Mohon tunggu...
Oriza Yogiswara
Oriza Yogiswara Mohon Tunggu... Freelance

hobi saya mengetik ....... tapi boong

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontroversi Pembangunan Lapangan: Egoisme Pemimpin yang Menciderai Musrenbang Tahun 2024

30 Juli 2025   14:17 Diperbarui: 30 Juli 2025   14:17 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
proses perataan lahan untuk pembuatan lapangan ds. Tegalrejo Kecamatan Purwantoro. Kabupaten Wonogiri

Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) merupakan instrumen fundamental dalam proses perencanaan pembangunan di tingkat desa. Forum ini menjadi ruang deliberasi publik yang dirancang untuk memastikan keterlibatan masyarakat dalam menentukan arah kebijakan dan prioritas pembangunan. Secara normatif, Musrenbang tidak sekadar menjadi ritual prosedural, melainkan manifestasi dari prinsip demokrasi partisipatif yang menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, dan inklusivitas.

Namun, idealisme tersebut tampaknya mengalami distorsi serius di Desa Sigereng dan Sanggrong. Pada Musrenbang tahun 2024, masyarakat bersama perangkat desa menyepakati bahwa alokasi dana desa akan diprioritaskan untuk perbaikan jalan lingkungan yang selama ini menjadi problem struktural, menghambat mobilitas ekonomi, dan menurunkan kualitas hidup warga. Jalan-jalan yang rusak bukan hanya persoalan fisik, melainkan hambatan fundamental bagi distribusi kesejahteraan.

Ironisnya, di pertengahan perjalanan implementasi, keputusan yang bersifat unilateral mencuat. Kepala desa, mengalihkan alokasi dana tersebut untuk pembangunan sebuah lapangan. Tindakan ini dilakukan tanpa proses konsultasi, tanpa mekanisme transparansi, dan lebih jauh lagi, mengabaikan hasil kesepakatan Musrenbang 2024 yang memiliki legitimasi kolektif.

Egoisme Struktural dan Krisis Etika Kepemimpinan

Keputusan tersebut tidak dapat dilepaskan dari dinamika kekuasaan di tingkat lokal. Prerogatif, yang semestinya digunakan secara bijak untuk kepentingan publik, justru direduksi menjadi instrumen egoisme struktural. Dalam kerangka teori tata kelola pemerintahan (governance), tindakan ini merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang (abuse of power) yang mengikis kepercayaan publik terhadap institusi desa.

Lebih jauh, kebijakan ini menunjukkan adanya prioritas semu lebih mengedepankan proyek yang bersifat simbolik dan prestisius ketimbang memenuhi kebutuhan mendasar masyarakat. Pembangunan lapangan, meskipun memiliki nilai sosial, tidak berada pada level urgensi yang setara dengan perbaikan infrastruktur jalan. Dengan demikian, keputusan ini tidak hanya tidak rasional secara kebijakan (policy irrationality), tetapi juga mencerminkan krisis etika dalam kepemimpinan desa.

Konsekuensi Sosial dan Dampak Legitimasi

Implikasi dari kebijakan sepihak ini bukan semata-mata soal bergesernya alokasi anggaran, melainkan juga lahirnya krisis legitimasi. Masyarakat merasa aspirasi mereka diabaikan, sehingga terjadi erosi kepercayaan terhadap mekanisme partisipatif yang seharusnya menjadi pondasi tata kelola pembangunan desa. Jika praktik ini dibiarkan, maka Musrenbang akan tereduksi menjadi formalitas belaka, tanpa substansi deliberatif yang bermakna.

Pelajaran untuk Tata Kelola Desa

Kasus ini menegaskan urgensi penguatan sistem pengawasan dan mekanisme akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa. Setiap kebijakan pembangunan harus tunduk pada prinsip transparansi, inklusivitas, dan akuntabilitas sosial. Penggunaan kewenangan tidak boleh berbasis kepentingan individual atau kelompok tertentu, melainkan harus diarahkan pada pencapaian kesejahteraan kolektif.

Sebagaimana dikemukakan dalam teori good governance, pemerintahan yang sehat harus mampu menjaga keseimbangan antara otoritas dan akuntabilitas, antara diskresi dan partisipasi. Penyimpangan kecil, bila dibiarkan, akan menimbulkan preseden buruk dan mengikis integritas institusi pemerintahan desa.

Catatan: 

- Kami tidak menentang pembangunan lapangan, tetapi menolak pengalihan dana yang sejatinya merupakan hak warga Sigereng dan Sanggrong sebagaimana telah disepakati dalam Musrenbang tahun 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun