Mohon tunggu...
Onessimus Febryan Ambun
Onessimus Febryan Ambun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Sarjana Filsafat IFTK Ledalero-Flores

Benedictvs Dominvs Fortis mevs qvi docet manvs meas ad proelivm digitos meos ad bellvm

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tombo Bundu: Metafor, Tradisi dan Upaya Memahami Realitas dalam Budaya Manggarai

6 Januari 2022   08:10 Diperbarui: 28 April 2022   20:25 1757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: aleteia.org)

Pada hakikatnya, pergeseran konteks dan nilai yang melingkupi tradisi tombo bundu ini disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama yang menyebabkan pergeseran konteks dan nilai tombo bundu ialah karena munculnya kebiasaan berjudi [kartu maupun kupon putih] yang merebak di kalangan masyarakat.[8] Kebiasaan buruk yang dilakukan masyarakat Manggarai saat ini memiliki dampak yang sangat berat tentunya pada aspek sakralitas acara welang rapu. Faktor kedua ialah kemunculan perangkat-perangkat teknologi seperti smartphone yang juga berdampak pada hilangnya tradisi historis masyakat Manggarai, yaitu bundu dan ceha kila. Sebagaimana yang diketahui, kesibukan yang disebabkan oleh scrooling beranda medsos dalam smartphone dapat mengaburkan aktivitas-aktivitas lain di sekitar dan juga menghancurkan suasa keakraban dan kekeluargaan dalam acara welang rapu, serta yang paling parah ialah menghilangkan rasa ingin tahu yang sedemikan sakral dari manusia akan realitas yang mengelilingi kehidupannya.

RAGAM TOMBO BUNDU DALAM TRADISI MANGGARAI 

(Sumber Gambar: travel.kompas.com)
(Sumber Gambar: travel.kompas.com)

Budaya dan tradisi Manggarai sangatlah kaya akan suatu upaya memahami dan upaya menyajikan realitas. Salah satu contoh dari upaya mengais realitas itu tercakup dalam bundu-bundu yang ada di dalam masyarakat setempat. Sebagaimana bundu merupakan suatu bangunan yang tersusun oleh metafor-metafor, berikut akan disajikan dua contoh bundu yang akan diulas untuk dipahami lebih lanjut mengenai upaya memahami realitas melalui bahasa metafor ala budaya Manggarai.

Contoh bundu pertama ialah bundu yang bersifat mudah sekaligus terkenal dalam masyarakat kebanyakan. Salah satu contoh bundu (teka-teki) yang sering kali terdengar dalam pembicaraan orang Manggarai ini ialah “eme du koen pake baju, eme du tuan toe pake baju”. Maksud atau jawaban dari bundu ini adalah betong (bambu). Ketika betong belum dewasa secara biologis, betong diselimuti oleh lapisan-lapisan kulit atau lapisan pembungkus yang membungkus tunas dari betong yang masih bertumbuh itu guna melindunginya dari kerusakan. Ketika betong itu sudah mulai dewasa, pembungkusnya akan hilang, sebab tunas akan menjadi kuat dan keras sehingga tidak memerlukan pembungkus lagi untuk melindunginya. Di sini, terlihat dengan jelas bahwa salah satu contoh bundu ini secara bulat merupakan suatu contoh metafora analogis akan suatu realitas, yaitu bambu. Atribut-atribut dari bambu dianalogikan dalam kenyataan hidup manusia sehari hari. Hal inilah yang disebut oleh Marcel Danesi dengan faktor-faktor konseptual dari metafora, sebab analogia yang didatangkan berasal dari kenyataan konseptual dan budaya manusia yang didapat dari proses abstraksi.[9]

Contoh bundu kedua yang akan disajikan berasal dari kumpulan bundu-bundu keramat yang biasa dibuat pada acara welang rapu. Bundu itu berbunyi “Eme cake lite mbarun toe kakus, eme oke lite toe nekang" [Jika kita menggali, bukan kakus; kalau kita buang, bukan sampah]. Jawaban dari bundu ini ialah rapu [mayat]. Kubur digali untuk menyimpan mayat. Mayat yang disimpan  di tempat itu tidak sama dengan sesuatu yang dibuang sebagai sampah. Perbedaannya terletak dalam rasa hormat: mayat tetap ingat dan dihormati bila dibandingkan dengan sampah. Di sini, terlihat secara jelas, bagaimana permainan kata-kata metafor dan analogi beraksi. Kenyataan yang ingin ditampilkan oleh bundu ini disusupi oleh bahasa metafora yang menyulitkan, tetapi di lain pihak juga menantang serta menggugah rasa penasaran. Melalui bundu yang disajikan, hasrat untuk memahai realitas dihidupkan kembali. 

Metafora yang diberikan dalam bentuk bundu disusun oleh bangunan geometris yang melampaui konsep-konsep gramatikal. Namun, realitas yang ingin diungkapkan oleh metafora dalam bentuk bundu ini tepat dan jelas serta tidak salah sasaran. Terlihat dengan jelas bahwa kebudayaan Manggarai sangatlah kaya akan aset-aset intelektual dan kebijaksanaan. Di sini dapat diambil kesimpulan bahwa tombo bundu dalam tradisi dan kebudayaan Manggarai merupakan suatu aset dan harta berharga dalam upaya orang Manggarai untuk memahami realitas. 

Tombo bundu yang dibangun oleh fundamen-fundamen metaforis merupakan jalan yang dapat menghantarkan manusia kepada realitas dan maknanya. Upaya memahami realitas merupakan suatu hal mendasar dari hidup setiap manusia. Sebagaimana yang diutarakan oleh Aristoteles bahwa setiap manusia mempunyai hasrat untuk mengetahui, tradisi tombo bundu yang dimiliki oleh masyarakat Manggarai tidak boleh dihilangkan. Menghilangkan tradisi ini, entah dengan menghilangkan sakralitas maupun konteksnya, sama saja dengan mengalienasi masyarakat Manggarai dari kebudayaan, kebijaksanaan, dan makna realitas itu sendiri.  

Catatan kaki:

[1] Aristoteles, Metafisika, penerj. W.D. Ross (New Jersey: Princeton University Press, 1985), hlm. 1.

[2] Kanisius Teobaldus Deki, Tradisi Lisan Orang Manggarai: Membidik Persaudaraan dalam Bingkai Sastra (Jakarta: Perrhesia Institute, 2011), hlm. 159

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun