Mohon tunggu...
OKTAVIA INDRI YANI
OKTAVIA INDRI YANI Mohon Tunggu... Mahasiswa S2 Mercu Buana

Mahasiswa Magister Akuntansi - NIM 55525110006 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Manajemen Perpajakan - Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

CPMK 2 : Diskursus Keadilan Ala Rawls, Berlin, dan Machan (Studi Kasus Janda Anak 3) PPh 21

2 Oktober 2025   02:01 Diperbarui: 2 Oktober 2025   02:01 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandangan kontroversial ini datang dari filsuf libertarian terkemuka, Tibor R. Machan . Dalam filsafatnya, Machan menempatkan hak individu atas properti sebagai nilai politik tertinggi.

1. Inti Filosofi Libertarian Machan: 

Tibor Machan adalah penganut teguh filsafat libertarian . Prinsip utamanya sangat jelas dan tegas:

  • Hak Milik Pribadi Mutlak: Machan percaya bahwa penghasilan yang didapatkan seseorang, melalui usaha dan kerja kerasnya, sepenuhnya adalah milik individu. Hak ini bersifat absolut dan tidak boleh diganggu gugat.
  • Pajak = Perampasan Negara: Konsekuensinya, pajak yang diambil oleh negara dari penghasilan individu dianggap sebagai bentuk perampasan atau campur tangan paksa. Menurutnya, tindakan ini secara fundamental melanggar kebebasan individu dan hak properti mereka.

Intinya, bagi Machan, keadilan hanya tercapai ketika negara tidak ikut campur urusan dompet warganya .

2. PPh 21 dalam Kacamata Machan: Sebuah Ketidakadilan

Semua bentuk pemotongan gaji, besar maupun kecil, dianggap tidak adil . Machan berargumen bahwa tidak ada pemotongan yang bersifat sukarela.

  • Pemotongan Gaji Adalah Bentuk Paksaan : Meskipun bertujuan memberi solusi, Machan melihat PTKP tetap menyiratkan adanya paksaan bagi mereka yang berada di atas batas PTKP.
  • PTKP dan Tarif Progresif :Machan menilai tarif progresif (semakin besar penghasilan, semakin besar persentase pajak) justru semakin tidak adil . Logikanya: orang yang bekerja lebih keras atau lebih sukses dipaksa membayar lebih banyak, seolah-olah mereka dihukum karena produktivitasnya.

Menurut Machan, metode apa pun yang digunakan (Gross, Nett, atau Gross-Up) tidak relevan, karena intinya: pajak penghasilan tidak boleh ada .

3. Studi Kasus Nyata: Mengapa Pajak Dianggap "Perampasan"

Bayangkan kasus Bu Ani, seorang janda dengan 3 anak di Bekasi yang berpenghasilan Rp.10.000.000/bulan.

  • Negara mengambil sekitar Rp200 ribu (contoh estimasi PPh 21) dari gajinya.
  • Menurut Machan, Bu Ani seharusnya bisa menggunakan full uang Rp10 juta itu untuk menghidupi dan menyekolahkan anak-anaknya.
  • Potongan Rp200 ribu itu dilihat sebagai perampasan. Bu Ani tidak punya pilihan selain menyerahkan sebagian hak miliknya ke negara.

Bukan hanya Bu Ani, tetapi semua pekerja seharusnya tidak dikenakan pajak penghasilan sama sekali, karena penghasilan itu adalah buah dari waktu, tenaga, dan kemampuan mereka sendiri.

Solusi Radikal Machan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun