Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lebih Baik Pulangkan Eksil daripada WN ISIS

7 Februari 2020   20:08 Diperbarui: 7 Februari 2020   20:08 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi


Lenteng Agung Jakarta Selatan | Tahun 1960-an, Soekarno mengirim pemuda-pemudi Indonesia ke luar negeri untuk belajar. Namun ribuan dari mereka kemudian tak bisa kembali ke Indonesia karena tragedi 1965, saat sejumlah perwira tinggi militer RI dibunuh, memicu pembunuhan dan penindasan massal di berbagai daerah di Indonesia terhadap mereka yang dianggap komunis atau 'kiri'.

Pada masa kelam itu, para pendukung Soekarno ditumpas. Tak jelas betul siapa salah siapa benar. Yang terang, para mahasiswa Indonesia yang disekolahkan Soekarno ke luar negeri mendadak menjadi orang buangan.

Paspor mereka dicabut; bahkan kewarganegaraan mereka dicabut, tanpa alasan yang jelas. Karena tak bisa pulang, dan 'sebagai orang-orang buangan, ' mereka membangun kehidupan baru di negeri asing, berpindah dari satu negara ke negara lain, membentuk ikatan kuat bersama kawan-kawan senasib.

Mereka pun menamakan diri sebagai WNI Exile (WNI Eksil, Orang Indonesia yang terpaksa hidup sebagai Orang Asing dan Terasing dari Tanah Air).

Ribuan kaum eksil itu tersebar di beberapa negara Eropa seperti Belanda, Jerman, Prancis, Swedia, hingga negara-negara pecahan Uni Soviet. Umumnya, mereka bukan komunis; ada yang berasal dari berbagai latar agama dan golongan, Muhammadiyah, NU, hingga Nasionalis.

Hingga kini, tidak diketahui dengan pasti jumlah para Eksil tersebut; mereka adalah mantan mahasiswa, pejabat, atau pun utusan khusus Pemerintah (pada saat itu) yang dilarang pulang ke Indonesia; larangan yang dikeluarkan Soeharto pada 1965/1966.

Mereka, para Eksil tersebut, walau sudah berada lama di luar negeri, mereka masih merasa sebagai orang Indonesia, dan masih ingin kembali ke Tanah Air.

Jika tak salah salah ingat, pada Era Presiden Megawati, sempat melakukan penataan terhadap WNI yang dilarang pulang (oleh Soeharto, puluhan tahun lalu); hasilnya tersisa sekitar 1.500 orang, itu pun sudah jadi Opa-oma.

Saat itu, ada upaya untuk mengizinkan mereka kembali, namun tanpa dukungan politik yang memadai dan kuat. Padahal, mereka tidak bisa pulang karena sebagai korban; korban tuduhan dan tudingan sebagai sosialis, pendukung Soekarno, dan juga bisa menjadi bibit baru Komunis.

Memang, pada masa Presiden Megawati, tercatat, sejumlah Eksil yang kembali (kemudian mendapat Paspor RI), namun karena sebab tertentu (utamanya alasan jaminan hidup, pekerjaan, tidak ada lagi keluarga dekat), mereka kembali tinggal di Luar Negeri. Tapi bukan lagi sebagai Eksil, melainkan WNI.

Nah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun