Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Eksport Ganja, Usulan yang (Tidak) Cerdas

6 Februari 2020   10:16 Diperbarui: 6 Februari 2020   11:02 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Kanal IHI

Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Tiba-tiba, tiada hujan tiada badai, tiada sebab tiada penyebab awal, Rafly Kande, anggota DPR RI dari PKS, melempar gagasan cemerlang, smart, dan mungkin juga sebagai suatu terebosan, agar ganja alias candu menjadi salah satu komoditi ekspor (tentu saja menjadi sesuatu yang legal), sebagai upaya menambah devisa serta demi pengentasan kemiskinan pada daerah-daerah yang ganja tumbuh subur.

Oklah.

Mungkin saja, gagasan smart tersebut datang dari sikon bahwa pada sejumlah daerah di Indonesia, terutama Sumatera, ganja tumbuh subur (liar maupun sengaja berladang ganja secara ilegal). Karena itu, 'ada baiknya' bisa dijadikan sebagai komoditi ekspos seperti 'hasil perkembunan atau ladang' misalnya teh, kopi, karet, tembakau, dan lain-lain; kelihatanya benar, bagus, dan bisa diterima.

Juga, mungkin saja, gagasan Kande tersebut, muncul karena pada suatu masa, (pada masa lalu di Indonesia, puluhan tahun lalu) ganja menjadi salah satu komoditi dagang (utama) untuk membeli senjata atau pun perlengkapan perang, (selanjutnya kli di sini).

Faktanya, sejak lama hingga kini, produk-poroduk turunan dari ganja masih diperjualbelikan untuk membeli senjata; misalnya dari Afghanistan; bahkan, belakangan muncul nacro terrorism, suatu bentuk kejahatan dengan melakukan aksi-aksi terror yang dibiayai oleh hasil perdagangan narkotika.

Ganja, pada satu sisi, memang dibutuhkan, pada kadar tertentu, sebagai salah satu campuran untuk membuat obat; tapi, pada sisi lain, penyalahgunaanya merupakan suatu bentuk kejahatan. Oleh sebab itu, sejak lama, WHO melalui UN Single Convetion 1961 dan diperbaharu pada 1998 menyatakan (penyalahgunaan) pembuatan/produksi turunan dari Ganja atau pun Narkotika sebagai obat-obat terlarang. Dengan demikian, ganja, opium, candu, apa pun sebutannya, sebagai generik produk turuna sehingga menjadi obat terlaran, merupakan pelanggaran hukum Negara yang meratifikasi UN Single Convetion 1961 dan 1998; termasuk perdanganan ganja sebagai suatu tindak kriminal yang sangat berbahaya.

Nah.

Lalu, jika ada usulan untuk 'melegalkan' perdagangan (walau disebut hanya sebagai ekspor) ganja, apakah bisa diterima? Tentu, bisa diterima, jika Indonesi merobah Undang-undang yang melarang produksi, peredaran, dan perdagangan ganja dan hasil produk turunannya. Tidak bisa diterima; karena masih banyak potensi dan kekayaan tanah, laut, dan udara di Nusantara yang bisa menjadi komoditi ekspor.

Dengan demikian, lemparan dari Si Smart Kande tersebut, mungkin hanya 'tiba masa tiba akal;' karena tidak idea dan gagasan lebih cerdas, selain melempar sesuatu yang justru menjadi pro-kontra pada area publik.

 Dan, mudah-mudahan 'lemparan gagasan' itu bukan merupakan pesan tersembunyi dari sejumlah orang yang mau bisnis mereka sebagai sesuatu yang halal di NKRI.

Lebih dari itu, agakknya, Kande harus belajar sejarah; jika doeloe ada bisnis ganja/candu di Negeri ini, itu terjadi pada masa darurat; serta demi kepentingan pertahanan atau beli senjata untuk melawan penjajah.  Lha, jika sekarang, apakah model seperti itu mau dipakai? Tak lah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun