Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Serial Lansia: (Tidak) Mudah Melakukan Isolasi Mandiri

1 Mei 2020   19:50 Diperbarui: 20 Maret 2022   11:20 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Opa Jappy | Dokumen Pribadi

Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Hari Ini, 1 Mei 2020, sudah berapa hari dirimu dan diriku tetap setia di rumah alias melakukan semua kegiatan dalam frame 'stay at home?' 

Monggo, coba menghitung hari; dan ingat-ingat apa yang didapat dari semuanya itu. Tentu sangat banyak serta tak ternilai harganya; juga mungkin saja, mungkin, membutuhkan banyak lembaran untuk ditulis ulang.

Saya sendiri, walau tidak termasuk terduga Covid-19, sejak 8 April 2020 melakukan isolasi mandiri, sesuai saran rekan-rekan seangkatan yang berprofesi sebagai dokter (termasuk yang sudah Ph.D dan Gurubesar Kedokteran) dan anak-anak. Saya melakukan Isolasi Mandiri dan Sendiri, ditemani sejumlah suplemen, makanan kemasan, vitamin, dan aplikasi (film, musik) pengusir kesepian.  

Ternyata, walau di Metropolitan Jakarta serta dilengkapi dengan segala fasilitas pengusir kesepian, jika melakukan isolasi mandiri (di tempat tinggal atau rumah dan sendiri), tidak mudah dan sangat membosankan. 

Kebosanan tersebut muncul secara perlahan, dan setiap saat makin menaik. Di bawah ini, sedikit pengalaman ketika melakukan isolasi mandiri (karena takut tertular atau terserang Covid-19.

Dimulai pada 8 April 2020, bangun tidur, buat sarapan, diikuti dengan minum sejumlah kapsul. Saya berpikir, karena di rumah, maka akan menghasilkan 3-5 artikel, ternyata tidak bisa; jam 10.00an, muncul ngantuk yang luar biasa, maka tidur hingga jam 12.00an.

Bangun tidur, makan siang dan konsumsi herbal dan vitamin; selanjutnya buka laptop untuk menulis; tak sampai 10 menit, langsung ngantuk, dan tidur hingga sekitar jam 16.00. Kemudian, lihat medsos dan mengejar news, tak terasai sampai jam 18.00; makan malam dan minum sejumlah kapsul. Semangat, mau menulis artikel, sesuai niat, ternyata ngantuk dan tidur hingga pagi.

Putaran seperti di atas, terus menerus terulang hingga menjadi otomatis. Memasuki hari ke 14 atau Minggu II mulai terasa hidup yang monoton dan membosankan. Bahkan, pada sikon seperti itu, ditambah kesedihan karena karena mendapat berita duka; ada beberapa teman dan keluarga dekat yang pergi ke alam baka, dan saya tak bisa melayat.

Berita duka tersebut, semakin memunculkan paranoid tingkat dewa, dan agak menakutkan, plus takut terpapar Covid-19. Paranoid tersebut menjadikan enggan pergi ke mini market terdekat, harus menanti jam sepi untuk ke sana; takut ke warteg buat ngopi, takut ke gerai makanan siap saji, termasuk tak ngobrol dengan tetangga, dan lain sebagainya.

Memasuki Minggu III, paranoid semakin menjadi, hidup tetap monoton, bahkan muncul kecurigaan terhadap diri sendiri. Misalnya, pada suatu hari ada tetangga yang bakar sampah, asapnya buat polusi, sehingga saya terkena radang tenggorok. Terasa perih di tenggorok, langsung telpon teman yang dokter. Ia menyuruh saya ke cermin dan melihat tenggorokan, "berwarna merah atau tidak;" setelah itu ia sarankan ke apotek terdekat. Ketika di Apotek, saya menelpon Si Teman dan ia bicara dengan Apoteker, sampaikan tentang obat yang harus saya beli; radang tenggorok pun lenyap. Juga, ketika keram di kaki, paranoid itu muncul; setelah joging di tempat, keram itu hilang.

Memasuki Minggu IV, sudah masa ibadah puasa, saya telah terbiasa dengan sikon yang mononton dan kebosanan; cepat ngantuk masih terus terjadi akibat konsumsi sejumlah kapsul. Tapi, justru mencoba untuk beranjak dari halaman untuk melihat lingkungan sekitar. Ternyata tidak sepi dan kesepian; masih banyak orang atau kendaraan yang lalu lalang ke arah Jakarta dan Depok, seakan tak terjadi apa-apa. Karena telah terbiasa itu lah, maka saya menulis artikel ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun