Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Kisah Sepotong Wafer dan Beratnya Belajar Berpuasa

12 Mei 2020   14:28 Diperbarui: 12 Mei 2020   20:50 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wafer yang menggoda. Sumber productnation.co

Kalau dengar cerita sepupu yang punya anak kecil dan lagi berlatih puasa, saya suka senyum-senyum sendiri membayangkan jika dulu saya pun pernah merasakan masa-masa sulit itu haha. Dari yang susah bangun sahur, kelaparan di siang hari (padahal jam makan siang aja belum masuk), sampai yang berulang kali nanya ke ibu, "masih lama ya magrib?"

Alhamdulillah seiring berjalannya waktu, saya makin terbiasa berpuasa. Biasanya sih puasa berat di hari-hari awal saja. Ya maklum, tubuh saya yang hobi makan ini butuh beradaptasi ya, kan! hehe. Saya sendiri awalnyamulai latihan puasa itu sejak TK. Bertahap tentu. Dari yang berbuka jam 10 pagi, 12 siang dan lanjut full seharian.

Waktu TK, saya sih bisa nahan makan. Tapi, susah nahan ngedot lol. Soalnya, abis pulang sekolah gitu mesti satu botol susu saya habiskan. Abis ngedot langsung main dan mesti haus. Nah, ini dia yang saat itu jadi faktor yang memberatkan saya berpuasa.

Disinisin Sepupu karena Dianggap Menggoda Imannya

Saya hidup di perkampungan yang mana sepupu-sepupu saya tinggal tak jauh dari kediaman keluarga kami. Biasalah ya, anak kecil sukanya main bareng. Saat SD kelas 1 gitu saya masih dalam tahapan belajar berpuasa. Saat itu sudah berhenti ngedot (karena tak lama setelah saya lulus TK adik lahir dan saya malu suka dibilangin rebutan dot susu), dan sudah mulai puasa sampai jam 12 siang.

Nah, jika tengah hari, saya mulai deh merengek minta makan padahal itu masih asyik-asyiknya saya, sepupu dan teman sekampung main. Ya kami biasa main di rumah. Apa aja dimainin. Kayak main gambaran, baca bobo dsb.

Saya yang lapar cuek aja makan depan mereka. Saya baru ngeh kalau itu bikin mereka sebel pas salah satu sepupu berkata, "kamu itu berdosa tahu menggoda kami." Saya masih kebayang tatapan matanya saat berkata itu. Sinis banget kayak Leily Sagita pas marahin Tamara Bleszynski di sinetron ramadan haha. Eh masih ingat gak nih sinetronnya? bagi yang lupa, nih saya kasih soundtracknya hehe.


Dududu, saya jadi merasa bersalah haha. Padahal, kalau iman mereka kuat ya gak mesti merasa sebal kan ya hwhw. Tapi ya maklum, saat itu kan mereka juga usianya masih muda. 

Masih sama-sama duduk di bangku sekolah dasar. Bedanya mereka udah kelas atas, saya masih kelas 1. Sejak itu, jika mau ngebatalin puasa di tengah hari, saya akan bersembunyi makannya. Ya, ketimbang dimusuhin temen sekampung dan gak diajak main lagi, kan?

Sepotong Wafer yang Menggoda

Menurut saya, saat masih kecil dulu, menjalankan Ramadan itu terasa lebih berwarna. Di usia sekarang, menahan lapar dan haus bukan lagi menjadi halangan berarti. Apalagi, saya memang sudah terbiasa puasa Senin-Kamis di hari-hari lain. Kalau sekarang sih, lebih susah kontrol emosi, ya. Sama kontrol nafsu kalau tiba-tiba sange' --eh gimana? Hehe. 

Nah, saat masih kecil, kegiatan saya jauh lebih berwarna. Dulu sih masih suka majar alias keluar subuh-subuh demi main sepeda atau sepatu roda. Kadang majarnya bisa sampai ke Jembatan Ampera sana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun