Mohon tunggu...
Okky Prasetya
Okky Prasetya Mohon Tunggu... Kreator Konten, (Mantan) Jurnalis, Sports & Political Enthusiast

Profesional di bidang komunikasi, berupaya menghadirkan makna lewat komunikasi dalam konten dan narasi yang relevan. Berpengalaman mengemas isu-isu sosial, politik, ekonomi, hingga budaya. Percaya bahwa komunikasi yang kuat bukan hanya tentang menyampaikan pesan, tapi juga membangun koneksi dan menciptakan dampak.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kita Ini Keluarga? Bukan, Kita Semua Buruh

2 Mei 2025   11:09 Diperbarui: 2 Mei 2025   11:09 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peringatan Hari Buruh Internasional 2025 di Lapangan Silang Monas, Jakarta. (Biro Pers Sekretariat Presiden/Citra)

"Kita ini keluarga." Kalimat yang kerap terdengar di ruang-ruang kerja. Diucapkan bos saat lembur tak dibayar. Diulang manajer saat lembur tak bisa ditolak. Dihias manis dalam video corporate saat gaji tak naik-naik. Padahal faktanya: kita BUKAN keluarga. Kita semua buruh.

Dan Hari Buruh adalah saatnya kita berhenti berpura-pura.

Realita Buruh Hari Ini: Panggung Solidaritas, Bukan Seremoni

May Day 2025 tak hanya dirayakan dengan yel-yel dan spanduk. Momen ini menjadi panggung kritik, keringat, dan harapan yang diwakilkan sekitar 200 ribu buruh yang turun ke jalan. Bukan untuk merayakan, tapi untuk mengingatkan: bahwa di balik pertumbuhan ekonomi dan kemajuan digital, masih ada outsourcing yang merajalela, upah yang tak layak, dan PHK yang membayangi.

Presiden Prabowo Subianto hadir di tengah ribuan massa, mendengar keluhan soal pajak, kontrak kerja tak jelas, hingga minimnya perlindungan sosial bagi sektor informal. Ini mungkin jadi preseden baru: seorang presiden turun langsung di Hari Buruh. Namun pertanyaannya: apakah cukup hadir tanpa aksi konkret?

Struktur Kerja: Semakin Fleksibel, Semakin Rentan

Data BPS menunjukkan hanya sekitar 42% pekerja Indonesia bekerja di sektor formal. Artinya, mayoritas buruh berada di sektor informal: tukang parkir, mitra ojek daring, kurir, penjaja kaki lima, dan freelancer digital. Mereka bekerja keras tanpa kepastian hari tua, jaminan kesehatan, atau pesangon jika diberhentikan.

Teori Dual Labor Market dari Doeringer dan Piore (1971) menjelaskan bahwa pasar kerja terbagi dalam dua segmen: primer (stabil, bergaji layak, penuh perlindungan) dan sekunder (rentan, bergaji rendah, minim hak). Indonesia hari ini masih didominasi segmen kedua. Ironis, di tengah transformasi ekonomi digital yang katanya inklusif.

Omnibus Law dan RUU Ketenagakerjaan: Jalan Panjang Menuju Keadilan

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang memberi tenggat dua tahun untuk memperbarui UU Ketenagakerjaan adalah sinyal peringatan. Serikat buruh mendorong agar RUU baru melindungi, bukan malah mengkomersialisasi hubungan kerja. Termasuk dorongan mengesahkan RUU Perlindungan PRT dan Perampasan Aset.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun