Mohon tunggu...
Osa Kurniawan Ilham
Osa Kurniawan Ilham Mohon Tunggu... profesional -

Sebagai seorang musafir di dunia ini, menulis adalah pilihan saya untuk mewariskan ide, pemikiran, pengalaman maupun sekedar pengamatan kepada anak cucu saya. Semoga berguna bagi mereka...dan bagi Anda juga. Beberapa catatan saya juga tercecer di http://balikpapannaa.wordpress.com ataupun di http://living-indonesiacultural.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

14 Agustus 1945

14 Agustus 2010   05:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:03 3529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

14 Agustus 1945, pagi itu rombongan Bung Karno, Bung Hatta, dr Radjiman beserta dr Soeharto akan terbang kembali ke Jakarta. Saat mereka hendak meninggalkan Sea View Hotel ternyata di lobi sudah ada beberapa anggota PPKI yang berasal dari Sumatera. Mereka adalah Mr. Mohammad Hasan, Mr. Abas dan dr. Amir. Dalam perjumpaan itu, dr. Amir menanyakan kepada Bung Karno dan Bung Hatta mengenai kebenaran desas-desus bahwa Rusia sudah menyerang Jepang melalui Manchuria. Bung Hatta meyakinkan mereka akan kebenaran berita itu karena berita tersebut disampaikan sendiri oleh Letkol Nomura. Setelah berpamitan rombongan Bung Karno berangkat di Lapangan Terbang Singapura. Jam 8 pagi pesawat meninggalkan landasan. Bung Karno terkejut bahwa sekarang fasilitas yang mereka terima jauh berbeda dibanding saat berangkat ke Dalath sebelumnya. Kalau waktu berangkat dulu mereka terbang menggunakan pesawat penumpang yang cukup nyaman dan dikawal oleh para perwira militer Jepang, situasi saat pulang ini benar-benar lain. Pesawat yang mereka tumpangi sekarang adalah sebuah pesawat pembom yang sudah ringsek dan uzur dengan hiasan di dindingnya berupa lubang-lubang peluru. Tidak ada tempat duduk, tidak ada toilet, jadi bayangkan saat Bung Karno, Bung Hatta, juga dr. Radjiman yang sudah tua itu harus duduk ngesot di lantai pesawat dalam kondisi kedinginan.   Bung Karno merasakan ingin buang air kecil lalu oleh dr. Soeharto disarankan untuk pipis di bagian belakang pesawat. Karena sudah tidak tahan, dia melangkah ke bagian belakang untuk menyelesaikan hajatnya. Tiba-tiba angin kencang masuk melalui lubang-lubang bekas peluru itu lalu menghempaskan air seni tersebut ke arah Bung Karno sendiri, juga ke arah teman-temannya. Bung Karno mengaku bahwa dia mendarat di Jakarta dalam keadaan basah karena "kecelakaan" itu, mungkin juga bapak-bapak yang lain he..he...   Sementara itu, di sebuah pekarangan yang banyak pohon pisangnya dekat Lapangan terbang Kemayoran Jakarta sudah berkumpul beberapa anggota Pemuda Radikal yaitu Chaerul Saleh, Asmara Hadi, AM Hanafi, Sudiro, SK Trimurti dan Sayuti Melik. AM Hanafi yang datang terlambat disemprot oleh Chaerul Saleh padahal rumahnya yang paling dekat dengan Kemayoran. Mereka ingin menjemput dan meyakinkan Bung Karno untuk tidak mau menerima kemerdekaan hadiah yang dijanjikan Terauchi sebelumnya. Tampaknya sudah beredar desas-desus di Jakarta mengenai janji kemerdekaan oleh Terauchi tersebut. [caption id="attachment_225773" align="aligncenter" width="99" caption="Chaerul Saleh (sumber: id.wikipedia.com"][/caption] [caption id="attachment_225776" align="aligncenter" width="132" caption="Sayuti Melik (sumber: http://abdulcholik.com/2009/08/15/siapa-berbuat-apa/)"][/caption] [caption id="attachment_225779" align="aligncenter" width="178" caption="SK Trimurti (sumber: http://abdulcholik.com/2009/08/15/siapa-berbuat-apa/)"][/caption] Sekitar jam 11 siang, pesawat yang ditumpangi Bung Karno dan rombongan mendarat di Lapangan Terbang Kemayoran. Turun dari pesawat Bung Karno langsung disambut oleh Gunsekan Jenderal Yamamoto. Ternyata di lapangan terbang sudah banyak orang berkumpul. Mereka adalah para pembesar Jepang, anggota-anggota PPKI yang sudah mulai berkumpul di Jakarta serta beberapa rakyat Jakarta. Rakyat yang menyambut mereka berteriak-teriak "Indonesia merdeka" lalu meminta Bung Karno untuk berpidato barang sejenak. Dalam pidatonya inilah Bung Karno menyampaikan kalimat terkenalnya yang kemudian disambut oleh tepuk tangan meriah: " Kalau dahulu saya berkata, sebelum jagung berbuah Indonesia akan merdeka, sekarang saya dapat memastikan Indonesia akan merdeka sebelum jagung berbunga." [caption id="attachment_225760" align="aligncenter" width="300" caption="Penyambutan Rombongan Bung Karno (sumber: http://sejarahkita.blogspot.com)"][/caption] Selesai berpidato, Bung Karno dan Bung Hatta menuju ke mobilnya karena mereka harus ke istana untuk menerima penyambutan dari Saiko Sikikan. Tiba-tiba mereka dicegat oleh para pemuda radikal tadi. Bung Karno melayani para pemuda tersebut sementara Bung Hatta yang mungkin capek langsung masuk dan duduk di mobil.   Chaerul Saleh menyalami Bung Karno,"Selamat datang kembali Bung Karno, Bung Hatta. Kami semua menunggu oleh-oleh yang Bung-bung bawa dari Saigon".   Bung Karno menjawab,"Pokoknya kemerdekaan sudah dekat. Kita semua harus siap".   Chaerul Saleh menanggapi,"Tapi kami tak mau kemerdekaan hadiah. Kami tak mau janji-janji Jepang itu. Proklamirkan kemerdekaan sekarang juga. Jepang sudah dibom, Jepang sudah kalah. Pasti Terauchi tidak mengatakan hal itu ke Bung".   Bung Karno terlihat agak marah, tidak mau dia didesak seperti itu,"Kita tidak bisa bicara soal itu di sini. Lihat, Kempetai mengawasi kita. Bubarlah, nanti kita bicara lagi !" Bung Karno masuk mobil dan berikutnya berangkat ke istana.   Di istana mereka disambut oleh Saiko Sikikan dengan pidato pendek yang mengingatkan tentang pemberian kemerdekaan oleh Pemerintah Tokyo dan mengharapkan PPKI dapat segera bekerja. Saat Bung Hatta sampai di rumah sekitar jam 14.00, ternyata Bung Sjahrir sudah menunggu di sana. Bung Sjahrir menanyakan hal yang sama yang ditanyakan oleh para pemuda radikal tadi. Setelah dijawab oleh Bung Hatta, Sjahrir menyampaikan bahwa melalui siaran radio yang didengarnya sudah nyata bahwa Jepang sudah meminta damai kepada sekutu. Sjahrir memaksa supaya kemerdekaan segera diproklamasikan sekarang oleh Bung Karno pribadi atas nama rakyat Indonesia. Tapi Bung Hatta pesimis Bung Karno mau mengikuti saran Sjahrir tersebut. Kemudian Bung Hatta menelpon Bung Karno untuk menanyakan apakah bersedia menemui mereka berdua untuk suatu berita yang penting ini. Bung Karno mau menerimanya.   Di depan Bung Karno, Sjahrir kembali menceritakan siaran berita radio luar negeri yang memberitakan bahwa Jepang sudah minta damai kepada Sekutu. Selanjutnya, Sjahrir mengusulkan 2 rencana. Rencana yang pertama adalah untuk membuat demonstrasi massa, kalau perlu diakhiri bentrok dengan militer Jepang dengan harapan terjadinya revolusi. Rencana yang kedua adalah mengambil alih pemerintahan secara mulus dengan menangkapi dan melucuti tentara Jepang yang masih ada.   Bung Karno menolak. Mengenai siaran radio luar negeri itu, dia perlu mengkonfirmasi berita tersebut ke Gunseikanbu, dan menjanjikan akan datang keesokan harinya bersama Bung Hatta. Mengenai rencana Sjahrir untuk merebut kekuasaan, Bung Karno tidak mau meninggalkan anggota-anggota PPKI yang menurutnya adalah wakil seluruh daerah di Indonesia dan kebetulan sudah berkumpul di Jakarta. Sementara Sjahrir berpendapat bahwa proklamasi jangan dilakukan oleh PPKI karena nanti sekutu akan mencap Indonesia ini buatan Jepang. Bung Karno tetap menolak.   Di sinilah rupanya perdebatan Bung Karno dan Sjahrir memanas. Tampaknya darah muda Sjahrir tidak bisa dikuasai lagi sehingga saat itu dia mengungkapkan kata-kata kasar yang dipandang Bung Karno sebagai penghinaan terhadap pribadinya. Penghinaan ini tidak pernah dilupakan oleh Bung Karno. Perkara ini nyata saat Bung Karno mengungkapkannya dalam biografinya,"Sjahrir-lah yang menyala-nyalakan api para pemuda. Dia tertawa mengejekku dengan diam-diam dan tidak pernah di depanku. Katanya Soekarno itu gila, Soekarno itu kejepang-jepangan, Soekarno itu pengecut". Sejak itulah untuk sementara waktu Sjahrir menjauh dari Bung Karno dan Bung Hatta, bahkan dia memboikot acara proklamasi karena masih dianggapnya sebagai buatan Jepang.   Tampaknya persoalan proklamasi kemerdekaan ini sudah sampai mengganggu hubungan antar sahabat. Sahabat perjuangan.   (Osa Kurniawan Ilham, Balikpapan, 14 Agustus 2010, 65 tahun sesudah kisah nyata di atas terjadi)   Bahan Pustaka: 1. Her Suganda, Rengasdengklok: Revolusi dan Peristiwa 16 Agustus 1945, Penerbit buku KOMPAS, Jakarta, Agustus 2009. 2. A.M. Hanafi, Menteng 31: Membangun Jembatan Dua Angkatan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1997. 3. Aiko Kurasawa, Bung Karno di Bawah Bendera Jepang, Edisi khusus KOMPAS, 100 tahun Bung Karno, Kompas Jumat, 1 Juni 2001. 4. Cindy Adams, Bung Karno penyambung lidah rakyat Indonesia, Jakarta, 2000 5. http://rubijanto.wordpress.com/2009/11/29/bangsaku-bergerak/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun