Mohon tunggu...
Okky Putri Rahayu
Okky Putri Rahayu Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ngeblog saat senggang

Pernah belajar mencampur larutan kimia, kini lebih suka mencampur kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Menunggu Matinya Siti

1 Juni 2020   10:28 Diperbarui: 2 Juni 2020   00:02 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sembunyi dari kenyataan. (sumber: pixabay)

Tanganku reflek memegang gagang pintu. Tapi beberapa saat aku menjadi ragu. Jika aku terlibat ini, jelas besok aku akan dikunci bersama Siti dan dikucilkan sampai mati. Tapi jika kubiarkan ini, maka aku juga tetap membiarkan Siti mati dikucilkan. Kedua pilihan itu akan membunuh Siti, tapi aku punya pilihan untuk hidup.

Brak!!!

Suara benda patah dari dalam membuatku langsung membuka pintu yang tak dikunci itu. Aku langsung merangsek ke dalam dan mencari keberadaan Siti.

Dan di dalam remang itu, yang hanya bersumber cahaya bulan yang masuk lewat dua buah genteng kaca, aku melihat Siti tertutup kain sarung, dan Mbah Yarsi ada di atasnya.

Mulutku terkunci. Kakiku beku. Badanku mengumpulkan emosi karena pemandangan di depan mataku ini terlalu biadab.

"Jangan bilang ini cara Mbah Yarsi memenangkan Siti dari semua bapak-bapak di kampung ini."

Mbah Yarsi buru-buru beranjak dari kasur dan memakai kembali celananya. Sungguh aku merasa sangat jijik dengan apa yang baru saja kulihat meski dalam remang.

"Jangan sembarangan kamu!"

Aku menoleh ke Siti. Kulihat wajahnya begitu lemas dan tubuhnya tergolek lemah. Meski penuh bintil-bintil, wajahnya masih cantik dan elok seperti saat kulihat dia menikah di musala kampung dua tahun lalu, dan sehari setelahnya menjanda karena suaminya meninggal kecelakaan.

"Mbak Siti. Jangan kawatir. Ayok kita buktikan kebejatan Mbah Yarsi ini!"

Air mata Siti luruh di pipi, tapi tubuhnya masih terlalu lemah untuk merespon apapun ucapanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun