Mohon tunggu...
Ombrill
Ombrill Mohon Tunggu... Jurnalis - Videografer - Content Creator - Book Writer

Book Writer - Video Blogger - Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Saling Saing Industri Televisi "Berita" di Indonesia

12 September 2015   07:28 Diperbarui: 12 September 2015   12:00 3909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi Tayangan Televisi/Kompas.com

Begitu mendengar Bloomberg TV akan membuka “cabang” di tanah air, sejumlah orang langsung meramalkan, stasiun televisi berita yang sudah eksis akan “goyang”. Stasiun televisi berita yang dimaksud tak lain adalah Metro TV dan tvOne yang masih jadi “pemain utama” di jalur televisi berita. Diramalkan, dua stasiun berita ini bakal kehilangan separuh penonton. Betapa tidak, Bloomberg TV sudah cukup tersohor di negara asalnya.

Bloomberg TV menjadi satu-satunya televisi yang menayangkan berita mengenai dunia ekonomi dan bisnis selama 24 jam. Televisi ini didukung oleh jaringan internasional Bloomberg yang terdiri dari 2.300 jurnalis profesional. Mereka tersebar di 146 biro dan 72 negara. Menurut data, jaringan televisi ini disiarkan ke lebih dari 330 juta rumah tangga di seluruh dunia. Luar biasa bukan?

Makin heboh ramalannya, kondisi Metro TV dan tvOne bakal “goyang”. Bagai kapal kehilangan nahkoda, begitu tersiar kabar, beberapa SDM di dua televisi ini hijrah ke Bloomberg TV. Operasional redaksi bakal timpang. Maklumlah, SDM yang hijrah ke Bloomberg TV kebanyakan senior, termasuk dua newsanchor model Kania Sutisnawinata dan Tommy Tjokro.

Namun ramalan tersebut tak terbukti. Metro TV dan tvOne ternyata masih tetap eksis. Justru yang “goyang” dan dikabarkan akan bangkrut adalah Bloomberg TV. Kabar secara resmi menginfokan terjadi PHK. Padahal, usia televisi yang menyiarkan informasi bisnis 24 jam pertama di Indonesia ini baru seumur jagung, yakni 2 tahun. Bloomberg TV tayang perdana 11 Juli 2013.

Apa yang menyebabkan Bloomberg TV “goyang”?

Jawabannya "sederhana" dan Anda pasti bisa menerka. Apakah Anda bisa leluasa melihat tayangan Bloomberg TV di pesawat televisi Anda di rumah? Sebagian besar dari Anda pasti menjawab: tidak.

Yup! Bloomberg TV bukan televisi teresterial sebagaimana Metro TV dan tvOne. Bloomberg TV hanya bisa dinikmati oleh pelanggan First Media, tepatnya di kanal nomer 13. Artinya, jika mau menonton Bloomberg TV harus berlangganan terlebih dahulu alias tidak gratis. Beda dengan Metro TV dan tvOne yang bisa Anda nikmati tayangannya tanpa bayar.

Sebetulnya, sebelum Bloomberg TV dikabarkan bangkrut, ada televisi lain yang diam-diam juga “sempoyongan”, yakni BeritaSatu. Seperti juga Bloomberg TV, kondisi yang menyebabkan BeritaSatu “sempoyongan” adalah, tidak semua orang bisa menyaksikan tayangan BeritaSatu. Penonton yang mau menyaksikan BeritaSatu harus berlangganan First Media atau Telkom Vision.

Padahal ketika sejumlah SDM dari Metro TV dan tvOne hijrah besar-besaran ke BeritaSatu, lagi-lagi banyak yang meramalkan akan “goyang”. Penonton boleh saja “terpecah-pecah”, tetapi sebagai stasiun teresterial yang bersiaran nasional dan gratis, Metro TV dan tvOne tetap menang.

Kompas TV sebetulnya juga sempat "sempoyongan". Memang, untuk menyaksikan televisi milik Kompas-Gramedia ini bisa gratis. Namun, kategori siarannya bukan teresterial seperti Metro TV dan tvOne, tetapi televisi berjaringan. Sistem televisi berjaringan adalah, bekerjasama dengan televisi-televisi lokal setempat, agar siaran si televisi berjaringan ini ingin ditangkap secara nasional. 

Beruntunglah BeritaSatu dan KompasTV masih punya kekuatan dana besar dari holding company mereka. BeritaSatu masih disokong oleh Lippo Group, sementara dana KompasTV sebagian besar dari Kompas-Gramedia. Oleh karena masih ada bantuan besar, “nafas” BeritaSatu dan Kompas TV tidak kembang kempis sebagaimana Bloomberg TV. Jadi, siapa menyusul Bloomberg TV?

Belakangan, kehadiran CNN Indonesia cukup menarik. Namun, kehadiran televisi milik Chairul Tanjung ini sebetulnya mengulang kehadiran BeritaSatu, kala BeritaSatu pertama kali hendak bersiaran pada 2011. Berlomba-lomba SDM Metro TV dan tvOne resign dan hijrah ke BeritaSatu. Mereka tergiur dengan posisi dan tentu saja gaji yang besar. Ketika CNN Indonesia buka lowongan dan merekrut SDM, peristiwa yang sama terjadi. Senior-senior broadcaster berlomba-lomba menuju ke Tendean, Jakarta Selatan.

Namun, sebagaimana BeritaSatu, Anda tak bisa leluasa melihat CNN Indonesia, jika tidak berlangganan televisi berlangganan (pay tv). Anda harus berlangganan TransVision terlebih dahulu baru bisa melihat wajah newsanchor tampan seperti Alfito Deanova, Indra Maulana, Prabu Revolusi, atau newsanchor cantik seperti Eva Julianti atau Elvira Khairunnisa.

Apakah kehadiran CNN Indonesia bisa "memecah" penonton televisi berita? Pasti. Sebelum ada CNN Indonesia pun penonton sudah "terpecah-pecah", terlebih lagi ada pesaing baru iNews. Tetapi apakah kehadiran CNN Indonesia akan menggoyangkan dua stasiun televisi teresterial sebelumnya? Anda tahu jawabannya. Yang pasti, “nasib” CNN Indonesia masih jauh lebih aman dibanding Bloomberg TV. Ada Trans Corp, sang penyokong dana, yang sudah lebih dulu mengibarkan Trans TV dan Trans 7 di jagat pertelevisian nasional.

Salam Aman!

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun