Tentang Politik
Politik (Inggris, politic padanan politeia atau warga kota; Yunani, polis atau kota, negara, negara kota; dan Latin, civitas, artinya kota atau negara; Arab, siyasah) artinya seni atau ilmu mengendalikan manusia, perorangan dan kelompok.
Jadi, secara sederhana, politik berarti seni pemerintah memerintah; ilmu memerintah; cara pengusaha menguasai. Makna politik semakin dikembangkan sesuai perkembangan peradaban dan meluasnya wawasan berpikir.
Dalam pengembangan makna, politik bisa berarti kegiatan (rencana, tindakan, kata-kata, perilaku, strategi) yang dilakukan oleh politisi untuk mempengaruhi, memerintah, dan menguasai orang lain atau pun kelompok, sehingga pada diri mereka (yang dikuasai) muncul atau terjadi ikatan, ketaatan dan loyalitas (walaupun, yang sering terjadi adalah ikatan semu; ketaatan semu; dan loyalitas semu).
Tentang Pelecehan
Leceh, awalnya merupakan ungkapan (orasi dan narasi) yang bersifat merendahkan, meremehkan, kasar, serta menghina sesuatu, misalnya orang, benda, atau pun lembaga. Belakangan, leceh, melecehkan, dan pelecehan  tidak lagi berupa orasi dan narasi, namun juga tindakan dan publikasi, dan lain sebagainya.
Pelecehan juga tidak lagi terbatas pada hal-hal nampak dan 'duniawi,' melainkan juga dilakukan terhadap hal lain seperti agama dan Tuhan. Bahkan, pada perkembangan kekinian, tak sedikit orang yang memadukan teks-teks agama demi kepentingan politik; dan itu menurut Mustafa Bisri, Â
Adalah terlalu berani membawa ayat-ayat dan sunah Rasul SAW untuk kepentingan politik praktis. Itu merupakan pelecehan dan sekaligus membuat umat bingung. Lihatlah, tokoh partai ini menggunakan ayat dan hadis ini untuk mendukung partainya. Apa ini tidak membingungkan masyarakat? Bila kemudian, dengan menggunakan sabda Allah dan Rasul-Nya, masyarakat awam meyakininya sebagai kebenaran mutlak, apa tidak terjadi sikap mutlak-mutlakan antar pendukung partai? Kalau tidak mengerti politik, mbok sudah, rela saja tidak usah berpolitik, daripada membawa-bawa agama. Apakah tokoh-tokoh yang suka membawa-bawa ayat dan hadis itu tidak memikirkan akibatnya di dunia maupun di akhirat kelak? Bagaimana kalau masing-masing pendukung yang awam itu meyakini bahwa mendukung partainya sama dengan mendukung agama dan memperjuangkan partainya sama dengan jihad fi sabilillah?
[Sumber: Achmad Mustafa Bisri].
Karena kecenderungan pada hal-hal yang terbatas itulah, pada tindak, tidakan, perilaku politisi, termasuk kampanye politik, terjadi politik pelecehan. Dalam arti, politis (politikus) dan para pengikut serta pendukungnya, dalam rangka merebut (dan mencapai) kuasa dan kekuasaan, ia melakukan pelecehan terhadap lawan politik dan siapa pun yang terkoneksi (terhubung) secara langsung dan tidak, dengan Sang Lawan Politik tersebut.
Politik Pelecehan seperti itulah yang kini, sementara dimainkan dan dipertontonkan oleh salah satu pasangan Capres/Cawapres untuk Pilpres RI tahun 2019. Semuanya terjadi dengan terang benderang dan tidak terbantahkan.
Berdasar data dan fakta yang terpublikasi di/dari Media (Pemberitaan, Penyiaran, Cetak dan lain-lain), jelas bahwa ada Capres/Cawapres pada waktu kampanyemenyampaikan banyak orasi dan narasi yang bersifat politik pelecehan. Misalnya, tentang Indonesia yang (akan) bubar, tampang miskin dan tak punya, cuma sedar jadi tukang ojeg, 99% orang susah hidup, tempe setebal atm, kebodohan menata dan mengelola negara, sebagian besar rakyat tidak punya kemampuan membaca, bangsa yang uangnya dicuri, kekayaan Negara dikuasai asing, dan seterusnya.
Politik Pelecehan, bukan saja melalui orasi dan narasa, melainkan juga dengan cara merendahkan lembaga dan institusi Negara, serta menebarkan ketakutak kepada rakyat, serta memprovokasi publik agar tidak percata terhadap hasil-hasil (kerja) pembangunan, yang nota bene dinikmati oleh orang banyak.
Dengan demikian, jika politisi (misalnya calon anggota Parlemen, apalagi Capres/Cawapres) berpolitik dengan 'model Politik Pelecehan,' maka sebetulnya, ia bukan seorang politikus atau politisi sejati. Orang seperti itu, hanyalah  seseorang yang ingin berkuasa atau meraih kuasa dan kekuasaan melalui 'panggung politik;' dan setelah (jika) terpilih maka yang terjadi adalah nepotisme politik, bahkan ia terjerumus dalam kedalaman kejahatan KKN
Berdasar semuanya itu, untuk para Capres/Cawapres, sadar lah, bahwa kalian itu masi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden serta masing-masing pendukung kalian masih mejadi bagian dari rakyat dan Bangsa Indonesia; jadi hormati dan hargailah Rakyat dan Bangsa Indonesia, bukan melecehkan mereka.
Nah. Masihkah anda dan saya tertarik pada 'Politisi Politik Pelecehan'?
Opa Jappy | Relawan Indonesia Hari Ini Memilih Jokowi - IHIM MJ