Mohon tunggu...
Ony Setiawan
Ony Setiawan Mohon Tunggu... Buruh - manusia biasa yang belajar menterjemahkan rasa menjadi huruf ber spasi

Corporate communication Officer "Bekerja keras lah tetapi harus selalu merasa cukup."

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Versi Cerita Rahwana, Sang "Bucin" pada Zamannya

15 November 2019   08:05 Diperbarui: 15 November 2019   09:20 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rahwana telah berdiri di depan Sinta yang tangisan belum terhenti juga, dipandanginya si pujaan hati itu dengan penuh rasa iba pada nya "Sinta, aku ingin bicara denganmu sebentar"

Sinta menengok ke arah Rahwana, matanya tampak lebam karena tangisan tanpa hentinya itu "bukankah sudah kukatakan untuk tinggalkan aku sendirian?" Sinta kembali menundukan kepala nya "aku hanya ingin bicara sedikit" ujar Rahwana namun, tak lagi dibalas oleh Sinta. Rahwana menarik nafas panjang "aku akan bertanding dengan Rama, apabila aku menang, kau akan jadi istriku Sinta"

Dewi Sinta terlihat kaget, kemudian berdiri sambil memegangi tangan Rahwana "kau serius Rahwana? Rama lebih kuat daripada yang kau kira, kau bisa mati" kata Sinta dengan nada tak percaya "ya, tak masalah Sinta, bila hidup yang aku jalani ini harus kulewati tanpamu disisiku, aku lebih baik mati saja"kata Rahwana yang tampak tak semangat "aku tak tahu bagaimana kau bisa sangat cinta padaku, tapi aku dapat merasakan bahwa cinta mu sangatlah besar, namun aku bukanlah seseorang yang bisa berkhianat juga dari suami ku, akan kudoakan yang terbaik untuk mu Rahwana" ditepuknya pundak Rahwana dengan perlahan. Rahwana berpaling dan berjalan sedikit menjauh.

"Aku siap menerima semua yang kau takdirkan, dewa" Rahwana berbisik dalam hati, memandangi langit biru diatasnya itu dan memanjatkan sedikit doa, karena hanya itu yang dapat ia lakukan saat melawan seseorang yang kekuatannya berada jauh diatas tingkatannya. Mata Rahwana tampak awas, ia tengah merasakan bahwa sihir istana tengah berusaha di rusak oleh seseorang, ia kemudian membacakan mantra berkali-kali untuk mempertahankan sihir itu agar tempat nya dan Sinta tidak ditemukan oleh orang lain. Terjadi sedikit percikan di depan Rahwana yang disebabkan oleh pertarungan antara aura orang yang hendak merusak sihir istana dengan mantra yang dibacakan nya, tak butuh waktu lama, tubuh Rahwana terdorong ke belakang, dia oleng kebelakang dan berusaha untuk menjaga keseimbangan kembali.

"Ada apa Rahwana?" tanya Sinta yang tampak kaget oleh Rahwana yang tiba-tiba saja badannya terhempas padahal tidak ada orang lain selain mereka berdua di pelataran tersebut "Rama, dia berhasil melepaskan mantra yang kupasang untuk menyembunyikan tempat ini" Rahwana tampak gentar, Sinta merasa hati Rahwana dipenuhi rasa takut yang teramat sangat.

"sebentar lagi Rama akan sampai kesini Sinta, kau bersembunyilah di pendopo"

"tidak, aku sangat merindukan Rama, sudah lama aku tak berjumpa dengan nya, sebagai istri, aku harus menyambut kedatangan nya"

"Baiklah jika itu maumu Sinta, tapi menjauhlah sedikit agar kau tidak terkena dampak dari pertarungan kami" ucap Rahwana, meskipun sedikit kecewa dengan ucapan Sinta namun, Rahwana tetap mengkhawatirkan keselamatan nya. Dewi Sinta berlari ke tepian pelataran, ia nampaknya bingung, apakah dia harus terlihat bahagia atau justru murung saat Rama datang, ia tidak tega terlihat bahagia karena hati Rahwana pasti akan remuk redam karenanya, tapi bila ia menampakan ekspresi kesedihan nya, sudah pasti itu tidaklah baik bila dilihat oleh Rama yang sudah mau datang jauh-jauh kesini hanya untuk menyelamatkan nya.

Angin berhembus kencang, matahari kian terik tepat di atas kepala, Rahwana tengah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi pertarungan dengan bertapa, ia merasakan bahwa Rama semakin mendekat ke arah nya. Rahwana tampak terkejut ketika sebuah pukulan menghantam perutnya hingga membuatnya melayang kebelakang.

"Sialan kau, raksasa buruk rupa"

Sekejap Rama telah berdiri tegap tepat di depan Rahwana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun