Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ti'i Langga dan Presiden Joko Widodo sebagai Manaleo Nusa Lote

12 Januari 2018   15:51 Diperbarui: 15 September 2018   19:58 1350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Simak

"Saya mensyukuri negara ini adalah negara yang sangat besar, negara yang sangat beragam. Negara yang memiliki 714 suku, memiliki lebih dari 1.100 bahasa daerah yang berbeda-beda, yang tinggal di 17.000 pulau. Tiga tahun lalu saya ke Sabang, pulau paling barat, terluar di sebelah barat. Kemudian juga ke Merauke, sudah dua kali. Setelah itu yang ketiga ke Pulau Miangas, yang pulaunya hanya dihuni oleh 230 Kepala Keluarga, pulau yang sangat kecil. Di situ juga telah kita bangun bandara baru sehingga masyarakat bisa memanfaatkan.

Saya kira harus naik helikopter untuk sampai ke Pulau Rote dari Kupang; namun, ternyata naik pesawat bisa. Tiga tahun yang lalu, saya perintahkan Menteri Perhubungan untuk memperpanjang runway, memperbaiki terminalnya, memperbaiki pelabuhannya. Artinya, Pulau Rote ini sudah bisa turun pesawat-pesawat yang lumayan besar, seperti yang tadi sore saya bawa

Saya senang karena tadi dibilangin Pak Bupati, katanya saya ini adalah presiden pertama yang datang ke Pulau Rote; yang menyampaikan bukan saya loh ya, tapi Pak Bupati. Sehingga kalau ada yang bilang, Pak keliru, ah bilangnya ke bupati saja.

Dengan menginjakkan kaki saya di Pulau Rote, saya sudah lengkap melihat Indonesia dari ujung ke ujung, dari ujung ke ujung, ujung barat ke ujung timur, ujung utara ke ujung selatan. Saya betul-betul sangat berbahagia sekali bisa bertemu dengan semuanya di Pulau Rote Ndao.

Yang belum berarti, yang paling depan, di sebelah selatan yaitu di Pulau Rote, yang baru bisa saya dikunjunginya pada hari ini. Karena hari ini kita sedang berada di Rote, saya sampaikan salam Eta Esa, Kita adalah Satu, Satu dalam Persaudaraan, Satu dalam Kebinnekaan, Satu bangsa, dan Satu tanah air. 

Untuk menuju ke negara maju, kita harus membangun Indonesia dari sebelumnya Jawasentris menjadi Indonesiasentris. Bukan hanya membangun Jawa, bukan hanya Sumatera, tetapi dibangun seluruh pelosok tanah air dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Miangas sampai Pulau Rote. Oleh sebab itu, tidak ada daerah yang dilupakan, tidak ada daerah yang dikesampingkan, tidak ada daerah yang dianaktirikan dan dianakemaskan. Semuanya adalah anak kandung ibu pertiwi.

Daerah-daerah 3T, Terdepan, Terluar, Tertinggal, tidak boleh dilupakan. Demikian juga daerah-daerah perbatasan tidak boleh ditelantarkan. Di NTT telah kita bangun tiga pos lintas batas yang dulunya kayak kantor kelurahan."

Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo

Senin, 8 Januari 2018 | Ba'a, Ibukota Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur.

Tentang Rote

Ya. Joko Widodo, adalah Presiden RI yang pertama kali menginjak kakinya di Rote, pulau dan Kabupaten terselatan di Nusantara; ya, ia merajut ulang rangkaian pulau yang sekian lama terlupakan dan tertinggal.

Nusa(k) atau Pulau Rote, sudah berpenghuni, jauh sebelum Abad Masehi, ditandai dengan adanya dan tanda-tanda atau sisa hidup dan kehidupan Zaman Batu; orang-orang kuno itu dari Micronesia, Papua, Flores, dan Seram. Bahkan, menurut tuturan, yang terpelihara hingga kini, turunan mereka lah yang kemudian berinteraksi dengan para 'pendatang modern' atau yang belakangan datang yaitu Orang-orang Yahudi dari Suku Gad dan Benyamin (sekitar tahun 700 dan 500 Seb Masehi dan 70-80 Masehi). 

Sejarah mencatat bahwa pada tahun-tahun itu, Kerajaan Israel dan Yehuda, mengalami penghancuran dan orang-orang Yahudi ditawan serta dibuang atau disebar ke berbagai penjuru dunia. Dan pada tahun 70, ketika penghancuran Yerusalem oleh Titus dari Roma(wi), menjadikan bangsa Yahudi semakin menjauh dari Timur Tengah. Tidak menutup kemungkinan, jika mereka sampai ke Rote, Oikos (daerah yang berpenghuni) yang terjauh pada masa itu, sebelum bangsa-bangsa Eropa menemukan Amerika dan Australia.

Mernurut catatan pada Land Taal & Volkenkunde Van Netherlands Indie (1854), pada pada Abad 3 (sumber lain menyatakan abad 1) muncul kapal-kapal layar besar di pantai Rote, para pelaut membutuhkan air minum. Di pantai mereka bertemu seorang nelayan dan bertanya, "Pulau ini bentuknya bagaimana?" Nelayan ini menyangka bahwa mereka menanyakan namanya, sehingga ia menjawab, "Rote" (Rote is Mijn Naam). 

Orang dari Kapal mengira pulau itu Rote, segera ia menamakan pulau itu Rote. Demikian seterusnya pulau ini disebut Rote. Pada arsip pemerintah Hindia Belanda, Rote ditulis 'Rotti atau Rottij.' Orang Rote menyebut Nusak mereka adalah 'Lote', khusus bagi mereka yang tidak bisa menyebut huruf  'R.' 

Padahal sebutan yang sebenarnya adalah 'Lolo Neo Do Tenu hatu' atau pun 'Nes Do Male' dan juga 'Lino Do Nes,' (pulau yang sunyi dan terlupakan karena tidak berpenghuni, suatu ungkapan sarkasme terhadap Negara yang melupakan Rote dan Orang Rote).

Menurut catatan Negarakertagama, 1365, Timor dan pulau-pulau sekitar terkenal dengan hasil cendananya merupakan wilayah Majapahit, namum mempunyai raja-raja yang otonom dan mandiri. Ini juga berarti bahwa Timor dan pulau-pulau sekitarnya tidak pernah menjadi taklukan atau sepenuhnya berada di bawah kekuasaan Majapahit. 

Ketika tahun 1510, Goa-India dikuasai Portogis, mereka melanjutkan eskpansinya dengan cara menguasai Malaka 1511. Malaka dijadikan pusat perdagangan serta penguasaan wilayah Nusantara. Portogis berhasil mencapai Maluku, Solor (Flores). Tahun 1511 armada Ferdinand Magellan (dua kapal) singgah di Alor dan Timor (Kupang). Dalam penyebrangan ke selat Pukuafu, kedua kapal ini tertimpa badai, salah satu kapal karam dan hancur. Salah satu jangkar raksasa kapal ini hingga kini masih ada di pantai Rote. Satu lainnya berhasil lolos dari amukan ombak melanjutkan perjalanan ke Sabu, kemudian ke Tanjung Harapan dan kembali ke Spanyol.

Sebelum kedatangan Belanda, tahun 1700an di Rote, Kerajaan Termanu,  (Masa raja-raja dari Klan Pellokila) yang paling berpengaruh, besar, dan luas di Rote. Kekuasaan Raja Pellokila dari Termanu hampir 2/3 wilayah Pulau Rote. Belanda pun tak sanggup mengusai atau menjajah Rote dan Raja-raja Rote lainnya. 

Pada tahun 1800an, era Kolonial, karena Raja-raja Rote tak mau takluk kepada Belanda, maka Pemerintah Kolonial menetapkan Satu Raja Rote dan membagi Rote ke dalam 18 Kerajaan kecil, yang diharapkkan bisa mempengaruhi semua raja-raja. Bahkan, dengan politik adu domba, kerajaan-kerajaan di Rote saling perang, dan jika sudah lemah, maka akan ditaklukan. Sayangnya Raja-raja Rote tahu politik Belanda, sehingga justru membangun kekuatan untuk melawan Belanda

Seiring dengan pembentukan Propinsi NTT, lepas dari Propinsi Sunda Kecil atau Nusa Tenggara, pada tahun 1958, Rote menjadi bagian dari Kabupatane Kupang. Sekian puluh tahun kemudian, pada tanggal 2 Juli 2002 berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002, Pulau Rote dan pulau sekitarnya dibentuk menjadiKabupaten Rote Ndao dengan ibukota Ba'a.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Tentang Ti'i Langga

Topi ini, (lihat image) hanya ada di Pulau Rote (ada dua benda yang khas Rote yaitu Ti'i  Langga dan Sasando. Kedua benda ini wajib diusulkan ke UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia), terbuat dari daun Pohon Lontar (Rote dan Timor  merupakan populasi pohon lontar terbanyak di Dunia).

Untuk membuat Ti'i Langga, pada masa lalu, harus  memilih daun dari pohon lontar  tua dan punya nilai sejarah (misalnya ditanam pada waktu perang, kelahirang anak raja, atau pun peristiwa alam). Daun lontar kemudian dikeringkan, agar kadar air lama, menjadi kering. Semakin lama, daun lontar berubah warna dari kuning mudah menjadi coklat dan 'antena' yang tadinya tegak menjadi 'miring' dan sulit ditegakkan kembali.

Ti'i Langga pada masa lalu hingga sekarang dibuat atau dianyam sesuai dengan pesanan atau siapa yang memakainya. Sebab, ada perbedaan antara Ti'i Langga untuk para raja, bangsawan dan rakyat biasa.

Ti'i Langga memiliki filosofi dan melekat erat dalam kepribadian orang Rote. Di dalamnya terkandung jiwa kepemimpinan, kewibawaan, percaya diri, menjadi contoh atau teladan Ketika anda (laki-laki) memakai topi tersebut mala akan merasakan nilai-nilai magis yang terkandung pada Ti'i Langga.

Ti'i Langga menggambarkan karakter orang Rote yang tergolong sangat 'keras'. Mereka,  Orang Rote, mempunyai prinsip hidup yang kuat, ketika mereka katakan salah tidak akan ada kompromi; bila benar, katakan itu benar. Sehingga, sering disebut, kalau otaknya sudah 'miring' sangat sulit untuk dikendalikan; sama halnya dengan Ti'i Langga yang sudah miring 'antenanya.'

Setiap Ti'i Langga ada 'antena' dengan 9 bulatan yang berlapis, dari besar hingga keci. Tak boleh dari 9. Sembilan atau 9 atau Sio, adalah angka sempurna dan satuan yang paling tinggi. Sembilan bulatan itu menunjukan pada leluhur 9 suku utama di Rote, yang disebut  'Lakamola Anan Siok.' Mereka adalah, 1. Longa Bula, 2. Menge Bula, (1 dan 2 di Rote Timur), 3. Patola Bula, 4. Bula, (di Rote Tengah), 5. Ndu Bula, (di Ba'a),  6. Ben Bula, (di Thie), 7. Kiukai Bula, (di Dengka). 8. Mulifola Bula, (di Dela), 9. Suku yang hilang (diyakini, jika suku ini kembali, maka ada peradaban baru semua nusak atau bahkan kiamat).

Ti'i Langga dan Maneleo Nusak Lote

Jauh sebelum Presiden Joko Widodo, masyarakat Rote di Kampung Halaman dan Diaspora mencetuskan mengangkatnya sebagai Manaleo Rote. Rencana tersebut dilaksanakan pada 8 Januari 2018, ketika Presiden datang di Rote. Pengukuhan sebagai  Manaleo Nusak Lote, bukan sembarang atau pun tradisi yang gampangan, apalagi Jokowi bukan datang dari 'garis keturunan' Bangsawan atau pun Raja-raja Rote

Penobatan sebagai 'Maneleo Nusak Lote' (untuk keseluruhan Pulau Rote dan Orang Rote di mana pun ia berada), jabatan Nusak Lote merupakan jabatan tertinggi di Pulau Rote. Penobatan yang dihadiri oleh sejumlah besar Manaleo ata pun yang diwakili dari beberbagai penjur Rote.    

Ketika di Rote, ketika diangkat sebagai 'Manaleo Utama atau Besar' Nusa Lote, Presiden Jokowi dan Ibu menggenakan Pakaian Kebesaran motif selimut bangsawan Kerajaan Pa'da atau Termanu (Keluarga atau Klan Pellokila dan Amalo). Presiden memakai Ti'i Langga khusus untuk Raja dan Ibu Iriana memakai 'Bula Molik, semacam perlengkapan emas berbentuk Bulan Baru. 

Ini menunjukkan bahwa  Joko Widodo telah menjadi bagian dari Orang Rote, dan sekaligus Raja yang berkuasa atas Rote dan Orang Rote. Dan, di balik itu, ada kesetiaan timbal balik antara orang Rote dan Manaleo Joko Widodo. Dengan demikian, di mana pun Presiden Jokowi berada, dan di situ ada Orang Rote, maka ia, Orang Rote tersebut, harus menyapanya sebagai Manaleo Nusa Lote. Itu adalah panggilan resmi Orang Rote terhadap Presiden Jokowi,  

Orang Rote memakaikan Ti'i Langga di atas kepala Jokowi, saya yakin Ti'i Langga itu dipesan atau dibuat khusus dan ada kekuatan 'magis' di dalamnya, diharapkan Jokowi memiliki dan mendapat 'Filosofi Otak Rote' dalam memimpin bangsa serta Negara.

Selamat Bertugas Manaleo Nusa Lote Joko Widodo

Lamatuak Susuek.

Opa Jappy | Manaleo Jappy M Pellokila, Pa'da Termanu Rote 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun