Rumput hijau terbentang sepanjang halaman Masjid Agung. Ada sudut tertentu yang ditanami dengan berbagai macam jenis bunga. Pohon-pohon rindang sejenis palem juga terlihat menghiasi taman sekaligus halaman belakang masjid Agung ini. Di kala penuh, halaman ini juga beralih fungsi sebagai lahan parkir.
Ada kolam besar di bagian belakangnya. Foto milik pribadi.
Walaupun terlihat sangat besar, sesungguhnya Masjid Agung kini bernama Masjid Sultan Mahmud Badaruddin II ini terdiri dari dua bangunan yang terpisah. Saya melangkahkan kaki menuju bangunan yang lebih kecil. Inilah bentuk bangunan asli Masjid Agung ketika didirikan pertama kali pada tahun 1738 lalu. Berbentuk hampir bujur sangkar dan berukuran 30 x 36 meter, dulunya masjid Agung ini pernah menjadi masjid terbesar di nusantara yang dapat menampung hingga 1200 jamaah.
Atap masjid Agung sendiri berbentuk limas yakni terdiri dari tiga undakan yang dipengaruhi bentuk candi Hindu-Jawa. Sedangkan sentuhan Eropa dapat terlihat pada pilar masjid yang lebar dan kokoh serta pemilihan rupa jendela yang tinggi dan besar. Bahkan material bangunan seperti marmer dan kaca di impor langsung dari eropa.
Bangunan lamanya. Pintu dan jendelanya berukuran besar. Foto milik pribadi.
Bagian luarnya. Masjid Agung Palembang didominasi warna putih. Foto milik pribadi.
Seperti umumnya sebuah masjid besar, biasanya hampir selalu memiliki menara, begitupun dengan masjid Agung. Bahkan terdapat dua menara yakni menara lama dan menara baru.Â
Menara lama berukuran 20 meter dibangun pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Najamudin (pemerintahan 1758-1774) yang terletak di sisi barat masjid. Sedangkan menara baru dengan ukuran lebih tinggi yakni 45 meter dibangun pada tahun 1970. Menara dengan tangga melingkar dengan 130 anak tangga inilah yang masih digunakan hingga sekarang.Â
Sayang menara ini tertutup untuk umum. Padahal memandang kota Palembang dari ketinggian tersebut pasti akan jadi pengalaman yang istimewa.
Mimbarnya. Tidak terlalu besar, namun megah dan khas. Foto milik pribadi.
Gedung utamanya yang baru. Nampak petugas sedang bebersih. Foto milik pribadi.
Hal unik lainnya dari masjid agung adalah desain interiornya. Ukiran khas Palembang berbentuk bunga melati atau teratai serta ornamen hiasan daun sulur menghiasi hampir seluruh benda yang ada di dalam masjid. Mulai dari pintu masuk, jendela, puncak mihrab, mimbar hingga tiang-tiang tak luput dari ragam hiasan nan elok khas Palembang ini. Hal yang biasanya mendapatkan perhatian lebih jika saya mengajak tamu asing saat mendatangi masjid megah ini.
Masjid Penuh sejarah
Tak hanya menjadi pusat kegiatan umat Islam, Masjid Agung juga menjadi salah satu bagian dari sejarah Indonesia. Sejak pertama kali di dirikan, Masjid Agung telah menjadi saksi penting dari banyaknya peristiwa bersejarah yang terjadi di Palembang. Misalnya saja di tanggal 1-5 Januari 1947 pasca Perang Dunia II, Masjid Agung adalah saksi dari terjadinya peristiwa yang dikenal dengan nama perang "Lima Hari Lima Malam".
Suasana di dalam masjid. Di sinilah aku menginap saat Mabit dulu. Foto milik pribadi.
Lampunya mirip seperti yang ada di Masjid Nabawi, Madinah. Foto milik pribadi.
Masjid Agung terus digunakan untuk berbagai kegiatan. Terlebih di bulan Ramadan seperti sekarang, kegiatan keagamaan terus digalakkan selama sebulan penuh. Dimulai dari kajian keislaman, tadarusan, khatam Quran, kuliah dhuha, penyaluran zakat fitrah, perlombaan islami bagi anak-anak dan remaja, hingga menyiapkan buka bersama dan sahur bersama bagi warga. Bahkan, dulu terdapat pasar bedug/pasar ramadhan di halaman masjid agung yang sekarang sudah dipindahkan ke halaman Monpera.
Kharisma Masjid Agung kian berpijar. Sebagai salah satu peninggalan bersejarah yang perlu dilestarikan dan dijaga, masjid kebanggaan warga Palembang ini tidak hanya berfungsi sebagai rumah peribadatan umat Islam, tetapi juga sebagai bentuk konservasi bangunan kuno peninggalan kejayaan masa lalu yang patut dicontoh.Â
Lihat Kurma Selengkapnya