Mohon tunggu...
olindo oshiano
olindo oshiano Mohon Tunggu... mahasiswa

saya olindo oshiano sebagai mahasiswa universitas slamet riyadi surakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Melawan Stunting : ''UPAYA PERBAIKAN GIZI DEMI MASA DEPAN BANGSA''

26 Juni 2025   15:37 Diperbarui: 26 Juni 2025   15:37 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
anak kecil yg kurang mampu dan kurang gizi

Tugas ini diajukan untuk Memenuhi Tugas UAS Genap 2025 Mata Kuliah Komunikasi Sosial
Pembangunan yang Diampu oleh:
Olva Routania Fransiska, S.I.Kom., M.I.Kom

Disusun oleh :
Dimas Adi Nugroho -- 23410107
Buyung Riswanda M -- 23410134
Olindo Oshiano -- 23410135
Ayub Mudzofir - 23410170
Zefanya Cornelisa -- 23410174
Reza Prawira Langkay -- 23410216

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SLAMET RIYADI
2025

LATAR BELAKANG

Stunting atau kondisi tubuh pendek akibat kekurangan gizi kronis dalam waktu lama masih
menjadi tantangan besar yang dihadapi Indonesia hingga saat ini. Masalah ini bukan sekadar soal
fisik atau postur tubuh anak, tetapi merupakan representasi dari gagalnya pemenuhan hak dasar
anak untuk mendapatkan gizi yang cukup, layanan kesehatan yang memadai, dan lingkungan hidup
yang sehat. Stunting terjadi ketika pertumbuhan anak terganggu akibat kurangnya asupan nutrisi
penting seperti protein, zat besi, yodium, dan vitamin selama masa-masa kritis pertumbuhan,
khususnya dalam periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yakni sejak janin dalam
kandungan hingga anak berusia dua tahun.
Masa 1.000 HPK dikenal sebagai periode emas perkembangan otak dan tubuh anak, karena
pada masa inilah organ tubuh dan otak mengalami perkembangan paling pesat. Kekurangan gizi
pada masa ini dapat menyebabkan dampak jangka panjang yang bersifat permanen dan tidak dapat
diperbaiki di kemudian hari. Anak yang mengalami stunting tidak hanya akan tumbuh dengan tinggi
badan yang lebih pendek dari standar usianya, tetapi juga menghadapi risiko gangguan
perkembangan kognitif, keterlambatan motorik, gangguan perilaku, rendahnya kemampuan belajar,
serta kerentanan terhadap penyakit kronis saat dewasa. Dalam jangka panjang, stunting dapat
menurunkan produktivitas, menghambat potensi ekonomi individu, dan memperbesar kemungkinan
terjebak dalam siklus kemiskinan antar-generasi.
Masalah stunting juga mencerminkan ketimpangan dalam akses terhadap layanan kesehatan,
pendidikan, dan pangan bergizi. Anak-anak dari keluarga miskin, tinggal di daerah tertinggal, atau
dengan orang tua berpendidikan rendah cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengalami stunting.
Hal ini menunjukkan bahwa stunting tidak dapat dipisahkan dari persoalan struktural dan
ketimpangan sosial yang lebih luas.Dalam kerangka global, stunting menjadi salah satu indikator penting dalam upaya
pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) yang
ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Khususnya, SDG nomor 3 yang berbunyi "Good Health and Well-Being", menargetkan kehidupan yang sehat dan sejahtera untuk semua orang di segala usia. Penurunan angka stunting masuk sebagai indikator keberhasilan dalam menjamin kesehatan ibu dan anak, menyediakan layanan kesehatan universal, serta memastikan akses
terhadap pangan bergizi.Pemerintah Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk menurunkan angka stunting menjadi di bawah 14% pada tahun 2024. Namun, berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2018,prevalensi stunting masih berada di angka 30,8%, sementara menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022, angka ini menurun menjadi 21,6%. Walaupun menunjukkan tren positif, angka tersebut masih jauh dari target dan mengindikasikan bahwa permasalahan ini belum sepenuhnyatertangani secara efektif. Oleh karena itu, diperlukan upaya terpadu dari berbagai pihak---pemerintah, masyarakat, tenaga kesehatan, sektor swasta, dan dunia pendidikan---untuk mempercepat penurunan stunting melalui intervensi yang berbasis data, berkelanjutan, dan inklusif. Tanpa langkah nyata dan kolaboratif, Indonesia berisiko gagal mempersiapkan generasi emas tahun 2045 yang sehat, cerdas, dan berdaya saing tinggi. Melawan stunting bukan sekadar urusan gizi, melainkan investasi strategis untuk masa depan bangsa.

RUMUSAN MASALAH

Tiga permasalahan utama yang menjadi faktor penting dalam konteks stunting anak bangsa adalah :
1. Apa dampak stunting terhadap kognisi dan prestasi anak?
2. Bagaimana upaya pencegahan stunting dari sisi gizi dan edukasi?
3. Sejauh mana sanitasi dan lingkunan hidup sebagai pendukung kesehatan anak?
4. Apa peran pemerintah dan kolaborasi multi pihak dalam penurunan stunting?


PEMBAHASAN

A. Dampak Stunting terhadap Kognisi dan Prestasi Anak
Stunting secara biologis memengaruhi struktur dan fungsi otak anak, terutama jika
kekurangan gizi terjadi sejak dalam kandungan. Kekurangan zat besi, yodium, protein, dan asam
lemak esensial pada masa 1.000 HPK dapat mengganggu proses mielinisasi (pembentukan selubung saraf) dan sinaptogenesis (pembentukan hubungan antar-neuron), sehingga menyebabkan
penurunan fungsi kognitif. Jurnal oleh Pratiwi dkk. (2021) menekankan bahwa anak stunting cenderung memiliki konsentrasi yang lebih rendah, mudah lelah, dan mengalami keterlambatan bicara. Hal ini sangat memengaruhi pencapaian akademik di sekolah, terutama dalam bidang numerasi dan literasi. Anak-anak stunting cenderung mengalami keterlambatan masuk sekolah, lebih banyak mengulang kelas, dan memiliki tingkat partisipasi pendidikan yang rendah dibandingkan anak seusianya yang memiliki status gizi baik. Secara sosial, anak yang mengalami stunting juga lebih rentan terhadap isolasi dan rendahnya kepercayaan diri. Gangguan pertumbuhan ini bukan hanya memengaruhi kondisi fisik, tetapi juga psikososial anak. Mereka cenderung menarik diri dari lingkungan, sulit menjalin hubungan sosial, dan lebih rentan terhadap tekanan psikologis. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menurunkan kualitas hidup dan potensi ekonomi individu.

B. Upaya Pencegahan Stunting dari Sisi Gizi dan Edukasi
Upaya pencegahan stunting harus dimulai jauh sebelum anak dilahirkan. Kesehatan remaja
putri, terutama status gizi dan anemia, menjadi kunci karena akan berpengaruh pada kualitas
kehamilan kelak. Intervensi gizi seperti pemberian tablet tambah darah (TTD), edukasi gizi di
sekolah, dan kampanye kesehatan reproduksi menjadi langkah awal yang sangat penting.
Jurnal oleh Astuti et al. (2023) menyoroti pentingnya edukasi gizi sebagai fondasi perubahan
perilaku. Program edukasi tidak hanya menyasar ibu hamil, tetapi juga calon ayah, nenek, dan tokoh
masyarakat yang berpengaruh terhadap pola makan keluarga. Intervensi berbasis komunitas seperti penyuluhan melalui Posyandu, media kartu edukasi, hingga kunjungan rumah terbukti mampu
meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya gizi seimbang. Lebih lanjut, program ASI eksklusif selama enam bulan pertama dan pemberian MP-ASI yang tepat sangat penting. Banyak kasus stunting terjadi karena MP-ASI diberikan terlalu dini, terlalu sedikit, atau tidak mengandung zat gizi mikro esensial. Oleh karena itu, pelatihan kepada kader Posyandu mengenai penyusunan menu MP-ASI lokal yang bergizi menjadi strategi yang tepat. Pemerintah Indonesia juga mendorong konsumsi makanan lokal sebagai bagian dari solusi keberlanjutan. Pemanfaatan pangan lokal yang kaya nutrisi seperti ikan, tempe, sayuran hijau, dan buah-buahan dapat mengurangi ketergantungan pada produk fortifikasi industri yang tidak selalu terjangkau oleh masyarakat miskin.

C. Sejauh Mana Sanitasi dan Lingkunan Hidup Sebagai Pendukung Kesehatan Anak pola hidup bersih dan sehat (PHBS) memegang peran penting dalam keberhasilan program penurunan stunting. Meski asupan gizi cukup, jika anak hidup dalam lingkungan yang kotor dan sering terkena penyakit infeksi seperti diare, maka penyerapan nutrisi oleh tubuh akan terganggu. Penelitian menunjukkan bahwa diare kronis dan infeksi cacing usus menjadi salah satu penyebab utama kegagalan pertumbuhan pada anak. Program WASH (Water, Sanitation, and Hygiene) yang menekankan kebersihan air, sanitasi layak, dan perilaku higienis seperti cuci tangan pakai sabun, terbukti dapat menurunkan risiko stunting. Intervensi sanitasi menjadi sangat penting di daerah padat penduduk atau dengan kondisi geografis yang sulit mengakses air bersih. Sayangnya, masih banyak keluarga di Indonesia yang menggunakan air sumur tercemar atau buang air besar sembarangan (BABS) yang meningkatkan risiko infeksi. Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah salah satu upaya pemerintah yang mendorong masyarakat untuk membangun kebiasaan hidup bersih secara mandiri. Namun, keberhasilan program ini sangat bergantung pada konsistensi pendampingan dan partisipasi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun