Mohon tunggu...
Joseph Osdar
Joseph Osdar Mohon Tunggu... Jurnalis - Wartawan

Lahir di Magelang. Menjadi wartawan Harian Kompas sejak 1978. Meliput acara kepresidenan di istana dan di luar istana sejak masa Presiden Soeharto, berlanjut ke K.H Abdurrahman Wahid, Megawati, SBY dan Jokowi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Mana Wartawan" dan Beling Bosok

15 September 2020   04:37 Diperbarui: 15 September 2020   09:44 1930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen keberangkatan Tim RedPalms ke lapangan hijau DPR (Jacob Oetama--kedua kiri--dan Swantoro--tengah) Dok. KOMPAS

O, iya, hampir lupa. Ketika itu Mas Swan juga melanjutkan cerita tentang keraguannya bahwa koran Kompas akan berkembang seperti saat itu.

"Waktu itu, tatkala saya mulai ikut Pak Jakob di Jakarta, saya sempat minta pulang ke Yogya dulu. Pak Jakob bilang, silakan, nanti kalau Kompas sudah maju, saya panggil lagi, ya.

Saya jawab, Kompas akan berkembang, kalau sudah ada beling (pecahan kaca) bosok (busuk), kaca busuk," kata Mas Swan berkisah di awal munculnya harian Kompas.

Sebelum saya meninggalkan ruang itu, saya ulangi lagi kata beling bosok. Pak Jakob tertawa sambil mengulangi dua kata itu.

Beberapa tahun kemudian, suatu hari, setelah ada handphone, Etty, Mas Swan, dan Mas August berturut-turut kontak saya. Ketika itu saya dalam perjalanan dari istana kepresidenan di Jakarta menuju ke kantor Kompas.

"Tuh, you, dipanggil Pak Jakob," kata Mas Swan. "Osdar, ngana dapapangge dari tonaas," kata Mas August Parengkuan dalam bahasa dan logat Minahasa. "Mas Osdar, dipanggil Pak Jakob, kelihatannya ada masalah, beliau kelihatan marah, setelah tadi ada rapat," kata Etty.

Setibanya di lantai enam gedung Kompas, dengan hati berdebar saya masuk.

"Bung Osdar, guru sudah banyak mana wartawan?," begitu ucap Pak Jakob ketika saya membuka pintu dan masuk ke ruang beliau. Pak Jakob tertawa. "Ya, supaya Bung Osdar tertawa," lanjut Pak Jakob.

Saya pun celetuk lagi, "Waduh beling bosok". Beliau ketawa lagi.

Baru kemudian bercerita tentang rapat soal televisi Kompas. Dalam situasi apa pun, seserius apa pun, setegang apa pun, bila secara spontan mengatakan, "Guru sudah banyak, mana wartawan," beliau tertawa dan mengulangi cerita tentang munculnya kalimat itu.

Kadang-kadang, ketika Pak Jakob membeberkan masalah, kemudian saya potong dengan ucapan, "Guru sudah banyak...", beliau menghentikan pembeberan masalah itu sambil tertawa bercerita ulang tentang hal itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun