Mohon tunggu...
Oryza Ardyansyah
Oryza Ardyansyah Mohon Tunggu... -

Saya adalah jurnalis, seorang ayah dua anak, pembaca buku, pendengar musik rock, dan penikmat makanan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

"Saya Jadi Pengecut di Timor Leste..."

7 Juli 2011   06:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:52 1952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"East Timor was the hardest place because it was the most dangerous." Timor Timur adalah tempat reportase tersusah, karena itu tempat yang paling berbahaya.

Pernyaan ini meluncur dari Richard Lloyd Parry, jurnalis The Times London, yang menulis buku In The Time of Madness. Buku ini terbit tahun 2005, dan baru diterjemahkan dengan judul Zaman Edan oleh penerbit Serambi tiga tahun setelahnya.

In The Time of Madness berisi reportase perjalanan (travelog) Parry di Kalimantan, Jawa, dan Timor Timur. Saya pernah mewawancarainya via surat elektronik seputar bukunya tersebut. Saat film Balibo yang bercerita tentang tewasnya enam wartawan Australia dan Inggris saat invasi Indonesia di Timor Timur diputar, saya mendadak teringat petualangan Parry.

Parry menjelaskan dalam suratnya kepada saya dengan gamblang, betapa menegangkan petualangannya di Timor Timur. Dibandingkan dengan saat meliput perang etnis di Borneo dan reformasi 1998 di Jawa, ia merasa jiwanya lebih terancam saat meliput proses referendum Timor Timur tahun 1999.

"Timor Timur dalam keadaan rusuh tak pasti saat saya pertama ke sana... Soeharto telah tumbang lima bulan silam,... atmosfer di Dili telah berubah secara dramatis," tulis Parry dalam bukunya.

Parry terobsesi bertemu dan mewawancarai para pejuang Falintil, Tentara Nasional Pembebasan Timor Timur. Masuk ke Dili, ia menyebutkan identitas pekerjaan sebagai guru yang tengah berlibur kepada petugas di bandara. Ia menginap di Hotel Turismo, hotel yang juga ditempati wartawan Australia yang terbunuh tahun 1975, Roger East. East adalah wartawan senior Australia yang melacak keberadaan lima jurnalis muda televisi. Dalam Balibo yang disutradarai Robert Connolly, East digambarkan tewas ditembak tentara Indonesia di dermaga.

Bersama Jose, seorang pejuang Falintil, Parry masuk hutan untuk menemui para serdadu Falintil yang diisukan telah terkalahkan oleh pemerintah Indonesia. Mulanya, ia takut. Namun setelah bertemu dengan seorang komandan Falintil di hutan, ia menjadi lebih berani. "Jika kami semua terbunuh, maka Anda pun akan terbunuh," kata seorang gerilyawan. "Tapi, selama Commandante masih hidup, senhor akan hidup. Silakan bertanya."

Setelah Presiden Baharuddin Jusuf Habibie menyetujui adanya referendum, suasana di Timor Timur memanas. Anggota milisi pro Indonesia menyerang warga sipil. Para dokter dan guru-guru Indonesia mulai angkat kaki.

Parry tidak ragu-ragu menunjukkan simpatinya kepada kelompok pro kemerdekaan dan antipatinya kepada kelompok pro Indonesia. "Pendukung otonomi (pro Indonesia) tampil memuakkan... Rambut panjang berminyak, lengan atas terbuka, dan dikelilingi tato-tato misterius... Mereka kumal, norak, dan bau, serta mendapatkan banyak uang dari suatu tempat," tulisnya.

Mereka membenci orang asing berkulit putih. "Pulanglah, Inggris," teriak salah satu anggota milisi kepada Parry, saat bertemu di jalan.

Di Timor Timur, wartawan asing bisa menjadi sasaran sewaktu-waktu. Dalam sebuah perjalanan menuju markas Unamet, sebuah otoritas di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengawasi referendum, sejumlah wartawan, termasuk Parry, terjebak dalam serangan pasukan milisi. Seorang koresponden The Washington Post kena sabet golok. Mereka dikepung tembakan-tembakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun