Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Apa Benar Memberi Uang ke Pengemis di Jalanan Diharamkan?

14 Mei 2019   15:35 Diperbarui: 14 Mei 2019   15:47 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memasuki bulan Ramadan seperti sekarang, biasanya Jakarta mulai dipenuhi oleh pengemis dadakan yang berasal dari daerah-daerah. Saya ingat, tiap kali Ramadan, mesti ada beritanya di TV. Setali tiga uang dengan Jakarta, kota Palembang juga menghadapi problema yang sama di mana jumlah pengemis meningkat saat bulan Ramadan seperti sekarang.

Apa sebab?

Tentu karena ajakan untuk banyak beramal baik selama Ramadan. Orang lebih loyal memberikan sedekah karena konon akan mendapatkan imbalan yang pantas dari semua perbuatan baik yang dilakukan. Saya pribadi kadang tak dapat menghindari situasi ini walaupun tidak semua pengemis juga yang saya beri sedekah.

Adab Meminta Sedekah

Kalian pasti tahu kejadian sekelompok orang di Aceh Utara yang ngamuk karena diberi sedekah Rp.1000 oleh kasir sebuah minimarket bukan? Saya yakin, semua orang yang memiliki akal sehat merasa malu dengan kejadian tersebut umumnya umat Islam. Kalian pasti pernah dengar hadist Imam Al-Bukhari yang berbunyi, "tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah," bukan?

Ya, saya tidak pukul rata kehidupan semua orang juga. Tapi saya banyak mengenal orang-orang tidak mampu yang pantang mengemis. Mereka rela banting tulang memenuhi kebutuhan mereka dengan bekerja. Misalnya saja kisah Uwak Tini, nenek mualaf yang rela menjadi tukang pijat sebagaimana yang tahun lalu saya ceritakan.

Saya tidak habis pikir ada orang yang (nampak) gagah, terlebih dengan atribut-atribut yang kian mengokohkan "sosok" mereka, rela memalak --ya, menurut saya aksi itu lebih ke memalak, bukan meminta sedekah, karyawan toko yang sebetulnya tak punya kuasa menentukan apakah dapat memberi sekian banyak rupiah untuk semua peminta sumbangan atau tidak.

Pengemis di jalanan. Source image kompas.com
Pengemis di jalanan. Source image kompas.com
Untunglah, lelaki itu akhirnya "ditangkap" dan meminta maaf walaupun menurut saya itu terpaksa karena terpojok. Wallahu alam. Saya sendiri, karena berjualan di pinggir jalan, hampir setiap hari adaaa saja orang yang datang ke toko dan meminta sumbangan. Praktiknya macam-macam. Ada yang hanya modal menadahkan tangan, ada pula yang sedikit niat membawa kotak sumbangan dan berbagai macam surat (seperti surat kematian temannya dsb).

Tidak semua saya beri. Saya pakai intuisi saja. Dan, terus terang saya lebih suka berderma di tempat resmi seperti di masjid, panitia satu acara/kegiatan, atau secara online melalui situs kitabisa. Menurut saya, jika saya menyalurkan bantuan ke sana, akan lebih tepat sasaran dan lebih terpercaya.

Tak jarang mereka hanya pura-pura sakit/cacat. Sumber kompas.com
Tak jarang mereka hanya pura-pura sakit/cacat. Sumber kompas.com
Saya lupa dengar di mana, tapi ada seseorang yang bilang/menulis, "apakah Allah berkenan aksi orang-orang yang meminta sumbangan untuk masjid di pinggir jalan?" sekali lagi, wallahu alam. Fenomena menjamurnya masjid di Indonesia namun sepi pengunjung ini juga jadi satu hal yang mengkhawatirkan, if you know what I mean.

Stop Memberi Sedekah di Jalanan

Ketahuilah, pemerintah melarang memberi pengemis sedekah di jalanan. Peraturan ini biasanya tertuang di satu perda. Diantaranya Perda No.8 tahun 2008 tentang Ketertiban Umum. Sejalan dengan perda itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) di DKI Jakarta juga mengeluarkan fatwa haram atas segala aktivitas mengganggu ketertiban seperti mengemis, berdagang asongan, mengelap mobil dsb.

Walau jujur kadang saya aneh juga dengan MUI yang nampak ketat di satu hal namun longgar di hal lain (misalnya dalam hal rokok), untuk urusan kasih sedekah ke pengemis ini saya pribadi sih merasa gak perlu fatwa-fatwa segala. Perda sudah cukup, toh pengemis ini juga biasanya ditertibkan oleh satuan pengamanan setempat.

Yang lucunya, orang jadi malas kasih uang ke pengemis karena ya pengemisnya itu sendiri. Pernah denger dong kisah pengemis yang punya uang banyak? Bahkan ada yang bisa beli mobil! Ini dia salah satunya.


Jika sudah begini, apa yang salah? Mentalitas. Ada orang-orang mampu yang sudah lama terbiasa meminta-minta sehingga jadi kebiasaan. Berbanding terbalik dengan Uwak Tini yang saya contohkan tadi misalnya. Atau, jika kalian mau tahu betapa banyak orang susah yang anti mengemis, bisa lihat foto dan kisahnya di instagram yang diposting oleh Komunitas Ketimbang Mengemis, salah satunya akun instagram @Ketimbang.Ngemis.PLG ini.

Sebagian orang mengemis dengan cara berbohong dan menipu. Ada yang pura-pura hamil, tersesat, sakit atau bahkan cacat. Bahkan konon orang-orang ini dikoordinir oleh kelompok-kelompok tertentu, mirip yang ada di film Slumdog Millionaire.

Kita sudah punya Baznas (Badan Amal Zakat Nasional) loh, yang InsyaAllah bantuan yang diterima akan disalurkan ke orang yang berhak sehingga tepat sasaran. So, silakan dipikirkan lagi. Pakai intuisi apakah masih perlu atau tidak memberi pengemis di jalanan sedekah. Keputuskan kembali ke pribadi masing-masing.

Kompal (Kompasianer Palembang)
Kompal (Kompasianer Palembang)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun