Mohon tunggu...
Olive Bendon
Olive Bendon Mohon Tunggu... Administrasi - Travel Blogger

Travel blogger yang senang menceritakan perjalanannya (dan kawan berjalannya) yang berkaitan dengan sejarah, gastronomi, medical tourism, kesehatan mental lewat tulisan. Memiliki hobi fotografi, menonton teater, dan membaca buku. Ikuti juga jejaknya di OBENDON.COM

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jejak AGS Arya Dipayana, Sang Pejalan Kaki

16 Mei 2011   21:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:34 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_110044" align="alignleft" width="212" caption="Jejang Sang Pejalan Kaki"][/caption] Pertama kali mengenal Mas Adji (panggilan akrab AGS Arya Dipayana) tahun 1997 lewat gubahan lagu yang terangkum dalam kaset Hujan Bulan Juni-Musikalisasi Puisi Sapardi Djoko Damono (SDD).  Melihat penampilannya untuk pertama kali di acaranya AriReda Malam Puisi Cinta di TIM awal 2008.  Setelah itu sempat bertemu dan melempar senyum dalam beberapa kesempatan. Salah satu gubahannya yang cukup ngetop adalah musikalisasi Aku Ingin, puisi karya SDD yang sering dikutip orang dalam undangan pernikahan. Di  beberapa undangan malah kutipan kata-katanya salah ditambah pencantuman buah karya Khalil Gibran. Saya tidak mengenal dekat Mas Adji secara pribadi namun karya-karyanya begitu melekat di hati sehingga kepergiannya awal Maret lalu cukup mengagetkan.

Minggu (15/5) pk 19 lewat, langkah terayun memasuki gelanggang remaja Bulungan seiring lamat-lamat terdengar Bianglala Voices mengumandangkan Dengan Menyebut Nama Allah secara acapela di acara yang bertajuk Jejak Sang Pejalan Kaki. Tribute untuk mengenang AGS Arya Dipayana dari para sahabat dengan membawakan beberapa karyanya baik itu puisi, musik hingga penggalan lakon. SDD mengenangnya sebagai mahasiswa dan sahabat yang selalu dikelilingi para wanita dan tak pernah lepas dari sandal jepit lusuhnya. Di mata Putu Wijaya, mas Adjie adalah anak didiknya yang sangat berbakat. Secara bergantian lampu sorot diarahkan ke panggung utama yang berada di depan dan tiga panggung kecil di sisi kiri dan kanan saat para pengisi acara tampil. Ninik L.Karim hadir membacakan puisi Bagaimana Mungkin Kau Berkata yang kemudian dibawakan dalam bentuk lagu oleh pasangan AriReda di panggung utama.

[caption id="attachment_110046" align="aligncenter" width="550" caption="Putu Wijaya berduet dengan putranya membawakan puisi AGS Arya Dipayana"][/caption] Satu persatu panggung diisi oleh Tony Q Rastafara dengan Sehingga Kabut, Putu Wijaya & putranya dengan Tiga Sajak Tentang Para Pencari, Ine Febrianti, Maudy Koesnadi, Teater Tetas, Didi Hasyim, Joko Porong, Nanang Hape, Neno Warisman dan lain-lain. Di malam yang juga ditandai dengan peluncuran buku puisi Mas Adji yang baru Bumbu Dapur, acara mengalir dengan sendirinya diselingi pemutaran video yang ditembakkan ke layar lebar di panggung utama berupa kesan-kesan orang di sekeliling pendiri dan sutradara Teater Tetas itu. Kuucapkan selamat tinggal bagi segala beban–teman seperjalanan – yang terlalu setia, hinggasepantasnya aku tinggalkan. Aku berjalan sendiri, kembali sendiri. Kubiarkan reruntuhan menghapus jejakku sepanjang jalan.[Berjalan Kembali, 3 – Sehingga Kabut, AGS Arya Dipayana]Karena badan kurang bersahabat, kaki pun beranjak lebih awal  seiring Tutuplah Pintu Rumahmu mengalun dengan lirih dibawakan duet AriReda yang terdengar sayup-sayup hingga tubuh terbawa taxi meninggalkan Bulungan. Selamat beristirahat Mas Adji. [oli3ve]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun