Mohon tunggu...
Ombrill
Ombrill Mohon Tunggu... Jurnalis - Videografer - Content Creator - Book Writer

Book Writer - Video Blogger - Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Mengenal Animasi "3D Augmented Reality" dalam Tayangan Piala Dunia Trans TV

27 Juni 2018   22:03 Diperbarui: 28 Juni 2018   18:18 3492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Express.co.uk

Donna Agnesia nampak serius melihat Sapto Haryo Rajasa memberikan analisis salah satu tim sepakbola yang akan berlaga. 

Dengan pen tablet-nya, di atas screen, Haryo yang kebetulan menjadi Komentator partai Jerman melawan Korea Selatan ini memberikan garis pergerakan pemain yang berbentuk animasi 3D dari titik A ke titik B. Di screen yang difungsikan seperti lapangan sepak bola tersebut, penonton melihat semua pemain dari dua tim beserta nama-nama mereka, dalam bentuk 3D.

Teknologi dengan menggunakan augmented reality (selanjutnya penulis akan menyingkat dengan akronim AR), menjadikan percakapan antara sportcaster dan komentator, menjadi lebih variatif dan menarik. 

Penonton tak lagi cuma melihat Donna dan Haryo yang saling bercakap dan diselingi insert visual si pemain yang dikomentari atau footage pemain sedang beraksi di lapangan hijau, tetapi di Piala Dunia 2018 diberikan teknologi era digital ini, yakni berupa AR.

Kompasianer, sebetulnya teknologi AR bukan baru dipakai Trans TV saat Piala Dunia 2018 ini. Pada 2014 lalu, tvOne sudah menggunakan teknologi yang mengkombinasikan animasi 3D dalam sebuah siaran langsung. 

Bahkan saat itu, penggunakan AR bukan sebatas pada saat komentator berdiri memberikan analisis, tetapi dimunculkan saat sportcaster dan komentator juga duduk. Ada AR di atas frame, di mana memunculkan sejumlah data-data pemain, juga tim.

AR beda dengan teknologi hologram. Dalam hologram, visual riil ada di lokasi. Misal seorang news presenter hendak bercakap-cakap dengan reporter dari luar kota, di mana reporter ini ditampilkan dalam bentuk hologram. 

Teknisnya, hologram dimunculkan dengan menggunakan sinar atau optik. Nah, news presenter akan melihat real reporter tersebut di studio dalam bentuk hologram. Antara news presenter di studio dan hologram Reporter kemudian di-capture oleh kamera, bisa direkam maupun live.

AR juga berbeda dengan teknologi chroma key atau virtual set. Kalau chroma key, news presenter berada di studio dengan background layar hijau atau biru. Jika akan melaporkan berita mengenai cuaca, maka news presenter pura-pura menunjuk peta negara atau pergerakan angin maupun hujan. 

News presenter hanya melihat tv monitor yang ada di depannya, di mana di tv monitor tersebut terdapat grafis negara, pergerakan angin, maupun hujan yang ditunjuk oleh news presenter itu.

Dalam AR tidak perlu selalu menggunakan layar hijau atau biru. Atau menampilkannya tidak seperti hologram dengan menggunakan sinar maupun optik, tetapi melalui kamera yang sudah ditampilkan animasi 3D. 

Background apa pun bisa dimunculkan animasi 3D yang dibuat oleh tim grafis AR. Ya seperti contoh Donna dan Haryo di Piala Dunia 2018 saat pertandingan Jerman dan Korsel. Backgroud-nya adalah fix set atau set asli (baca: bukan chroma key atau virtual set).

"Persiapannya kurang lebih sebulan," jelas Head on Air Graphics CNN Indonesia, Tombak Matahari, yang mengepalai proyek AR di Piala Dunia 2018 di Transmedia ini. "Ada 5 orang yang telibat mengerjakan, mulai dari desainer dan programmer". 

Dengan perincian, 1 orang mengerjakan Lead Designer, 1 orang Programmer, 1 orang 3D Designer, 1 orang Vizrt Designer, dan 1 orang set designer untuk memosisikan animasi 3D di set studio. Jumlah 5 orang ini persis dengan tim dari tvOne saat membuat AR di Piala Dunia 2014.

Di Piala Dunia 2018 ini, Tombak dipercaya Transmedia sebagai Team Leader yang membawahi 5 orang grafis yang sudah disebutkan di atas. Lima orang tenaga grafis yang menangani AR terdiri dari karyawan dari beberapa tv yang masih di bawah Trans Corp. 

Seperti yang sudah diinfokan di atas, Tombak dari CNN Indonesia, sementara sisanya dari Trans TV dan Trans 7. Detailnya, 2 SDM dari CNN Indonesia, 2 SDM dari Trans TV, dan 1 SDM dari Trans 7.

Dalam 5 orang tersebut adalah 1 Vizrt Designer. Vizrt adalah sebuah alat yang membuat grafisnya real time saat live atau taping.  Secara teknis, Vizrt tersinkronisasi dengan baik video dan grafis animasi 3D yang dibuat. 

Menurut Tombak, alat ini bukan baru saat Piala Dunia saja dibeli, tetapi memang saat CNN Indonesia pertama kali berdiri. Harga vizrt ini mahal sekali, dan memang khusus untuk AR.

Lanjut Tombak, animasi 3D AR para pemain Piala Dunia, cuma dibuat 1 model saja. Sebab, dalam waktu 1 bulan, tim grafis yang dikomandoi oleh Tombak, bisa gempor jika mengerjakan banyak model. Misal, jika si pemain warna kulitnya hitam atau si pemain rambutnya keriting. 

Nah, oleh karena pengerjaannya sebulan, satu model itu tidak detail warna kulit atau rambut masing-masing pemain. Yang berubah di model tersebut hanya kostum tim saja. 

Misal jika tim yang akan bertanding adalah Jerman, maka kostum yang dibuat oleh tim grafis adalah kostum Jerman. Sebaliknya jika yang bertandingan tim Korea Selatan, maka dibuat kostum Korea Selatan.

Untuk mengaplikasikan AR di layar, seorang sportcaster dan juga Komentator harus berlatih terlebih dahulu. Kenapa harus berlatih? Sebab, sportcaster dan Komentator tidak bisa lihat secara langsung di studio. 

Saat kamera mengambil gambar, mereka pura-pura seolah animasi 3D pemain bola ada di depan mereka. Atau ketika komentator memberi garis pergerakan seorang pemain dari titik A ke titik B, seolah animasi 3D pemain yang dikasih garis tersebut, ada di depan mereka. 

Padahal, mereka hanya bisa melihat di tv monitor (monitor preview) yang ada di depan mereka. Oleh karena itu, agar sportcaster dan komentator terbiasa dengan "adegan pura-pura" tersebut, harus berlatih sebelum rekaman atau live.  

Program Director (PD) yang bertugas mengambil gambar sportcaster dan komentator yang bertanggung jawab untuk melatih.  Ia, si PD, harus mengatur blocking kedua objek tersebut. 

Sebab, AR membutuhkan presisi atau ketepatan dalam blocking. Sebelum blockingsportcaster dan komentator sesuai dengan posisi animasi 3D, PD akan terus mengulang-ulang latihan. 

Presisi akan memperlihatkan "adegan pura-pura" yang dilakukan sportcaster dan komentator dengan animasi 3D tadi, menjadi nyata. Penonton pun melihat di layar kaca dengan ketakjubkan.    

Salam Piala Dunia!  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun