Jawabannya: tidak salah! Dari sudut pandang konsumen, tidak ada aturan tertulis yang bilang kalau kita ke mal harus selalu belanja. Konsumen memiliki kebebasan untuk mengunjungi ruang publik atau komersial.
Mal juga sudah berubah sebagai pusat hiburan dan gaya hidup, bukan hanya tepat transaksi. Jadi tidak salah jika orang pergi ke mal hanya untuk melihat-lihat, cari inspirasi, foto-foto OOTD, atau sekadar refreshing.
Bagi sebagian orang, mal bisa menjadi hiburan yang terjangkau. Apalagi jika ada konser gratis atau acara produk tertentu yang bisa mendapatkan hiburan sekaligus merchandise secara cuma-cuma. Ingat, tidak semua orang punya daya beli untuk berbelanja setiap saat. Kondisi finansial setiap orang berbeda dan itu sangat manusiawi.
Kondisi ekonomi juga berperan. Banyak dari kita memang sedang mengencangkan ikat pinggang. Bukan apa-apa, bawa uang Rp200 ribu rasanya kurang buat jajan dan makan sekeluarga di mal.
Namun, dari sudut pelaku usaha, tentu saja fenomena rojali menjadi tantangan yang serius. Ini bukan soal "salah" atau "benar", tetapi tentang ketidaksesuain antara ekspektasi bisnis dan realitas perilaku konsumen.
Mungkin saja model bisnis mal yang perlu beradaptasi. Mal dan pebisnis ritel perlu memahami bahwa konsumen telah berubah. Mereka tidak bisa lagi hanya mengandalkan penjualan langsung dari setiap pengunjung. Fenomen rojali adalah cerminan perubahan perilaku konsumen dan juga adaptasi mal itu sendiri. Pada akhirnya, mal akan selalu menjadi bagian penting dari kehidupan kota kita.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI