Mohon tunggu...
Olvia Nursaadah
Olvia Nursaadah Mohon Tunggu... Writer

Meneliti, Mengabdi, Mengajar. Hobi: Nonton badminton, sepak bola, voly, baca, dan nulis apapun itu.

Selanjutnya

Tutup

Book

Apa itu Deep Reading dan Apa Manfaatnya?

19 Agustus 2025   08:22 Diperbarui: 19 Agustus 2025   08:22 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah derasnya arus informasi digital, kita semakin terbiasa membaca cepat---scroll TikTok, baca caption singkat, atau sekilas lihat artikel lalu tutup tab.

Tapi, tahukah kamu bahwa ada satu kemampuan membaca yang makin langka namun sangat penting di era ini? Namanya deep reading, atau membaca mendalam.

Apa itu deep reading?

Deep reading atau arti dalam Bahasa Indonesia adalah membaca mendalam bukan sekadar membaca begitu saja. Istilah membaca mendalam merujuk pada kebiasaan membaca dengan fokus penuh pada isi tulisan -- menghilangkan gangguan, membuka pikiran, dan meluangkan waktu lebih lama untuk memahami tiap detail dari sebuah tulisan.

Menurut Maryanne Wolf, deep reading adalah proses kognitif yang memungkinkan kita menganalisis, memahami secara mendalam, dan mengevaluasi teks yang kita baca. Aktivitas ini melibatkan kerja otak yang kompleks dan mendalam. Dalam istilah neuroscience, deep reading mengaktifkan area otak yang berkaitan dengan empati, analisis, dan refleksi.

Apa manfaat deep reading?

  • Meningkatkan pemahaman dan daya ingat
  • Sebuah studi terbaru menyimpulkan bahwa membaca mendalam mendorong pemahaman, meningkatkan daya ingat, serta melatih kemampuan berpikir kritis. Pembaca yang mendalami suatu tulisan cenderung lebih mampu mengingat informasi dan mengerti isi secara utuh.
  • Menumbuhkan empati dan berpikir kritis
  • Maryanne Wolf -- pakar literasi -- menyebut bahwa kemampuan deep reading adalah "kendaraan" utama untuk mencapai empati dan berpikir kritis. Saat terlibat penuh dalam cerita atau argumen, otak kita ikut merasakan situasi tokoh dan mengasah wawasan kritis.
  • Melatih focus dan konsentasi
  • Hasil penelitian menunjukkan deep reading mengajarkan otak untuk tetap pada satu tugas. Sebaliknya, kebiasaan berganti-ganti tugas (seperti men-scroll media sosial) justru merusak perhatian jangka panjang. Dengan rajin deep reading, seseorang belajar memusatkan konsentrasi lebih lama, melatih otak agar tidak mudah teralihkan.
  • Meningkatkan kreativitas berpikir
  • Membaca perlahan memungkinkan otak mengasosiasikan ide-ide baru. Seperti dikatakan Nicholas Carr, "deep reading becomes a form of deep thinking". Artinya, deep reading tidak hanya membuat kita paham bacaan, tapi juga memicu kreasi dan pemikiran orisinal berdasarkan apa yang kita baca.

Apa tantangan deep reading di era digital saat ini?

Gadget, notifikasi, dan media sosial menciptakan kebiasaan membaca cepat dan terpecah-pecah. Berikut adalah tantangan melakukan deep reading di era digital:

  • Sulit konsentrasi
  • Remaja saat ini menghabiskan banyak waktu dengan gadget. Wolf mencatat remaja tipikal menghabiskan 40% waktu sehari di layar digital, menimbulkan banyak "hambatan" bagi kemampuan deep reading mereka.
  • Kebiasaan muti tasking
  • Kebiasaan Gen Z sering melakukan multitasking (membaca sambil cek media sosial atau membuka banyak aplikasi). Akibatnya, fokus pembaca mudah buyar dan sulit untuk memahami teks secara mendalam.
  • Kebiasaan membaca yang dangkal
  • Banyak generasi muda lebih sering membaca judul, caption, atau teks sangat singkat di media sosial daripada teks panjang. Kebiasaan seperti ini membuat otak terbiasa dengan informasi sepotong-potong dan mengurangi kemampuan analisis kritis. Riset menunjukkan tren ini memang membuat kemampuan membaca mendalam menurun, sehingga kemampuan menyintesis informasi kompleks pun melemah.
  • Kecepatan informasi
  • Di internet beredar banjir informasi -- banyak di antaranya tidak diverifikasi atau menyesatkan. Konten instan sering tidak memberikan konteks penuh, sehingga kita perlu keterampilan literasi mendalam untuk memilah mana fakta dan hoaks. Pemerintah menganjurkan agar literasi digital mencakup kemampuan membaca kritis dan verifikasi sumber.

Bagaimana melatih deep reading?

  • Matikan notifikasi saat membaca
  • Luangkan waktu membaca buku, jurnal atau koran fisik
  • Gunakan metode SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)
  • Tuliskan ringkasan dan refleksi setelah membaca

Deep reading bukan sekadar gaya baca lama yang ketinggalan zaman. Ia justru menjadi kemampuan penting di era serba cepat dan digital. Kemampuan ini membantu kita berpikir kritis, fokus, dan memahami dunia secara lebih dalam.

Sumber:

A (20222) Deep Reading: The Skill to Absorb Everything You Read, Stephan Joppich. Available at: https://stephanjoppich.com/deep-reading/#:~:text=someone else's thoughts," (Accessed: 3 August 2025).

Chen, X. et al. (2023) 'Characteristics of Deep and Skim Reading on Smartphones vs. Desktop: A Comparative Study', in Proceedings of the 2023 CHI Conference on Human Factors in Computing Systems. New York, NY, USA: ACM, pp. 1--14. Available at: https://doi.org/10.1145/3544548.3581174.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun