau
Yosep Mau Mohon Tunggu... Penulis - Debeo Amare

Hic et Nunc

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makna Welas Asih di Kota Malang

18 September 2020   11:14 Diperbarui: 18 September 2020   11:26 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  • Latar Belakang                                                                                                                                                                                                                                   

Memahami kebudayaan[1] berarti memahami manusia. demikianlah pernyataan yang biasa diungkapkan oleh para ahli. Namun, cara para ahli merumuskan hakikat budaya  tidaklah sama. Meskipun diyakini bahwa dasar keberadaan manusia adalah sama (homo sapiens). Pengertian ini ingin mengartikan, 'kebudayaan' sebagai "seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. 

 

Kebudayaan yang ideal dan adat istiadat mengatur dan memberi arah kepada perbuatan dan karya manusia. Baik berupa pikiran, ide-ide, ataupun perbuatan dari karya manusia yang menghasilkan benda sebagai (kebudayaan fisik). Pada fase lain,  kebudayaan fisik membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang makin lama makin menjauhkan manusia dari pola alamiah, sehingga mempengaruhi pola-pola perbuatannya, bahkan juga mempengaruhi cara berpikir.

 

Dalam kebudayaan[2]  orang jawa, pola adat istiadatnya dapat dikatakan lebih tertutup. Pengenalan dari kepribadian yang tertutup ini, pada tempo dulu diperlihatkan dengan selalu memakai pakaian yang rapat. Sikap ini tidak berarti bahwa orang Jawa tidak mau membuka diri. Dalam praktek hidup, orang jawa mau tinarbuka[3] (terbuka) hanya pada waktu -- waktu dan tempat tertentu. Segala hal selalu disampaikan dengan tertutup, halus, dan bermakna. Perilaku bahasa cukup lemah lembut, apalagi di Jawa mengenal ragam bahasa krama -alus[4] dan ngoko (kasar). Ragam bahasa jawa dapat digunakan dalam keperluan ataupun peristiwa tertentu. Kehalusan orang Jawa juga tampak pada aktivitas publik dalam hal bergaul dengan sesama. Misalkan, pada waktu bertamu, jika kebetulan disodori hidangan, orang Jawa sangat hati-hati dan tidak segera menyantap. Tamu masih menunggu tuan rumah menawarkan hidangan. Penawaran pun menggunakan gaya tertentu yang halus.

 

Selain bertamu, kepribadian orang jawa juga tampak dalam dunia wayang. Secara filosofis, wayang dijadikan sebuah uangkapan dari  sosok baik dan buruk. Watak istimewa dan hina selalu tampil dalam wayang. Dengan kata lain,  dunia wayang adalah dunia seni atau estetika manusia jawa.

 

Pada kesempatan ini, penulis akan menilik falsafah welas asih orang Jawa. Yang berangkat dari penghayatan tentang kepribadian. "Pribadi yang baik tentu bisa memahami diri dan orang lain. Paham diri dan orang lain, akan menyebabkan jiwa semakin muncul belas kasih (welas asih). Orang yang cantik, belum tentu memiliki kepribadian yang cantik. Melatih diri merupakan awal introspeksi dan belajar berbelas kasih. Untuk welas asih, diperlukan kepribadiaan yang benar-benar tajam. Welas asih[5] akan membangkitkan jiwa mau menolong, mau merasakan penderitaan  orang lain.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun