Mohon tunggu...
Okti Nur Risanti
Okti Nur Risanti Mohon Tunggu... Penerjemah - Content writer

Menulis adalah salah satu upaya saya dalam memenuhi misi mandat budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikah Itu Pilihan demi Kebaikan yang Lebih Besar

30 Oktober 2019   20:26 Diperbarui: 31 Oktober 2019   05:49 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unsplash; Drew Hays

Namun, bukan berarti jika kita menghargai pilihan semacam itu kita jadi harus memiliki pandangan atau nilai-nilai yang berbeda dari sebelumnya. Tidak. Kita cuma harus lebih mampu untuk menghargai keputusan yang berbeda, dan berharap yang terbaik dari sana.


Mengapa? Nah, coba berpikir begini, jika dengan tidak menikah, mereka bisa bebas berkreasi, menghasilkan hal-hal baik, atau malah mengabdi demi kepentingan banyak orang, bukankah itu baik dan berguna?

Atau, jika ada pasangan yang tidak mau memiliki anak karena merasa tidak mampu menjadi orang tua yang baik atau karena merasa tidak mampu untuk membiayai kehidupan anak. Mungkin kita menganggap itu pemikiran yang kurang tepat, tetapi tidakkah mereka jauh lebih baik daripada orangtua yang jahat, keji, semena-mena, menghancurkan kehidupan dan masa depan anak, atau yang korup dengan alasan demi memenuhi kebutuhan anak dan keluarga?

Dengan situasi zaman dan kehidupan yang kian "keras", setiap orang akan berusaha beradaptasi dalam berbagai wilayah kehidupan untuk dapat "survive" dan eksis, termasuk dalam kehidupan berkeluarga dan regenerasi. Dan, upaya itu sesungguhnya dapat berhasil dengan baik jika kita mampu mengenal diri kita terlebih dahulu, dan kemudian mengambil pilihan yang tepat.

Mungkin, pilihan yang diambil tidak mudah. Mungkin, pilihan itu "aneh" dan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang umum berlaku. Mungkin, pilihan itu bahkan akan disesali kemudian hari.

Namun, setiap kita toh pada akhirnya akan mengambil konsekuensi dari setiap pilihan yang kita ambil. Sikap dan keputusan kita untuk mengambil jalan yang benar itulah yang pada akhirnya menjadi pembeda.

Jadi, apa intinya? Intinya adalah, jika kita memilih menikah, jadilah pribadi yang baik dan benar bagi pasangan kita. Jika kita memilih menjadi orangtua, maka didik dan besarkanlah anak-anak yang kita miliki dengan penuh kasih dan kebenaran.

Jika kita merasa tidak mampu melakukannya atau ada panggilan lain yang mesti kita ikuti, maka tidak apa untuk mengambil pilihan yang berbeda. Selama kita berada dalam jalan yang terang dan benar, jangan takut untuk mengambil keputusan berbeda.

Panggilan untuk menikah dan menjadi orang tua sesungguhnya bukanlah untuk setiap orang. Itu adalah panggilan bagi mereka yang memiliki kasih dan keberanian, yang mampu menjalani perannya sebagai suami, istri, dan orangtua dengan benar.

Maka, sebelum menikah dan memutuskan menjadi orangtua, ada baiknya jika kita menjawab pertanyaan berikut untuk menentukan keputusan dan pilihan kita: apakah saya mampu menjadi pasangan yang penuh kasih, yang bersedia berbagi hidup dengan pasangan saya, dan setia kepadanya hingga maut memisahkan? Mampukah saya menjadi orangtua yang penuh kasih, yang mendidik dan menjadi teladan bagi anak-anak saya dalam iman dan kebenaran?

Jika kita cukup mantap untuk mengatakan "ya" pada semua pertanyaan tersebut, dengan kejujuran dan pengenalan diri yang benar, maka menikah dan menjadi orangtua bisa menjadi pilihan terbaik yang kita ambil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun