Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Kocaknya Memperkenalkan Ibadah Puasa Ramadan ke Seorang Bule

22 Mei 2018   09:57 Diperbarui: 22 Mei 2018   11:10 3351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak tergabung dalam situs pertemanan couchsurfing.com dan hospitalityclub.org sejak beberapa tahun lalu, saya dan keluarga sudah terbiasa menerima kedatangan tamu di rumah. Yup, kedua situs tersebut bukan laman pertemanan biasa seperti Facebook, Instagram atau Twitter.

Dengan misi semangat mengenalkan dan pertukaran budaya, para member di kedua situs tersebut dapat memungkinkan untuk memberikan tumpangan atau mencari tumpangan saat melakukan perjalanan di satu kota di seluruh dunia.

Alhamdulillah, saya memiliki keluarga yang welcome dengan orang asing. Tidak hanya warga lokal namun juga tamu dari luar negeri kerap datang ke rumah untuk menumpang menginap beberapa hari sebelum kemudian melanjutkan perjalanan ke kota lain.

"Bagaimana jika Ramadan?" oh tentu saja hal itu tidak menghalangi untuk kami menerima tamu. Beberapa couchsurfers (sebutan untuk para petualang ini) datang saat Ramadan loh. Jika mereka warga local/WNI, maka ya biasa saja, mereka akan beraktivitas sama seperti kami. Lalu, bagaimana jika yang datang bule*? Nah ini yang akan saya ceritakan di tulisan ini. Simak terus, ya!

Ketika Julian Ingin Belajar Puasa

Ramadan baru berjalan beberapa hari saat saya menerima request message dari Julian Striling, pemuda yang lahir dan besar di Australia. "Saya kunjungan pertama saya di Indonesia. Saya berencana mengeksplorasi Pulau Sumatra. Bolehkah saya menginap di rumahmu untuk beberapa hari?" tulisnya di pesan tersebut. Tentu saja dalam bahasa Inggris.

Baiklah, karena saya memang ada di rumah (baca : sedang tidak dalam melakukan perjalanan) maka dengan senang hati saya dan keluarga menerima kehadiran pemuda bertubuh jangkung dan brewokan ini. Di hari kedatangannya, saya menjemputnya di bandara dan langsung saya ajak ke rumah.

Walaupun non muslim ternyata Julian sedikit tahu tentang berpuasa. "Saya punya beberapa teman muslim," ujarnya. Saat tiba di rumah di sore hari dan dihidangkan beberapa cemilan oleh ibu, kami berbincang banyak. Ternyata Julian pernah belajar bahasa Indonesia di sekolahnya dulu. "Namun sudah lupa," lanjutnya lagi.

Julian saat buka puasa bersama di rumah. Foto milik pribadi.
Julian saat buka puasa bersama di rumah. Foto milik pribadi.
Sebelum menyomot risoles yang dihidangkan ibu, Julian sempat menyatakan rasa segannya. "Saya makan saat kamu puasa. Apakah tidak apa-apa?" mendengar itu, dengan pasti saja menjawab, "tidak apa-apa. Lagipula sebentar lagi kita akan berbuka puasa bersama." Yup, saat itu memang sudah pukul 4 sore. Lagipula, saya kan sudah terbiasa berpuasa, jadi ya tidak masalah.

Begitu waktu berbuka tiba, Julian kembali kami ajak untuk makan bersama. Alhamdulillah, Julian ternyata cocok dengan masakan Indonesia khususnya masakan Palembang. Hampir semua makanan yang terhidang ia cicipi. Ibu senang karena Julian bukan termasuk tamu yang picky dalam urusan makanan.

"Jadi kan gak pusing mikirin mau masak apa untuk besok," sahut ibu.

Oh ya, walaupun ayah dan ibu tidak dapat berbahasa Inggris, itu tidak jadi masalah besar. Toh saya dan kedua adik dapat menerjemahkan. Dan, jangan lupa, "saya percaya, ada bahasa yang tak bersuara. Ada aksara yang tak membutuhkan kata-kata. Dan itu cinta," sahut Windy Ariestianty.

Saat masih seru makan bersama, tiba-tiba....

 "Karena. Kalian semua. Puasa. Besok. Saya. Puasa"

Julian berkata terbata-bata memakai bahasa Indonesia sambil terus mengunyah makanan saat berbuka puasa di rumah kami. Mendapati keinginannya untuk berpuasa, seketika kami semua (saya, orang tua dan dua adik) terkejut.

"Are you sure, Julian? Because you have to wake up early morning around 3.30 am for sahur," Tanya saya memastikan.

Mata Julian mengerling. Dia masih belum paham apa itu sahur. Kenapa harus bangun sedini itu karena yang ada dibenaknya berpuasa hanya tidak boleh makan dan minum. Saya lalu menjelaskan mengenai puasa secara umum. Lantas dia berkata, "Oh okay, tentu, kenapa tidak? Jika saya tidak pernah mencoba, saya tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya berpuasa seperti kalian."

Begitu ya? Hmm, baiklah, mari kita lihat bagaimana besok.

Julian Ikutan Tarawih dan Sahur

"Oh ya, btw, are you okay to stay alone at home for hmm around 1 hour while we all praying in mosque?" Tanya saya menjelang berbuka puasa selesai.

"Apakah masjidnya jauh?"

"Oh masjidnya dekat sekali. Hanya 3 menit berjalan kaki," jawab saya lagi.

Awalnya Julian berkata ia tidak masalah untuk tinggal sendirian di rumah. Namun, dari gesture-nya, ia nampak sangat penasaran. Ia juga terus bertanya mengenai aktivitas di masjid. Seperti, "Salat itu seperti apa, sih?" atau, "Bagaimana suasana di masjid?"

Bule aja suka pempek. Masa kamu nggak? hehehe. Foto milik pribadi
Bule aja suka pempek. Masa kamu nggak? hehehe. Foto milik pribadi
 Mendengar semua pertanyaan itu, saya jadi spontan bertanya, "apa kau mau ikut?"

"Wah, apa aku boleh ikut?" tanyanya lagi dengan suara yang bersemangat.

"Tentu saja boleh," jawab saya. Walau begitu, saya tetap memastikan hal itu dengan bertanya ke ayah. Ayah sendiri bilang bahwa tak mengapa jika dia mau ikut.

"Ide bagus. Baiklah, aku akan ikut dan menunggu di luar," sahutnya.

"Kenapa menunggu di luar? Kau bisa masuk ke dalam."

"Bukankah orang 'seperti aku' tidak boleh masuk ke dalam masjid?"

Saya lalu menjelaskan. Bahwa masjid terbuka untuk siapa saja. Bahkan oleh orang yang tidak menjadikan masjid sebagai rumah ibadahnya, seperti dia. Yang penting adalah menjaga prilaku dan berpakaian pantas.

Kebetulan, setelah mandi sore, Julian mengenakan kemeja putih dan celana bahan panjang. Yeah, dia bule yang rapi hehe.

Di masjid...

Sekitar pukul 18:45, kami sudah berada di masjid. Jam segitu masjid belum terlalu ramai. Pas-lah, biar Julian tidak terlalu menjadi pusat perhatian.

Saya mengajaknya untuk duduk di deretan belakang dan di pinggir dinding. Tapi ya, semua cowok ganteng --Julian maksudnya, saya mah ganteng banget hahaha, lambat laun akan terdeteksi, kan? Hehe, karena posisi laki-laki berada di depan, deretan ibu-ibu yang duduk di shaf belakang langsung menyadari. Bisik-bisik, wah ada bule, terdengar cukup jelas.

Sebelum berangkat ke masjid, saya sudah mengingatkan bahwa dia akan jadi pusat perhatian. Jika dia merasa tidak nyaman, dia bisa pulang.

Eh ternyata Julian betah duduk di masjid hingga salat tarawih selesai. Anak kecil yang ke sana-mari cari perhatian ditanggapinya dengan senyuman.

Sepanjang jalan dari masjid ke rumah, dia terus menerus mengucapkan terima kasih karena sudah diajak. Lha, kalau sudah begini, siapa coba yang gak meleleh.

Dia sangat berusaha untuk melebur ke aktivitas host-nya dan itu menurutku.... Keren! Alhamdulillah juga, respon warga masjid lain juga baik. Tidak ada yang menolak kehadirannya walaupun sepanjang prosesi tarawih dia hanya duduk dan pertanyaan para jamaah lain yang, "apa dia muslim?" kujawab dengan gelengan kepala.

Membeli motor bekas dan siap berpetualang keliling Sumatra. Foto milik pribadi
Membeli motor bekas dan siap berpetualang keliling Sumatra. Foto milik pribadi
Malam itu, kami berbincang hangat sebelum kemudian masing-masing beristirahat. Sebelum tidur, ia kembali saya ingatkan soal keinginannya mencoba berpuasa. "Iya, nanti tolong bangunkan saya, ya!" ujarnya.

Faktanya? Saya hampir menyerah untuk membangunkannya sahur. Saya berulang kali mengetuk pintunya, memangil namanya (dari yang pelan sampai setengah menjerit) namun dia tetap terlelap.

Ah, mungkin dia lelah hehe. Namun, ayah menyarankan agar saya masuk saja ke dalam kamarnya dan saya melakukannya.

Saya nyalakan lampu, saya bangunkan dia dan saya tanya apakah dia masih tetap tertarik berpuasa, and he said, "yes."

Kami menunggu di meja makan dan sosok tinggi jangkung itu perlahan berjalan menuju dapur dan... hup! Dia hampir terjatuh hahaha.

Dia jalan terhuyung-huyung seperti zombie dan kebetulan posisi dapur rumah kami lebih rendah. Melihat dia yang berjalan seperti mayat tidur kami semua tertawa. Benar-benar "tontonan" menarik dan jarang di rumah kami.

Lalu, apakah Julian berhasil menjalankan puasa pertamanya? Yes, he made it! Bahagia rasanya melihat dia turut merasakan nikmatnya berbuka puasa setelah seharian penuh menahan dahaga dan rasa lapar. So proud of him!

Menjemput Pavel di Kantor Polisi

Ini kisah lain di Ramadan yang berhubungan dengan bule. Setahun berselang, saya menerima tamu lain bernama Pavel yang berkebangsaan Belarus. Beda dengan Julian yang datang menggunakan pesawat, Pavel datang dari Jambi dengan hitchhiking alias menumpang kendaraan umum/pribadi secara gratisan. Benar-benar petualang sejati!

Pavel foto wajib di Jembatan Ampera. Foto milik pribadi
Pavel foto wajib di Jembatan Ampera. Foto milik pribadi
Saya sudah menginformasikan kepadanya beberapa titik temu melalui WA. Namun betapa herannya saat kemudian dia minta dijemput di kantor polisi. Saya bertanya ada apa, namun hanya dijawab singkat, "I will tell you details later. This is actually a long story." Baiklah hehe.

Tak lama setelah berbuka puasa, saya menerima telepon dari nomor asing. "Halo Pak, ini kami dari Poltabes Palembang. Ini temannya ada di ruang intel lantai 2. Kami tunggu di sini, ya!"

Ya ampun, sampe di ruang intel segala. Ada apakah? Jadilah, saya bergegas datang ke Poltabes dan mencari ruangan yang dimaksud. Begitu tiba, nampaklah Pavel tengah duduk dikerubuti para polisi. Namun, alih-alih tegang, saya menangkap aura yang cair saat itu.

Pavel bersama para polisi di Poltabes. Foto milik pribadi.
Pavel bersama para polisi di Poltabes. Foto milik pribadi.
Ternyata, dia bisa sampai ke Poltabes karena dianggap bule nyasar oleh supir truk yang ia tumpangi. "Tadinya mau kami antar ke stasiun, katanya dia mau ke Lampung."

"Haha, iya, Pavel memang akan ke Lampung sebelum ke Pulau Jawa. Tapi ya masih nanti, 3 hari lagi. Dia mau eksplor Palembang dulu dan menginap di rumah saya."

Kalau udah keramean, makannya lesehan. Foto milik pribadi.
Kalau udah keramean, makannya lesehan. Foto milik pribadi.
 "Tadi sudah kami kasih nasi bungkus. Itu juga kami belikan dia pempek," ujar Pak Erwin salah satu polisi yang ada di sana. Wah terima kasih banyak ya Pak Polisi. Alhamdulillah tidak ada hal buruk yang terjadi sama si bule ini meski sempat kaget awaklnya. Saya kira dia anggota gembong penjahat atau pedagang narkoba sehingga "ditahan" di ruang intel Poltabes Palembang hihihi.

Semoga Ramadan menimbulkan kesan yang manis bagi Julian dan Pavel. InsyaAllah.

Pavel bersiap menuju Lampung. Foto milik pribadi.
Pavel bersiap menuju Lampung. Foto milik pribadi.
*saya masih menggunakan istilah ini untuk menyebut mereka para WNA. Saya tahu beberapa orang tidak nyaman dengan penggunaan kata ini. Namun, saya menggunakannya in a positive way, ya! Semoga dapat dimaklumi :)

Kompal : Kompasiana Palembang
Kompal : Kompasiana Palembang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun